Dark/Light Mode

Soal Sewa Jaringan Utilitas, Ombudsman Kritik Pemkot Surabaya

Jumat, 11 Desember 2020 17:09 WIB
Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Alamsyah Saragih. (Foto: Ist)
Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Alamsyah Saragih. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tetap bersikukuh menertibkan jaringan utilitas yang terpasang di sepanjang jalan di Kota Pahlawan. Pemkot Surabaya berdalih, penertiban ini dilakukan lantaran para operator telekomunikasi fiber optic tidak membayar sewa.

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (RI) Ahmad Alamsyah Saragih menyatakan, aksi Pemkot Surabaya ini tidak mengikuti perintah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Diingatkannya, awal November lalu, Kemendagri sudah melayangkan surat kepada Pemkot Surabaya.

Berdasarkan surat 555/6146/SJ, Kemendagri sudah memerintahkan pemkot tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan layanan telekomunikasi dan broadband di Kota Surabaya. Kemendagri juga menginstruksikan agar Pemkot Surabaya berkoordinasi dengan pemerintah pusat menyelesaikan permasalahan sewa lahan ini. Agar transformasi digital yang tengah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga : Usut Tuntas Kasus Teror Jelang Pilkada Surabaya!

"Selain itu, surat Kemendagri memerintahkan agar Pemkot Surabaya memberikan fasilitas atau kemudahan berusaha kepada penyelenggara telekomunikasi dan melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi secara transparan dan tidak diskriminatif," ungkap Ahmad Alamsyah dalam keterangannya, Jumat (11/12).

Selain itu, kata dia, Pemkot Surabaya berpotensi melanggar Undang-undang 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 128 ayat 2 disebutkan, objek retribusi atau daerah, dikecualikan dari pengertian pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut.

Ombudsman, kata Ahmad, mendukung surat Kemendagri yang ditujukan ke Walikota Surabaya. Ombudsman menilai pengenaan sewa atau retribusi yang dilakukan Pemkot Surabaya merupakan kekeliruan yang fatal. Sewa itu ada unsur pendapatan yang sifatnya keuntungan.

Baca juga : Gawat, 72 Persen KPUD Belum Salurkan APD

"Menurut saya yang dilakukan Pemkot Surabaya aneh. Penyediaan layanan utilitas tidak seharusnya dikenakan sewa. Sebab PLN, PDAM, operator telekomunikasi dan penyelenggara gas melalui pipa melakukan pelayanan kepada publik dan mereka sudah membayar pajak ke pemerintah. Seharusnya Pemkot Surabaya dapat melihat UU 28 tahun 2009 secara cermat dengan mengutamakan fungsi pelayanan kepada masyarakat di Kota Surabaya," papar Alamsyah.

Dalam penjelasan UU ini, sangat jelas disebutkan penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah antara lain pemancangan tiang listrik, telekomunikasi atau penanaman dan pembentangan kabel listrik atau telepon di tepi jalan umum.

Yang mengubah fungsi dari lahan itu, menurut Alamsyah, ketika tanah sebagai aset Pemda itu dibangun gedung Berdasarkan UU Cipta Kerja, menurut Alamsyah seharusnya Pemkot Surabaya dan pemerintah daerah lainnya memberikan kemudahan berinvestasi bagi penyelenggara utilitas umum seperti penggelaran jaringan telekomunikasi yang dilakukan oleh operator. Bukan malah mempersulit dan mengenakan biaya yang tinggi.

Baca juga : Al Qaeda Afrika Utara Tunjuk Pemimpin Baru

Pemda manapun, kata dia, harusnya membuat system ducting bersama untuk seluruh penyelenggara utilitas umum. Seperti telekomunikasi, air, listrik dan gas alam. Karena ducting ini merupakan utilitas publik, setelah selesai dibuat Pemda, harusnya operator telekomunikasi, listrik, air dan gas dapat memakai fasilitas tersebut dengan gratis. Ini kewajiban pemda bikin sarana dan prasarana untuk kepentingan publik.

Jika Pemkot Surabaya tetap ngotot untuk melakukan penertiban jaringan utiilitas, Alamsyah meminta, para operator penyelenggara utilitas publik yang dirugikan dapat mengirim surat ke Kemendagri dan gubernur untuk dapat melakukan review terhadap kebijakkan yang dibuat oleh Pemkot Surabaya. Selain itu, penyelenggara utilitas tersebut juga dapat melakukan gugatan hukum ke pengadilan.

"Jika tidak ada solusi ya harus dibawa ke pengadilan supaya tidak berlarut-larut dan menjadi kontra produktif bagi rencana pemerintah Presiden Jokowi yang ingin segera melakukan transformasi digital," pungkas Alamsyah. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.