Dark/Light Mode

Preminya Capai Rp 811,71 Miliar, Insurtech Dongkrak Penetrasi Asuransi

Senin, 19 April 2021 04:31 WIB
Ilustrasi. (Ist)
Ilustrasi. (Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sepanjang tahun 2020 disebut mengalami pertumbuhan negarif sebesar 5,39 persen secara year on year (yoy).

Kondisi itu disebabkan pandemi Covid-19, namun tidak bagi kinerja industri asuransi.

Kepala Departemen Pengawas IKNB I B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Juwanto mengatakan, secara umum tumbuh di tengah tekanan pandemi.

Dalam catatan OJK di sepanjang tahun 2020, aset industrinya mampu tumbuh sebesar 6,34 persen menjadi Rp 1.409,75 triliun.

"Total nilai premi yang dibukukan juga tumbuh signifikan, menjadi Rp 499,23 triliun hingga akhir tahun,” ujar Heru dalam Webinar Insurtech yang digelar Warta Ekonomi, dengan tema Menggenjot Tingkat Penetrasi Asuransi Indonesia Lewat Insurtech.

Baca juga : Nggak Cuma Siapin Duit Rp 152,14 Triliun Buat Lebaran, BI Juga Dorong Pembayaran Non Tunai

Diskusi ini disiarkan secara langsung melalui channel youtube Warta Ekonomi Channel dan juga akun Instagram Warta Ekonomi.

Dihadiri oleh sejumlah pembicara yang berkompeten di bidang asuransi.

Heru melanjutkan, meski kinerja industri asuransi cukup positif, tapi masih ada tantangan yang harus dijawab oleh para pelaku industri asuransi, sekaligus juga peluang yang harus dimaksimalkan ke depan dengan berbagai inovasi.

Yaitu penetrasi yang masih rendah. Dari sini bisa dilihat secara perlahan pelaku insurance technology (insurtech) mulai mengisi peluang ini dalam dua sampai tiga tahun belakangan.

"Tentunya, (praktik insurtech) ini dapat diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang telah memiliki ijin, seperti lembaga piala asuransi dan lain sebagainya,” tutur Heru.

Baca juga : Demokrat AHY Pantang Mundur

Di sepanjang tahun 2020, tercatat total nilai premi asuransi yang mampu dibukukan oleh para pelaku insurtech dengan menggandeng perusahaan asuransi sebesar Rp 811,71 miliar.

Atau setara dengan 1,06 persen dibanding keseluruhan nilai premi yang dibukukan industri asuransi secara nasional.

Data tersebut membuktikan bahwa peran insurtech ke depan tak lagi bisa dipandang sebelah mata, dan bahkan membawa harapan untuk mendongkrak penetrasi industri asuransi.

Namun sejauh ini dia melihat para pelaku insurtech di Indonesia masih cenderung berfokus pada kinerja distribusi dan penjualan produk asuransi. Seperti bekerjasama dengan perusahaan asuransi.

"Padahal ada peluang lain yang jauh lebih besar dan bisa digarap, yaitu turut berkontribusi dalam menciptakan varian produk-produk baru asuransi yang inovatif dan sesuai dengan perkembangan zaman,” papar Heru.

Baca juga : Parma Vs AC Milan, Berburu Zona Aman

Sebagai contoh, pemanfaatan perkembangan teknologi saat ini berupa penggunaan Artificial Intelligence (AI), teknologi smart contract, big data analytics hingga blockchain menurut Heru dapat juga mulai dilirik oleh para pelaku insurtech untuk dapat menghasilkan produk asuransi yang lebih efisien dan lebih bisa diterima pasar.

Dengan smart contract, misalnya, proses klaim bisa dilakukan secara otomatis, dengan term and condition yang sudah disepakati sebelumnya.

Teknologi AI juga bisa diandalkan untuk melihat apakah proses klaim itu sudah benar-benar sesuai.

"Dengan begitu proses klaim bisa jauh lebi efisien dibanding kondisi saat ini yang masih sangat manual dan tentu biayanya jadi sangat mahal,” ungkap Heru.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.