Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Banyak Terbitkan Surat Utang
Awas, Bisa Lebih Parah Dari Krisis Ekonomi 98
Kamis, 8 Juli 2021 07:00 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2021 tercatat 137,1 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 1.999 triliun (kurs Rp 14.500).
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan, posisi cadangan devisa tersebut meningkat jika dibandingkan dengan posisi akhir Mei 2021 sebesar 136,4 miliar dolar AS.
“Posisi cadangan devisa itu setara pembiayaan 9,2 bulan impor, atau 8,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah,” kata Erwin dalam pernyataan di Jakarta, kemarin. Posisi ini berada di atas standar kecukupan internasional.
Erwin menjelaskan, peningkatan posisi cadangan devisa pada Juni 2021, antara lain dipengaruhi oleh penerbitan sukuk global pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa.
Baca juga : Bio Farma Akan Produksi 40 Ribu Bio Saliva, Harganya Lebih Murah Dari PCR Biasa
BI menilai, cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan.
Ke depan, cadangan devisa tetap memadai dan akan menjadi faktor penting bagi ketahanan eksternal ekonomi nasional.
Pengamat kebijakan ekonomi Rissalwan Lubis mengatakan, peningkatan devisa negara dari hasil penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sukuk bisa berdampak negatif bagi perekonomian.
“Bisa dibilang ini hanya cadangan fiktif. Bisa jadi dananya belum ada, baru sebatas data saja,” kata Rissalwan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Baca juga : Ada PPKM Darurat, Airlangga Pangkas Target Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Rissalwan, skema penambahan devisa negara dari penjualan surat utang juga sangat berbahaya. Dia mencontohkan, jika pada kondisi tertentu negara membutuhkan pemanfaatan cadangan devisa untuk kebutuhan mendesak, sementara dananya tidak mencukupi, itu menyebabkan perekonomian lumpuh.
“Ini bisa lebih parah dari krisis ekonomi tahun 1998. Karena itu, penambahan devisa dari surat utang sangat tidak dianjurkan,” sarannya.
Seperti diketahui, pada Juni lalu Kementerian Keuangan melakukan transaksi penjualan sukuk global sebesar 3 miliar dolar AS, atau setara dengan Rp 42,73 triliun (kurs Rp14.245) dengan tingkat imbal hasil terendah.
Ini dilaksanakan sejalan dengan strategi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta komitmen pemerintah mengembangkan dan meningkatkan likuiditas pasar sukuk di kawasan Asia.
Baca juga : Meski Banyak Tekanan, Rupiah Dibuka Joss
Transaksi tersebut terdiri atas 1,25 miliar dolar AS dengan tenor 5 tahun, 1 miliar dolar AS dengan tenor 10 tahun, dan 750 juta dolar AS dengan tenor 30 tahun (seri Green). [NOV]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya