Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Duh, Kematian Akibat AMR Capai 7000 Ribu Per Tahun

Sabtu, 20 November 2021 15:27 WIB
Kematian akibat resistensi antimikroba terus meningkat. [foto:net]
Kematian akibat resistensi antimikroba terus meningkat. [foto:net]

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat,  jumlah kematian akibat resistensi antimikroba (AMR) mencapai 700 ribu orang per tahun. Diprediksi di tahun 2050 bisa mencapai 10 juta orang per tahun di seluruh dunia.  AMR jadi ancaman kesehatan masyarakat.

“Terbanyak di Asia dan Afrika sekitar 4,7 juta dan Afrika 4,1 juta, sisanya di Australia, Eropa, Amerika,” kata Direktur Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Kalsum Komaryani pada temu media Pekan Antimikroba Resisten secara virtual, Kamis (18/11).

Ia menjelaskan, penyebab resistensi antimikroba ditinjau dari segi kesehatan mulai dari tidak adanya indikasi dalam penggunaan antimikroba, indikasi tidak tepat, pemilihan antimikroba tidak tepat, dan dosis tidak tepat.

AMR menimbulkan ancaman kesehatan global yang signifikan bagi populasi di seluruh dunia. Dengan pertumbuhan perdagangan dan perjalanan global, mikroorganisme yang resisten dapat menyebar dengan sangat cepat sehingga tidak ada negara yang aman.

Bahaya resistensi antimikroba berkaitan erat dengan perilaku pencegahan dan pengobatan, sistem keamanan produksi pangan dan lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan ''One Health'' diperlukan untuk mengatasi kompleksitas pengendalian kejadian resistensi antimikroba.

Baca juga : Program DDP Frisian Flag Libatkan 20 Ribu Peternak Sapi

Dalam perkembangan kesehatan global saat ini, kejadian resistensi antimikroba tidak lagi hanya dilihat sebagai masalah yang berdiri sendiri tetapi juga terkait dengan berbagai sektor seperti kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan (termasuk perikanan dan akuakultur), rantai makanan, pertanian dan sektor lingkungan.

Kalsum menjelaskan, strategi pengendalian resistensi antimikroba yang sudah dilakukan di Indonesia adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman resistensi antimikroba, melakukan peningkatan pengetahuan dan bukti ilmiah melalui surveilans. Saat ini, ada 20 rumah sakit yang terpilih untuk melakukan surveilans antimikroba yang terdiri dari rumah sakit umum pemerintah pusat dan RSUD.

Upaya selanjutnya, adalah  pengurangan infeksi melalui sanitasi hygiene, optimalisasi pengawasan dan penerapan sanksi jika peredaran dan penggunaan antimikroba tidak sesuai standar, serta peningkatan investasi melalui penemuan obat, metode diagnostic, dan vaksin baru.

Sektor perikanan dan budidaya pun rentan berisiko terjadi resistensi antimikroba. Dirjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Haeru Rahayu mengatakan, untuk bisa memelihara ikan, memelihara udang, memelihara komoditas lainnya dibutuhkan upaya untuk menjaga kesehatannya.

Sementara untuk menjaga kesehatannya belum bisa lepas dari penggunaan obat baik itu yang sifatnya herbal maupun yang sifatnya kimiawi.

Baca juga : Tempat Hiburan Malam Bandel, Langgar Aturan

“Salah satunya kita masih menggunakan antimikrobial seperti jenis-jenis antibiotik. Ini yang sedang kita coba kendalikan untuk penggunaannya supaya lebih bijak, supaya tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,'' katanya.

Ia melanjutkan, dampak penggunaan antimikroba yang tidak terkendali kemudian dilepas ke alam atau ke lingkungan, maka ini bisa berpengaruh secara tidak langsung.

“Saya beserta jajaran terus memotivasi teman-teman, memotivasi pembudidaya untuk tetap bijak menggunakan antibiotik,” ucap Haeru.

Pengendalian AMR di bidang hewan juga perlu diperhatikan. Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nuryani Zainuddin mengatakan, Kementerian Pertanian sudah mengeluarkan berbagai regulasi pengendalian di sektor kesehatan hewan.

Secara tegas pada undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 51 ayat 3 menyebutkan setiap orang dilarang menggunakan obat hewan tertentu pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia.

Baca juga : WHO: 500 Ribu Kematian Akibat Covid Hantui Eropa Di Awal 2022

Selain itu dalam Permentan nomor 14 tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan pada pasal 4 disebutkan obat hewan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dilarang digunakan pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia.

Pihaknya juga telah melakukan surveilans pada populasi umum unggas broiler, survei di provinsi sumber produksi unggas broiler, dan pengembangan sistem surveilans AMR pada bakteri patogen unggas petelur.

“Perlu diperkuat pengawasan bersama. Pada rantai distribusi antimikroba dari produsen sampai dengan konsumen harus diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan antimikroba,” kata Nuryani. [MFA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.