Dark/Light Mode

Setelah Akui 12 Pelanggaran HAM Berat

Jokowi Tak Berhenti Di Kata-kata

Selasa, 17 Januari 2023 07:46 WIB
Presiden Jokowi. (Foto: Ist)
Presiden Jokowi. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengakuan Presiden Jokowi atas 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu, tak berhenti di kata-kata saja. Buktinya, dalam waktu dekat ini, Jokowi akan segera menemui korban hingga keluarganya, baik di dalam maupun di luar negeri.

Keseriusan Jokowi itu disampaikan usai dirinya menggelar pertemuan dengan Komnas HAM, di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin. Jokowi menegaskan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat ini, di periode kepemimpinannya. Meskipun penyelesaiannya ditempuh melalui mekanisme non-yudisial.

Menko Polhukam Mahfud Md yang ikut mendampingi Presiden dalam pertemuan itu, menyampaikan beberapa hal yang akan dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan 12 pelanggaran HAM berat. Salah satunya, yakni menemui korban hingga keluarganya, baik di dalam maupun luar negeri.

Di dalam negeri, Jokowi direncanakan akan ke Aceh dalam waktu dekat. Salah satu daerah yang paling banyak terjadinya pelanggaran HAM. Di Tanah Rencong itu, ada 3 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Jokowi, yakni peristiwa Simpang KKA atau dikenal juga sebagai tragedi Krueng Geukueh tahun 1999. Lalu, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989. Terakhir, peristiwa Jambo Kepok tahun 2003.

Selain ke Aceh, Jokowi juga akan berkunjung ke Lampung. Tepatnya di Dusun Talangsari yang merupakan tempat terjadinya peristiwa Talangsari tahun 1989.

"Mungkin dalam waktu dekat Presiden akan berkunjung ke Aceh, Talangsari, dan di luar negeri," kata Mahfud, di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.

Baca juga : PBB Ikut Senang

Sementara di luar negeri, Jokowi akan menemui korban pelanggaran HAM termasuk keluarganya yang kini tinggal di Eropa Timur. Karena korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat ini terpencar di berbagai negara benua Eropa, rencananya, kata Mahfud, pemerintah akan mengundang para korban berkumpul di salah satu negara.

"Nanti mungkin akan dikumpulkan di Jenewa atau Amsterdam atau di Rusia atau di mana. Pak Menkumham (Yasonna Laoly) bersama Bu Menlu (Retno Marsudi) dan saya ditugaskan untuk menyiapkan hal itu, sehingga nanti pesannya juga ada di luar negeri dan tim ini tidak main-main," jelasnya.

Selain mengunjungi korban, kata Mahfud, Jokowi juga mengeluarkan Instruksi Presiden atau Inpres yang akan ditujukan ke 17 kementerian dan lembaga.

Mahfud juga menyebut ada 12 jenis tindakan lainnya yang akan dilakukan oleh Presiden untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat ini. Termasuk membentuk satgas baru yang akan mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan dari setiap rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu atau PPHAM.

"Ini semuanya masih dirancang, mungkin tidak akan lewat dari akhir Januari ini nanti sudah diumumkan oleh Presiden," ucapnya.

Lalu bagaimana dengan kasus pelanggaran HAM yang diselesaikan lewat jalur yudisial? Mahfud mengatakan, Presiden akan tetap memberi perhatian penuh dan meminta Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Komnas HAM. Menurutnya, penyelesaian yudisial memiliki jalur tersendiri dan berbeda dengan penyelesaian non-yudisial yang sifatnya lebih kepada sisi kemanusiaan dengan memperhatikan korban."Yudisial itu mencari pelakunya. Jadi antara korban dan pelaku kita bedakan, yang pelaku ya ke pengadilan sejauh itu bisa dibuktikan tinggal buktinya seberapa banyak bisa kita kumpulkan," jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Baca juga : Hak Korban Dipulihkan Tapi Proses Hukum Pelaku Dipertanyakan

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengungkap, ada sekitar 6.000 korban pelanggaran HAM berat yang sudah terverifikasi. Atnike mengatakan jumlah sesungguhnya lebih besar dari angka tersebut.

"Di Komnas HAM sendiri hingga saat ini ada 6.000 lebih sedikit berkas korban pelanggaran HAM berat yang sudah diverifikasi oleh Komnas HAM dan itu sudah diberikan kepada korban. Tentu kita bicara jumlah korban yang jauh lebih besar dari 6.000 itu," kata Atnike usai bertemu dengan Presiden.

Atnike tidak mengetahui pasti jumlah korban itu terdiri dari berapa kasus. Namun, dia memastikan angka itu tercatat sejak 1965. "Saya tidak hafal, tapi yang saya tahu dari kasus 1965, kasus penghilangan paksa, kasus Priok," ucapnya.

Atnike menuturkan, Komnas HAM mengeluarkan sekitar 500 surat keterangan pelanggaran HAM berat. Dari laporan itu, Komnas HAM lalu melakukan verifikasi korban dan keluarga.

"Dalam setahun, Komnas HAM itu bisa mengeluarkan kurang lebih 300-500 surat keterangan korban pelanggaran HAM berat. Karena itu melalui verifikasi individual, jadi betul-betul kita cek korbannya, keluarganya," ujarnya.

Ke depan, Komnas HAM mengatakan akan membantu pemerintah dengan mengupayakan verifikasi. Atnike menuturkan Komnas HAM mendukung penuh upaya pemulihan korban pelanggaran HAM berat.

Baca juga : Satu Abad NU, Pesan Jokowi: Gunakan Seni Budaya Sebagai Dakwah

"Maka ke depan Komnas HAM salah satu komitmen kami untuk mendukung tindak lanjut upaya-upaya pemulihan bagi korban, kami siap mendukung pemerintah untuk upaya-upaya verifikasi korban agar mereka mendapatkan status yang resmi dan mendapatkan haknya," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menghargai langkah yang diambil oleh Presiden Jokowi dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. “Meskipun ada yang tidak sesuai dengan harapan keluarga korban. Apalagi ini penyelesaiannya kan non-yudisial," kata Nasir, dalam perbincangan, tadi malam.

Meskipun menghargai, politisi PKS asal Aceh ini, mengaku tidak bisa berharap banyak. Ia berharap penyelesaian lewat jalur non-yudisial ini bukan sasaran utama, tapi sasaran antara.

"Ini masih belum memuaskan dari keluarga korban. Karena itu kita berharap ini bukan sasaran utama, setelah ini selesai, buku ditutup kemudian kita melupakannya. Ini kita harapkan bisa jadi sasaran antara agar negara bisa bekerja untuk merealisasikan harapan korban," tegasnya.

Ia mengaku belum tahu persis bagaimana pendekatan penyelesaian non-yudisial yang akan dijalankan pemerintah. Ia masih menunggu realisasi tanggal mainnya. "Mudah-mudahan ini bukan politik, tapi benar-benar penegakan HAM. Apalagi ini mendekati tahun politik," pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.