Dark/Light Mode

Atasi Persoalan Sampah, KLHK Ajak Masyarakat Bikin Kompos Mandiri

Minggu, 26 Februari 2023 21:15 WIB
Menteri LHK saat membuka gerakan Hari Kompos atau Compos Day, di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/2). (Foto: Humas KLHK)
Menteri LHK saat membuka gerakan Hari Kompos atau Compos Day, di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/2). (Foto: Humas KLHK)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan gerakan Hari Kompos atau Compost Day, Minggu (26/2).

Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023, yang mengambil tema "Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat".

Kegiatan yang dipusatkan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat ini, dibuka Menteri LHK Siti Nurbaya. Gerakan membuat kompos ini juga dilakukan serentak bersama-sama dengan masyarakat di beberapa daerah.

"Melalui momentum Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023, saya ingin mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan kegiatan pengomposan yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia, dengan tujuan mengubah mindset kita dalam mengelola sampah, khususnya sampah organik yang berasal dari sisa makanan,” ujar Menteri Siti.

Menteri Siti menyampaikan pentingnya kegiatan ini dalam upaya menyelesaikan masalah persampahan secara tuntas, sesuai dengan tema HPSN 2023.

Dia menyatakan, penuntasan masalah sampah di Indonesia perlu dilakukan secara sistematis. Dibutuhkan peran serta masyarakat untuk mendorong gerakan daur ulang sampah. Salah satunya, dengan membuat pupuk kompos menggunakan bahan sisa makanan.

Baca juga : Hari Peduli Sampah Nasional, BNI Beri Bantuan Peralatan Pos Pandai

Composting atau membuat kompos dari sampah organik, merupakan aktualisasi paradigma baru dalam pendekatan penanganan persampahan.

"Metode kompos dapat membuat sampah menjadi berkah, atau dengan kata lain menjadikan sampah sebagai bahan bernilai ekonomi secara langsung maupun tidak langsung, atau dapat disebut sebagai bagian dalam pendekatan ekonomi sirkuler," ungkap Menteri Siti.

Dia menerangkan, kompos telah dikenal masyarakat selama puluhan tahun dan dipakai secara konvensional di berbagai tempat, di desa atau di kota, yaitu menjadi pupuk organik. Sampah bekas makanan, sayuran dan sebagainya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk bagi tanaman.

Hal ini sudah ada dan melekat dalam kehidupan keseharian, meski orientasi sampah organik menjadi pupuk belum konsisten dilakukan.

Dalam prakteknya, membuat pupuk kompos sangat penting karena kompos dapat menyuburkan tanah, menambah kandungan organic matter pada tanah soi.

Serta, akan meningkatkan water holding capacity butir-butir tanah, yang berguna bagi kesuburan tanah melalui perbaikan tekstur dan struktur tanah.

Baca juga : GMC Banten Ajak Masyarakat Berbudi Daya Ikan Nila Sistem Bioflok

Kandungan humus menandakan tanah yang sangat subur karena terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat, sebagai sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengalami perombakan oleh organisme dalam tanah, stabil dan berwarna coklat kehitaman.

Sebagai gambaran, lapukan kurang lebih selama 100 tahun akan membentuk lapisan atas tanah atau top soil kira-kira setebal 1 cm, atau kadang disebut juga sebagai humus.

Dalam tekstur tanah, pengendapan lapukan tersebut membentuk silty yang sangat subur. Menteri Siti mengharapkan seluruh masyarakat di Indonesia dapat memilah dan mengolah sampah organik yang berasal dari rumah tangga secara mandiri.

Jika seluruh masyarakat Indonesia melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahunnya secara mandiri di rumah, maka 10,92 Juta ton sampah organik tidak dibawa ke TPA, dan dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 6,834 juta ton CO2eq.

"Kompos itu mudah dan bermanfaat, jangan takut untuk mulai mengompos, karena mengompos itu tidak sulit dan hanya memerlukan kemauan untuk mencoba," pesan Menteri Siti.

Berdasarkan data dari daerah yang dihimpun oleh KLHK tahun 2022, jumlah timbulan sampah di Indonesia sebesar 68,7 juta ton/tahun dengan komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, khususnya sampah sisa makanan yang mencapai 41,27 persen.

Baca juga : Jokowi Ingatkan Gubernur, Jangan Sampai Dana Masyarakat Rp 690 T Masih Ngendon Di Bank

Kurang lebih 38,28 persen dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga. Selain itu, sampah organik juga merupakan kontributor terbesar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik.

Berdasarkan data KLHK Tahun 2022 juga bahwa sebanyak 65,83 persen sampah di Indonesia masih diangkut dan dibuang ke landfill.

Sampah organik sisa makanan yang ditimbun di landfill tersebut akan menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memiliki kekuatan lebih besar dalam memerangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO2).

Kondisi tersebut mempertegas bahwa pengelolaan sampah organik, khususnya sampah sisa makanan adalah penting dan perlu menjadi perhatian utama.

Dalam upaya mencapai target Zero Waste sudah saatnya masyarakat meninggalkan pendekatan atau cara kerja lama kumpul-angkut-buang yang menitikberatkan pengelolaan sampah di TPA.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.