Dark/Light Mode

Digarap Kasus Suap Meikarta, Aher Dicecar Soal BKPRD

Selasa, 27 Agustus 2019 20:41 WIB
Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/8). (Foto; Tedy Kroen/Rakyat Merdeka)
Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/8). (Foto; Tedy Kroen/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka -
Bekas Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher hari ini menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus suap proyek Meikarta, untuk tersangka Iwa Karniwa, eks Sekda Jawa Barat. Diperiksa selama 3,5 jam, politikus PKS ini dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait fungsi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). 

"Tadi ditanya fungsinya BKPRD, saya katakan fungsinya adalah memberi rekomendasi atas izin atau non izin ya sebelum izin tersebut diproses lebih lanjut oleh Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)," tutur Aher di Gedung KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (27/8).

Kepada penyidik, Aher menjelaskan, sebelum izin yang berkaitan dengan tata ruang dikeluarkan oleh DPMPTSP, harus ada rekomendasi terlebih dahulu dari BKPRD. Awalnya, BKPRD dibentuk dan diketuai Iwa Karniwa yang kemudian diganti oleh Wagub Jabar saat itu, Deddy Mizwar. Tapi kemudian, pada awal tahun 2018 BPRN atau Badan Penata Ruang Nasional, bubar. 

"Nah kemudian BKRPD ditawarkan, mau bubar atau diserahkan ke dinas terkait. Nah kami memilih diserahkan ke dinas terkait," terang Aher.

Baca juga : Dua Kartu Merah, Atletico Menang Tipis

Tugas itu kemudian langsung diserahkan ke Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi. "Makanya ketika saya ditanya tentang proses RDTR kabupaten Bekasi yang ditetapkan atau yang sudah disepakati oleh Bupati dan oleh DPRD, saya katakan, saya tidak tahu proses itu sama sekali," tegasnya. Bahkan, Aher bilang, tanda tangan rekomendasi pun dilakukan oleh Kepala Dinas, bukan oleh dirinya.

Sebelumnya, pada Jumat (23/8) pekan lalu, penyidik  memeriksa Deddy Mizwar. Usai menjalani pemeriksaan, Deddy mengaku pemeriksaannya tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Dalam kasus ini, Deddy juga pernah dimintai keterangannya untuk eks Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan lainnya. 

"Jadi intinya adalah memperdalam BAP (berita acara pemeriksaan) saya yang pertama dengan tersangka bupati dan kawan-kawan. Kali ini dengan tersangka pak Iwa," ungkap Deddy. 

Penyidik, kata Deddy, juga masih mendalami hasil-hasil rapat di BKPRD. "Jadi ada keputusan-keputusan BKPRD yang dikaji kembali, ditanyakan kembali dan beberapa surat yang saya juga baru tahu ya, konfirmasi tentang hal-hal tersebut," tutur Deddy.

Baca juga : Digarap 5 Jam, Taufik Hidayat Dicecar Soal Menpora

Dia mengakui, rancangan peraturan daerah (Raperda) tata ruang dari Pemkab Bekasi untuk proyek pembangunan Meikarta bermasalah. Meikarta baru mengantongi izin pembangunan di atas lahan seluas 84,6 hektar.

"Kan sudah selesai (proses perizinannya). Yang 84,6 hektar sudah selesai, dan itu hak mereka. Yang jadi persoalan kan Raperda. Raperda perubahan tata ruang," tutur Deddy.

KPK sejauh ini memang tengah menelisik peran-peran dari pihak lain yang ikut menikmati suap Meikarta tersebut. Berdasarkan temuan-temuan dan sejumlah fakta persidangan, ditengarai adanya unsur legislator yang ikut bermain dalam proyek ini.

"Dari fakta-fakta yang ada, kami duga masih ada pihak lain yang menerima aliran dana. Ataupun masih ada pihak lain yang diduga berperan dalam konstruksi perkara ini," beber Juru Bucara KPK Febri Diansyah. 

Baca juga : Kasus Suap Kemenpora, Eks Pebulutangkis Taufik Hidayat Digarap KPK

Iwa ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini lantaran meminta duit senilai Rp 1 miliar kepada Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili terkait pengurusan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Diketahui, RDTR itu menjadi bagian penting untuk mengurus proyek pembangunan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi. 

Iwa diduga melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang  31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [OKT]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.