Dark/Light Mode

Soal UU KPK

Mahfud MD, Lain di Luar Lain di Dalam

Rabu, 6 November 2019 08:02 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD menjawab wartawan mengenai penerbitan Perppu KPK, di Jakarta, Selasa (5/11). (Foto: Kemenko Polhukam)
Menko Polhukam Mahfud MD menjawab wartawan mengenai penerbitan Perppu KPK, di Jakarta, Selasa (5/11). (Foto: Kemenko Polhukam)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sikap Mahfud MD soal Perppu KPK sudah berubah. Saat masih di luar kabinet, Mahfud menjadi pihak yang ikut mendorong Presiden menerbitkan Perppu. Kini, setelah menjadi Menko Polhukam, sikapnya berubah. 

Dia angkat tangan soal Perppu KPK dan melempar masalah itu ke Presiden. Kepada media, Mahfud sebenarnya masih mengaku, mendukung penerbitan Perppu KPK. Namun, yang punya kewenangan menerbitkan Perppu adalah Presiden Jokowi. 

Dirinya tak boleh bertentangan dengan sikap Presiden. Atas hal itu, dia meminta publik tak berharap ke dirinya untuk penerbitan Perppu itu. “Nggak ada gunanya berharap di saya. Wong saya bukan pemegang kewenangan,” ujar Mahfud, di Kantor Menko Polhukam, kemarin. 

Dia mengingatkan, seorang menteri tidak boleh punya visi sendiri. Semua sikap menteri harus sesuai visi Presiden. 

Dia pun tidak bisa mendorong-dorong Presiden untuk menerbitkan Perppu. Kata Mahfud, sebelum pembentukan kabinet, dirinya sudah menyampaikan kepada Presiden, ada tiga alternatif untuk membatalkan UU KPK. Ketiganya adalah legislative review, judicial review, dan Perppu. 

“Kita sudah menyatakan pendapat pada waktu itu. Sekarang sudah jadi menteri, masa mau menentang itu,” tutur eks Ketua MK itu.

“Saya mendukung Perppu. Bahwa Presiden tidak, kita tidak bisa maksa. Termasuk yang tidak setuju, tidak bisa maksa. Itu aja,” imbuhnya. 

Dia meminta masyarakat menghargai sikap Presiden Jokowi yang merasa belum perlu menerbitkan Perppu KPK lantaran menunggu proses judicial review di MK. Nantinya, putusan MK itu akan dipelajari. 

Baca juga : Soal Sawit, India Minta Barter Sama Beras Dan Gula

“Menurut Presiden, ya rasanya etika bernegara kurang. Orang sudah judicial review, terus kita timpali Perppu,” terang Mahfud. 

Mahfud mengingatkan, terbit atau tidaknya Perppu, negara ini harus berjalan. Masih ada Kejaksaan Agung dan Polri yang bisa diperkuat.

Selain itu, Mahfud mengatakan, KPK tetap bisa diperkuat melalui pemilihan Dewan Pengawas yang berkualitas. Itu bisa mendorong komisi antirasuah itu menangani kasus besar. 

“Itu sisa yang tersedia. Masih terbuka kemungkinan itu. Nanti kita lihat perkembangannya,” tandasnya. 

Terpisah, mantan Rektor UIN Jakarta Azyumardi Azra menuturkan, ucapan yang dilayangkan Mahfud MD di depan Presiden Jokowi dan media, berbeda. 

Dilansir dari channel You tube Realita TV yang dipublilasi Senin kemarin, Azra menceritakan pertemuan 39 tokoh dengan Jokowi di Istana saat awal-awal revisi UU KPK disahkan. 

Azra dan memang ikut dalam pertemuan itu. Saat itu, kata Azra, Presiden membicarakan tiga hal.

Pertama soal Karhutla, kemudian sejumlah RUU yang ditariknya, dan UU KPK hasil revisi. Ada delapan orang yang menanggapi UU KPK hasil revisi. Semuanya sepakat, UU itu melemahkan KPK. Mereka mengusulkan Presiden menerbitkan Perppu. 

Baca juga : Soal UU KPK, Mahfud MD: Hormati Apa Pun Keputusan Presiden 

“Termasuk pak Mahfud MD?” tanya pembawa acara Rahma Sarita. “Iya. Cuma Pak Mahfud ini, ketika di dalam dengan pada waktu memberikan keterangan pers berbeda,” jawab Azra. 

Di dalam pertemuan, cerita Azra, Mahfud menekankan pentingnya Presiden segera menerbitkan Perppu KPK. Tetapi di luar, dia mengeluarkan beberapa alternatif selain penerbitan Perppu untuk “menghadapi” UU KPK baru. Salah satunya, judicial review.

Padahal dalam pertemuan, para tokoh sudah menyampaikan kepada Presiden, opsi terbaik adalah menerbitkan Perppu KPK. Alasannya, judicial review memakan waktu lama. 

Keputusannya belum tentu sesuai keinginan masyarakat. Bisa saja MK menolaknya karena yang diuji adalah konstitusional tidaknya undang-undang tersebut. Bukan soal pemberantasan korupsinya. 

“Jadi, keterangan Pak Mahfud, dalam tanda kutip, membuat mentah lagi kesepakatan supaya Presiden mengeluarkan Perppu KPK itu,” beber Azra. 

Setelah jadi Menko Polhukam, Azra melihat Mahfud menggampangkan soal Perppu KPK itu dan melemparkan bolanya kepada Presiden Jokowi. “Jadi dia lepas tangan,” tandasnya. 

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, ikut bicara. Dia menekankan, Presiden Jokowi menghormati judicial review atas UU KPK ke MK.“Kita menghormatinya apabila diuji materi,” ujar Fadjroel, di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, kemarin. 

Dia menegaskan, pemerintah menghormati peraturan perundang-unda ngan yang ada, termasuk UU KPK yang baru. Fadjroel mengingatkan, jika ada keberatan, sudah disediakan forum legal untuk menyelesaikan persoalan. 

Baca juga : Lewat MK Saja, Jangan Paksa Jokowi Terbitkan Perppu

Dia mencontohkan, jika pers tersandung masalah, ada Dewan Pers sebagai forum legal untuk menyelesai kannya. Nah, kalau Undang-Undang, forum legalnya adalah MK. 

“Itu sebenarnya hadiah dari reformasi. Semua perselisihan dalam kehidupan bernegara, sosial, semuanya ditempatkan di forum yang bisa menyelesaikan secara beradab,” imbuhnya. 

Fadjroel mengakui, Presiden pernah menyatakan mempertimbangkan Perppu KPK. Menurut Fadjroel, “mempertimbangkan” bisa banyak nuansanya.

“Mempertimbangkan itu termasuk, apabila ada upaya uji materi di dalamnya, itu bagian dari mempertimbangkan bahwa peraturan perundang-undangan itu tetap harus dihormati,” urai dia. 

Intinya, Pemerintah menghormati peraturan perundang-undangan, yang dihasilkan bersama DPR dan Pemerintah. “Kalau terjadi perselisihan di dalamnya, kita mendorong masuk ke forum legal,” tandasnya. [OKT]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.