Dark/Light Mode

Ekonomi Mentok 5 Persen

Jokowi Pasrah dan Bersyukur

Jumat, 29 November 2019 06:33 WIB
Presiden Jokowi (kanan) saat membuka acara Kongres Notaris Internasional di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (28/11). (Foto: Randy Tri Kurniawan/Rakyat Merdeka)
Presiden Jokowi (kanan) saat membuka acara Kongres Notaris Internasional di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (28/11). (Foto: Randy Tri Kurniawan/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Jokowi memprediksi, pertumbuhan ekonomi kita tahun ini mentok di angka 5,04 sampai 5,05 persen. Angka ini di bawah target pemerintah, sebesar 5,3 persen. Mendapati kondisi ini, Jokowi pasrah sekaligus bersyukur. Pasrah karena tidak bisa mencapai target. Bersyukur karena kondisi Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara-negara lain.

Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam pembukaan Kompas 100 CEO Forum, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, kemarin. Acara ini dihadiri CEO perusahaan-perusahaan top. Jokowi datang ke acara ini didampingi Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto; Mendikbud, Nadiem Makarim; dan Seskab, Pramono Anung. Jokowi menerangkan, mentoknya pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5 persen lantaran kondisi global yang masih penuh ketidakpastian. Bahkan, menurut IMF dan Bank Dunia, kondisi ini akan terus berlanjut hingga tahun depan.

Atas hal ini, Jokowi minta para CEO dan juga masyarakat luas, agar capaian 5 persen ini tetap disyukuri. Apalagi posisi Indonesia saat ini itu jauh lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Ia mencontohkan, di antara negara-negara anggota G20, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di ranking 3. Cuma kalah dari China dan India.

“Ini yang patut kita syukuri. Dan (pertumbuhan Indonesia lebih tinggi dari negara lain) sering kita lupakan. Sehingga rasa optimisme ini harus terus kita tebar,” kata Jokowi.

Baca juga : Besok Menteri BKS Temani Jokowi Tinjau Pelabuhan Patimban

Menurut Jokowi, kondisi perekonomian di semua negara saat ini masih tertekan kondisi eksternal. Seperti oleh perang dagang, masalah di Amerika Latin, Brexit, masalah di Timur Tengah, hingga masalah di Hong Kong yang tak kunjung usai. Meski demikian, Jokowi berpandangan, jika Indonesia konsentrasi menghadapi tantangan-tantangan internal, ia yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin baik.

Jokowi lalu menceritakan hasil pertemuannya dengan Direktur Pelak sana IMF, Kristalina Georgieva. IMF dan Bank Dunia memprediksi kondisi ekonomi global tahun depan masih bisa turun lagi karena persoalan-persoalan tadi yang belum bisa diselesaikan. Dari hasil pertemuan itu, Georgieva mewantiwanti agar berhati-hati dalam menyikapi kondisi perekonomian global.

Selain itu, Georgieva menyarankan agar Indonesia menerapkan kebijakan fiskal yang lebih bijaksana. “Saya setuju fiskal harus prudent. Karena APBN hanya mempengaruhi kurang lebih 14 persen. Artinya, 86 persen baik perputaran uang dan ekonomi itu berada di sektor swasta, termasuk BUMN,” ungkapnya.

Tak hanya fiskal, pemerintah juga lebih berhati-hati dalam menentukan rasio defisit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun ini, dalam APBN rasio defisit terhadap PDB dipasang di angka 1,9 dengan kemungkinan bergerak di kisaran 2. “Tahun depan, kita memasang di angka 1,7, tetapi mungkin juga bergerak. Paling tidak semuanya masih prudent di bawah angka 2,5-3,” ucap Jokowi.

Baca juga : Genjot Ekonomi BIMP-EAGA Lewat Kolaborasi Pengusaha dan Pemda

Jokowi juga berbicara masalah penanganan kemiskinan. Di tema ini, Jokowi cukup bangga. Lima tahun lalu, kemiskinan di Indonesia berada di angka 11,2 persen. Kini telah turun menjadi 9,496 persen. “Kemudian juga tingkat ketimpangan, rasio gini kita juga bisa kita setop dan kita turunkan meskipun juga tidak bisa drastis. Tetapi, dari angka 0,408 di 2015 bisa kita turunkan berada pada angka 0,38. Ini terus akan kita jaga agar berkurang terus ketimpangan kita,” tandasnya.

Mentoknya pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen itu memang tidak aneh. Hasil kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef), ada tiga tantangan domestik yang menghalangi laju perekonomian di Tanah Air. Pertama, persoalan defisit neraca transaksi berjalan. Kedua, menurunnya laju ekspor dan investasi yang disertai stagnasi peringkat kemudahan berusaha. Ketiga, mengalirnya dana jangka pendek atau hot money ke negara berkembang yang membuat perekonomian justru semakin rentan. Menurut riset tersebut, ancaman resesi ekonomi ke dalam negeri mayoritas akan berasal dari efek keberlanjutan dari sektor perdagangan ketimbang sektor finansial yang ditandai dengan semakin banyaknya dampak dari perang dagang AS-China.

Untuk mengejar target pertumbuhan, pengamat ekonomi Indef, Bhima Yudhistira, menyarankan pemerintah untuk memanfaatkan perkembangan perusahaan rintisan atau startup. Sebab, konsumsi dalam negeri saja dinilai tidak lagi dapat diandalkan sebagai mesin penggerak perekonomian.

“Kalau ingin pertumbuhannya tidak hanya 5 persen, yang startup ini yang harusnya ditingkatkan,” kata Bhima di Jakarta, kemarin.

Baca juga : Jokowi Janjikan Bonus Khusus

Bhima mengungkapkan, Indonesia mempunyai startup besar. Bahkan menduduki peringkat empat di dunia. Hal ini perlu dimanfaatkan untuk sesuatu yang produktif, agar bisa memunculkan pengusaha-pengusaha baru. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.