Dark/Light Mode

Beda Dengan 98, BI: Anjloknya Rupiah Tak Akan Bikin Krisis Ekonomi

Kamis, 26 Maret 2020 15:44 WIB
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. (Foto: ist)
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Nyungsepnya rupiah hingga mencapai Rp 16.550 per Dollar AS membuat kekhawatiran krisis ekonomi 1998 dan 2008 bakal terulang. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menampik kekhawatiran itu. 

"Kondisinya sangat-sangat berbeda dengan krisis 2008 apalagi krisis Asia pada 1997-1998," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers melalui streaming di Jakarta, Kamis (26/3). 

Anjloknya rupiah saat ini, menurut Perry, hanya sekitar 12 persen. Beda dengan tahun 1998 yang lonjakannya mencapai delapan kali lipat. 

Baca juga : Perangi Covid-19, Iran Keluhkan Sanksi Ekonomi AS

"Mohon maaf, yang membandingkan nilai tukar rupiah sekarang dengan saat krisis 1998, bahwa dulu itu rupiah naik ke Rp 16 ribu dari yang awalnya Rp 2.500 (per dolar AS). Naiknya hampir 8 kali lipat. Sementara yang sekarang, ke Rp 16 ribu itu dari Rp 13.800 dengan tingkat pelemahan sekitar 12 persen, tapi jauh lebih kecil dari kondisi dulu," imbuhnya. 

Kondisi saat ini juga tidak bisa disamakan dengan krisis finansial 2008 yang terjadi akibat kolapsnya sistem keuangan di AS dan Eropa. "Krisis global waktu itu terjadi karena subprime mortgage yang menjadi default, sehingga menyebabkan kepanikan di pasar keuangan AS dan Eropa," urai Perry. 

Sementara kondisi sekarang lebih dipengaruhi oleh kepanikan pasar keuangan global di AS dan Eropa dalam menyikapi pandemi virus corona. "Yang terjadi sekarang pandemi Covid-19, eskalasinya sangat cepat luar biasa di AS dan Eropa. Di Italia jumlah kematian bahkan lebih tinggi dari China," kata Perry.

Baca juga : Angkasa Pura I Terapkan Sistem Kerja Dari Rumah

Kondisi itu membuat investor asing mengalami kepanikan dan menarik aset mereka keluar. Namun, kepanikan yang terjadi selama dua minggu terakhir mulai reda, seiring dengan adanya stimulus fiskal dalam jumlah besar dari AS dan Jerman. "Saya tidak mengatakan ini sudah berakhir, tapi lebih mereda dari minggu lalu," tutur Perry. 

Dia juga memastikan kondisi perbankan nasional jauh lebih kuat dibandingkan posisi tahun 1998 dan 2008 dengan rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 23 persen dan kredit bermasalah (NPL) 2,5 persen. Langkah-langkah kebijakan ekonomi Tanah Air juga cukup baik melalui kebijakan fiskal, moneter, dan koordinasi di tingkat KSSK. 

BI akan terus memperkuat kebijakannya untuk memitigasi dampak corona kepada stabilitas ekonomi dan pasar keuangan Indonesia.

Baca juga : Menpora Ingin Indonesia Marathon 2020 Galakkan Sport Tourism

"Kami menekankan kembali BI akan menggunakan berbagai instrumen moneter, pasar, dan lainnya untuk bersama koordinasi Kementerian Keuangan, OJK, LPS dan lainnya untuk stabilisasi dampak negatif covid-19," tutup Perry. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.