Dark/Light Mode

BPOM Dorong Pengumpulan Bukti Empiris Khasiat Jamu Nusantara

Jumat, 10 September 2021 01:35 WIB
BPOM gelar webinar bertajuk Mengenal Jamu Nusantara: Ekspolorasi Obat Tradisional Berbahan Alami Indone Rabu (8/9).
BPOM gelar webinar bertajuk Mengenal Jamu Nusantara: Ekspolorasi Obat Tradisional Berbahan Alami Indone Rabu (8/9).

RM.id  Rakyat Merdeka - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendorong kearifan lokal dalam rangka pengobatan berdasarkan etnis atau budaya masyarakat yang dikenal sebagai etnomedisin, perlu untuk dijaga dan dilestarikan. 

Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Reri Indriani dalam webinar bertajuk Mengenal Jamu Nusantara: Ekspolorasi Obat Tradisional Berbahan Alami Indonesia yang digelar Rabu (8/9). 

"Dokumentasi ramuan etnomedisin adalah hal penting sebagai data bukti keamanan jamu nusantara secara empiris. Kelemahan dari keanekaragaman sumber daya alam adalah dokumentasi atau pembuktian empiris," kata Reri melalui keterangannya Kamis (9/9). 

Reri menjelaskan, BPOM ingin mengawal potensi kearifan lokal setiap daerah di Indonesia. Di sisi lain, BPOM juga memiliki tanggung jawab kepada masyarakat untuk menjamin keamanan produk obat dan makanan. 

Dia mengatakan webinar tentang jamu nusantara hari ini adalah bagian dari rangkaian napak tilas jejak empiris obat tradisional yang diinisasi BPOM untuk mendapatkan data dukung empiris atau bukti keamanan jamu nusantara. 

"Kami kadang-kadang dilematis di BPOM, kadang UMKM mendaftarkan produk dengan klaim memelihara kesehatan pencernaan, tetapi setelah kami telusuri ternyata data dukung empiris tidak ada. Padahal di wilayah tertentu, ramuan tersebut sudah sangat dikenal, digunakan, dan dipercaya masyarakat," kata Reri. 

Baca juga : Pemprov Jateng Luncurkan Bus Vaksin Jangkau Remot Area

Reri mengatakan, BPOM mulai awal 2021 berfokus kembali untuk mengumpulkan berbagai dokumen empiris dari kearifan lokal Indonesia lewat seluruh 33 balai dan 40 loka. 

Dari hasil penelusuran, setiap wilayah di Indonesia memiliki kekhasan kearifan lokal, misalnya Pulau Jawa yang sangat kental dengan ramuan jamu dari rempah-rempah seperti jahe, temulawak, sambiloto, kunyit, dan lainnya. 

Semua rempah tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat, mulai dari masa kehamilan, bayi, balita, remaja, sampai usia dewasa. Di wilayah Sumatera, banyak diproduksi aneka minyak gosok dari tanaman lokal. 

Senada di Pulau Bali juga memiliki sangat banyak jamu serta berbagai minyak aromaterapi, minyak balur, lulur tradisional, boreh, minumah loloh, dan sebagainya. 

Sedangkan, wilayah Papua juga mengenal aneka tanaman obat seperti buah merah, sarang semut, atau rimpang Papua (empon-empon). 

Kekayaan kearifan lokal Indonesia juga didukung data Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja) Kementerian Kesehatan pada 2017 yaitu tercatat 23.000 ramuan pengobatan tradisional dan didukung oleh 2.848 spesies tumbuhan yang sudah teridentifikasi sebagai tumbuhan obat tradisional. 

Baca juga : BI Diminta Dorong Pembiayaan Bank Lewat Instrumen Moneter

"Kita tahu bahwa jamu adalah salah satu transformasi nilai tambah rempah untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ditambah, aspek positif back to nature pada kondisi pandemi Covid-19 menyebabkan ledakan permintaan masyarakat pada jamu dan melihat kecenderungan peningkatan kebutuhan yang terjadi di seluruh dunia, tentu kita menangkap potensi ekspornya," ujar Reri. 

Akademisi dari Fakultas Farmasi UGM, Suwijiyo Pramono membenarkan bahwa data empiris adalah bukti dari keamanan jamu nusantara. 

Menurutnya, empiris mengandung pengertian antara lain digunakan lebih dari 3 generasi, telah digunakan masyarakat selama >50 tahun (WHO), dan tercantum dalam buku-buku kuno tentang obat tradisional seperti Primbon Serat Jampi Jawi, buku Heyne, Serat Centini, Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang, Obat Asli Indonesia, Buku Kloppenburg, Usada Bali. 

"Banyak ramuan telah terdaftar di BPOM sejak tahun 1977 artiya sekitar 44 tahun atau lebih dari 30 tahun. Jadi tinggal melakukan inovasi," katanya. 

Sementara itu, pakar etnomedisin dari UKI, Marina Silalahi telah meneliti potensi jamu dari wilayah Sumatera. 

Dia mengakui tanaman obat dan ramuan dari Sumatera belum memiliki bukti-bukti ilmiah yang memadai seperti ramuan dari Pulau Jawa. 

Baca juga : Menkop Dorong Pegawai Jadi Fasilitator Bagi Pelaku KUMKM

"Pengemasan, bukti ilmiah belum semaju di Jawa, oleh karena itu butuh sinergi antara akademisi, masyarakat, maupun pengambil kebijakan sehingga ada hilirisasi dari jamu-jamu di luar Jawa bisa bersaing dengan jamu di Jawa karena penghasilan dari jamu ini menjadi salah satu sumber perekonomian masyarakat," kata Marina. 

Webinar yang digelar secara hibrid diikuti sektiar 1.800 peserta termasuk para pemangku kepentingan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Gabungan Pengusaha Jamu, dan sejumlah praktisi jamu digital. Webinar dipandu oleh pembawa acara Ario Astungkoro. [MFA]


 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.