Dark/Light Mode

Diplomasi Damai, Bos FPCI Usulkan 12 Checklist Penanganan Konflik, Ini Rinciannya

Senin, 17 April 2023 11:08 WIB
Pendiri dan Ketua FPCI Dino Pati Djalal (Foto: YouTube)
Pendiri dan Ketua FPCI Dino Pati Djalal (Foto: YouTube)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pendiri dan Ketua Foreign Community Policy of Indonesia (FPCI) Dino Pati Djalal menyoroti suatu fenomena baru dalam politik luar negeri Indonesia, yaitu diplomasi perdamaian.

Hal itu terlihat dari kunjungan presiden Joko Widodo ke Rusia dan Ukraina, dan juga dalam upaya diplomasi Indonesia untuk menangani konflik atau krisis di Rohingya, Myanmar. Bahkan, di Afghanistan.

"Saya ingin menyajikan suatu kerangka tool of analysis berisi 12 checklist, yang bisa menjadi pedoman bagi juru damai Indonesia, dalam menangani konflik," ujar Dino dalam keterangan video, yang ditayangkan melalui kanal YouTube FPCI.

Kata Dino, tak semua checklist itu perlu. Tapi paling tidak, sebagian harus ada dalam upaya diplomasi perdamaian Indonesia di mana pun dan kapan pun. Juga dalam situasi apa pun.

Berikut rincian 12 checklist untuk penanganan konflik yang dimaksud:

1. Kredibilitas. Patut diketahui, apakah sang juru damai mempunyai reputasi atau prestasi atau niat yang baik, benar, dan tulus untuk membantu menengahi konflik sebagai honest broker.

Contohnya, ketika Sekjen PBB Boutros-Boutros Ghali mendapat kepercayaan menjadi mediator dalam perundingan tiga pihak antara Indonesia dan Portugal, untuk menyelesaikan masalah Timor Timur.

Atau, ketika pemerintah Indonesia dipercaya menjadi mediator/fasilitator dalam perundingan antara pemerintah Filipina dengan pemberontak Moro National Liberation Front (MNLF).

Baca juga : Pasar Kripto Kian Positif, Indodax Luncurkan Fitur Staking, Ini Kegunaannya

"Faktor kunci di sini, para pihak yang berkonflik harus meyakini bahwa sang juru damai mempunyai niat yang baik dan tulus. Bisa bersikap fair dan adil, dalam upaya menengahi konflik," jelas Dino.

2. Akses terhadap semua pihak yang berkonflik. Tanpa akses ini, juru damai tak mungkin bisa menjalankan peran.

Contoh akses di sini adalah ketika pada akhir tahun 1980-an, Menteri Luar Negeri (Menlu) Ali Alatas dapat merangkul semua pihak yang bertikai, saat menjalankan perannya sebagai mediator.

3. Consent, yaitu restu atau persetujuan dari semua pihak yang berkonflik, terhadap peran sang juru damai.

Dino menyebut, consent adalah suatu hal yang mutlak harus ada. Kalau satu saja pihak yang terlibat konflik menolak peran juru damai, maka peran juru damai tersebut otomatis akan kandas.

"Sengketa teritorial Pulau Sipadan Ligitan, misalnya. Itu diselesaikan melalui peran Mahkamah Internasional. Ini hanya bisa terjadi, karena adanya persetujuan dari kedua pihak bertikai, yaitu pemerintah Indonesia dan Malaysia," papar mantan Wamenlu era SBY ini.

4. Timing. Semua konflik ada waktu matangnya untuk bisa diselesaikan. Seringkali, ini tidak bisa dipaksakan.

Contohnya adalah konflik Aceh, yang sudah berlangsung selama 30 tahun. Semua upaya perdamaian yang dilakukan dalam konflik ini, sempat kandas.

Baca juga : Siagakan 14 Rest Area Mobil Listrik Pemudik, Ini Titik Lokasinya

Solusi politik damai baru bisa terjadi, setelah terjadi bencana tsunami di akhir tahun 2004.

Kalau tidak ada bencana tsunami, mungkin tidak akan ada penyelesaian konflik.

5. Entry point. Ini adalah poin, bagaimana sang juru damai dapat mencari dan menemukan pintu masuk dalam proses konflik.

Pemerintah Amerika Serikat (AS), misalnya. Di awal tahun 1960-an, AS berminat menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda mengenai Irian Barat. Tapi, sulit menemukan pintu masuk.

Akhirnya, diplomat AS Ellsworth Bunker yang menjadi negosiator, berhasil menemui pintu masuk tersebut melalui jalur Sekjen PBB, yang menunjuknya sebagai mediator konflik Indonesia - Belanda.

Ellsworth Bunker pun berhasil menemukan solusi damai di Irian Barat.

Dalam konflik MNLF di Filipina, Indonesia juga dapat menemukan pintu masuk penyelesaian konflik melalui jalur Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

6. Konsep peran yang jelas. Gradasi keterlibatan juru damai ini bisa berbeda-beda. Karena itu, perlu ditentukan peran juru damai yang jelas. Apakah sebagai mediator, fasilitator, ajudikator pemain di belakang layar, pembisik, atau hanya berperan untuk aspek tertentu dalam suatu konflik.

Baca juga : Mulai 4 April, TASPEN Salurkan THR Untuk Pensiunan, Begini Ketentuannya...

Misalnya, Sekjen PBB hanya menangani aspek ekspor pangan dalam konflik Rusia-Ukraina.

7. Konsep proses yang jelas. Dino bilang, semua proses perdamaian perlu strategi yang jelas, mengenai proses yang akan dirintis.

Misalnya, dalam bentuk road map langkah-langkah ke depan penyelesaian konflik.

Di Laut China Selatan, misalnya. Sebelum tahun 1990-an, semua negara yang mempunyai klaim terhadap Laut China Selatan, tidak ada yang mau bertemu untuk membahas konflik mereka.

Dalam situasi ini, diplomat Indonesia Hasyim Djalal yang juga ayah Dino, merintis suatu lokakarya informal Laut China Selatan. Dengan mengundang para pejabat negara yang mempunyai klaim di Laut China Selatan, untuk hadir secara informal dalam kapasitas pribadi. Bukan sebagai wakil negara.

Alhasil, untuk pertama kalinya, semua pihak yang bersengketa di Laut China Selatan dapat bertemu dalam satu forum, untuk membahas pertikaian.

Substansi pertemuan itu kemudian menginspirasi deklarasi ASEAN mengenai Laut China Selatan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.