Dark/Light Mode

Sempat Jadi Bestie, Kenapa Negara MSG Tolak Organisasi Benny Wenda Jadi Anggota?

Sabtu, 23 September 2023 00:14 WIB
Sempat Jadi Bestie, Kenapa Negara MSG Tolak Organisasi Benny Wenda Jadi Anggota?

RM.id  Rakyat Merdeka - Menurunnya pengaruh Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda di forum-forum internasional belakangan ini menarik dikuliti. Terutama pasca-harapan Benny Wenda agar ULMWP masuk sebagai anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) ditolak mentah-mentah di KTT MSG akhir Agustus lalu.

Padahal, sebelumnya beberapa negara Melanesia sangat aktif mendukung gerakan separatis yang dimotori Benny Wenda. Seperti Kepulauan Solomon, Fiji hingga Vanuatu.

Upaya tokoh sentral ULMWP yang kandas di KTT MSG ini pun dikuliti habis oleh sejumlah pemerhati dan praktisi hubungan internasional bersama tokoh Papua dalam diskusi daring yang digelar oleh Moya Institute, Jumat (22/9).

Beberapa narasumber yng dihadirkan di antaranya Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjajaran (Unpad) Teuku Rezasyah, Mantan Ketua Komisi I DPR Mahfuz Sidik, Ketua Badan Musyawarah Papua Willem Frans Ansanay dan Pemerhati Isu Strategis dan Global Imron Cotan

Acara ini dibuka langsung oleh Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto dan dipandu oleh Kenia Gusnaeni. Webinar yang berlangsung selama 2 jam lebih ini diberi judul "Upaya Benny Wenda Kandas di KTT Melanesian Spearhead Group (MSG)".

Prof Teuku Rezasyah yang mendapat kesempatan pertama, menyoroti pengaruh Benny Wenda yang selama ini kerap memanfaatkan forum internasional untuk mengemukakan pendapatnya.

Ia juga menyitir salah satu media asing yang menyebut Benny Wenda sebagai lobbyist internasional. Sehingga ia lihai menembus forum-forum internasional, sekecil apapun.

"Walaupun dalam KTT MSG terakhir ditolak harapannya menjadi anggota dari Melanesia Group ini," kata Prof Rezasyah.

Seperti diketahui, penolakan tersebut terjadi setelah KTT MSG sempat diwarnai aksi walk-out delegasi Indonesia yang hadir dalam kapasitas sebagai associated member atau anggota terkait, gara-gara Benny Wenda hendak memanfaatkan forum tersebut untuk berpidato.

"Pidato Beni Wenda ini mengundang rasa tidak etis yang dialami oleh pihak Indonesia, karena dia sudah terkesan berhasil masuk ke dalam inti daripada Melanesia Group ini," sambungnya.

Untuk diketahui, Indonesia masuk sebagai anggota terkait MSG karena punya belasan juta populasi etnis Melanesia. Bahkan terbesar dibandingkan negara lain.

Baca juga : Perempuan Harus Jadi Teladan Penanggulangan Intoleransi dan Radikalisme

Negara lain yang juga menjadi anggota MSG adalah Papua Nugini dan satu organisasi yakni Front De Liberational De Nationale Kanak Et Solcialiste (FLNKS) dari New Caledonia.

Prof Rezasyah berpandangan, Indonesia tidak perlu menghabiskan banyak energi menghadapi pengaruh Benny Wenda di luar negeri. Karena pengaruhnya bisa dinihilkan dengan melakukan pembenahan di dalam negeri.

"Keberhasilan kita melakukan pembenahan di dalam negeri akan mengurangi amunisi dari seorang Benny Wenda bergerak di luar negeri menyampaikan kritiknya atas Indonesia," yakinnya.

Giliran Mahfuz Sidik, ia menilai Benny Wenda tidak bekerja sendiri dalam memainkan lobi-lobi internasional. Melainkan didukung oleh satu kekuatan besar di belakangnya.

"Benny Wenda hanya satu aktor saja, dia bekerja di balik satu kekuatan besar. Dia punya kepiawaian diplomasi dalam hal ini," nilainya.

Untuk itu, Indonesia perlu melakukan penguatan bilateral dengan negara-negara MSG tersebut. Salah satunya Papua Nugini, yang selama ini dikenal sangat kooperatif dan bersahabat dengan Indonesia.

"Kedua, jangan lupa Fiji yang sangat kooperatif dengan Indonesia. Memang PR nya dengan Vanuatu. Apa sih masalah Vanuatu dengan kita?" tanya dia.

Mantan Ketua Komisi I DPR ini juga merekomendasikan Indonesia untuk menempuh jalur pendekatan budaya dalam memperkuat hubungan dengan negara MSG. Apalagi Indonesia adalah negara dengan populasi etnis Melanesia terbesar, yakni mencapai 13 jutaan.

"Saya ingat tahun 2015 pernah digelar festival Melanesia di Kupang, NTT. Itu sangat bagus dan harus kita kembangkan terus," usulnya.

Ketua Badan Musyawarah Papua Willem Frans Ansanay juga ikut angkat bicara, mengomentari sepak terjang Benny Wenda. Menurutnya pemimpin ULMWP itu akan mengalami banyak kesulitan setelah pemerintah membentuk sejumlah Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua.

Karena, kepentingan masyarakat Papua saat ini banyak beralih pada bagaimana ikut mengisi pembangunan di provinsi-provinsi baru tersebut. Ditambah lagi dengan atsmosfer pesta demokrasi, Pemilu 2024 yang kian menghangat.

Baca juga : Kredit Juli Melambat, OJK Pastikan Keuangan Dalam Negeri Tetap Tahan Banting

"Bahkan hampir-hampir Agustus lalu tanggal 23 KTT MSG di Vanuatu itu hanya muncul, tidak terlalu mendarat bagi masyarakat Papua," kata Frans yang saat ini ikut meramaikan konstestasi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan belum lama ini turun ke sejumlah wilayah di Papua.

Karena itu, ia meyakini bahwa penyelesaian masalah Papua sudah klir. Baik dari segi historis, pengakuan internasional, bahkan dari sisi pembenahan Papua hari ini.

"Negara kita sangat concern dan mengalami dinamika yang sangat progress," lanjutnya.

Dari sisi historis, Gerakan Papua Merdeka pertama, sebutnya juga bukan dipelopori oleh kalangan masyarakat yang diwakili Benny Wenda, di Papua Pegunungan.

"Revolusi pertama di Papua, Irian Barat saat itu adalah di Manokrawi, oleh suku masyarakat Saereri, itu sukunya saya. Dan suku Tabi. Ada juga suku Domberay, Bomberay," terangnya.

Frans mengatakan bahwa isu separatisme tidak laku lagi dijual di Papua, bahkan di kalangan suku-suku yang pernah memelopori gerakan Papua Merdeka. 

"Justru kita berlomba-lomba mengisi daerah kita, apalagi dengan Daerah Otonomi Baru yang diberikan oleh negara untuk kemajuan ke depan," paparnya.

Prof Imron Cotan memberikan catatan pamungkas. Diantaranya memuji capaian Indonesia di KTT MSG. Hanya saja, kata dia, capaian tersebut kurang mendapat ekspos, karena perhatian publik saat ini terkonsetrasi pada politik dalam negeri yang kian menghangat.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk China ini mengatakan bahwa dirinya masih berhubungan dan berkomunikasi intens dengan sejumlah petinggi negara-negara Melanesia hingga saat ini. 

Ia mengaku mendapat banyak informasi dan pandangan dari negara-negara Melanesia terkait isu Papua Merdeka. Menurutnya pandangan negara-negara Melanesia terhadap isu Papua merdeka sudah berubah.

"Saya dengan jelas mengatakan, telah terjadi Paradigm Shifting, negara-negara itu sudah melihat isu Papua itu dari perspektif lain," sebutnya.

Baca juga : Jemaah Haji Telantar Karena Transportasi, Puan Minta Ada Perbaikan

Perubahan sudut pandang ini, sebutnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Pertama dari sisi ekonomi.

Volume ekonomi Indonesia yang cukup besar, yakni lebih dari 1 triliun dolar AS, terbesar di kawasan ASEAN membuat negara-negara Melanesia berhitung ulang untuk berkonfrontasi dengan Indonesia.

Kekuatan di bidang ekonomi ini dibuktikan dengan masuknya Indonesia ke dalam G20. Bahkan pernah menjadi presidensi G20 tahun lalu. Ditambah lagi, Indonesia juga adalah permanent guest atau tamu tetap di G7. 

"Presiden Jokowi diundang di Tokyo (KTT G7). Ini pengakuan dunia, bahwa Indonesia ini negara besar. Ini diakui tidak hanya di sub-region kita tapi juga di global," paparnya.

Kedua, lanjut Imron Cotan, konfrontasi yang dilakukan oleh beberapa negara Melanesia terhadap Indonesia selama ini tidak membuahkan apapun.

Mulai dari yang dilakukan oleh Kepulauan Solomon, maupun Vanuatu belakangan ini. Upaya negara-negara tersebut tidak merubah status bahwa Papua bagian dari Indonesia.

"Akhirnya mereka berpikir bagaimana menarik manfaat dan membangun hubungan yang baik dengan Indonesia," tuturnya.

Ia mengaku masih ingat, bagaimana negara-negara Melanesia ini mulai menitipkan aspirasinya pada Indonesia ketika hendak menghadiri pertemuan G7. Dua aspirasi itu adalah perubahan cuaca dan kenaikan permukaan air laut. 

"Dia titipkan ke kita itu di pertemuan G7. Karena Indonesia menyuarakan, jadi perhatian dunia. Sehingga sekarang mereka mendorong kooperasi daripada konfrontasi," tandasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.