Dark/Light Mode

Air Laut Capai 8 Meter

PBB Ingatkan Bahaya Perubahan iklim Sudah Mengancam Banyak Negara

Jumat, 6 Desember 2019 20:24 WIB
Kepala Pusat Standarisasi KLHK Noer Adi Wardojo bersama Pejabat senior Sekretariat  PBB untuk Perubahan Iklim Martin Frick  menjadi pembicara di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC COP 25 di Madrid, Spanyol, Kamis (5/12).
Kepala Pusat Standarisasi KLHK Noer Adi Wardojo bersama Pejabat senior Sekretariat PBB untuk Perubahan Iklim Martin Frick menjadi pembicara di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC COP 25 di Madrid, Spanyol, Kamis (5/12).

RM.id  Rakyat Merdeka - Organisasi internasional yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengingatkan bahwa perubahan iklim sudah mengancam banyak negara kepulauan. Kenaikan muka air laut, kini telah mencapai 7-8 meter dari sebelumnya. 

Perubahan iklim sudah menjadi kenyataan. Upaya mitigasi harus dilakukan dengan tetap menyelaraskan implementasi tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Pejabat senior Sekretariat UNFCCC (Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim) Martin Frick menyatakan, emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia atau anthropogenic terus meningkat. Dampaknya, perubahan iklim yang dianggap masih bisa dikendalikan, kini benar-benar sudah terjadi.

“Bencana iklim seperti serangan gelombang panas, curah hujan ekstrim terus meningkat. Ini bukti perubahan iklim sudah terjadi,” katanya saat menjadi pembicara di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC  COP 25 di Madrid, Spanyol, Kamis (5/12).

Frick juga menyatakan, dampak perubahan iklim mengancam banyak negara kepulauan. Kenapa karena kenaikan muka air laut kini telah mencapai 7-8 meter dari sebelumnya. 

Baca juga : Mewaspadai Perbuatan Tidak Menyenangkan (2)

Dia pun mengajak semua pihak bersama sama mengambil aksi yang lebih kongkrit untuk mencegah bencana perubahan iklim semakin memburuk.

Menurut Frick, upaya pengendalian perubahan iklim tidak akan menghambat agenda SDGs. Bahkan, keduanya bisa berjalan beriringan.

“Membina petani untuk mengelola lahan pertanian dengan lebih lestari berarti bisa menambah cadangan air di dalam tanah, sekaligus meningkat produksi panen sehingga meningkatkan kesejahteraan. Pada saat yang sama langkah itu juga mendukung pemberdayaan perempuan,” katanya.

Direktur UN ESCAP unit PBB di Asia Pasific, Stefanos Fotiou menyatakan, ada konvergensi dari masing-masing agenda global. 

Dia menjelaskan, dalam Persetujuan Paris yang terkait pengendalian perubahan iklim, didorong pendanaan yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan peningkatan ketahanan iklim. 

Baca juga : Mewaspadai Perbuatan Tidak Menyenangkan

Sementara pada agenda SDGs,  dirancang agar aktivitas perekonomian  bisa inklusif dan memberi manfaat pada lebih banyak orang (shared value) dengan tetap mempertahan kelestarian.

Proses negosiasi UNFCCC  COP25 di Madrid, mendorong mekanisme kesepakatan pendanaan perubahan iklim guna mempercepat pelaksanaan aksi tersebut di lapangan. Aksi-aksi perubahan iklim tersebut, dimaksudkan untuk menjamin terwujudnya upaya mempertahankan kualitas lingkungan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi serts memperkuat kesejahteraan masyarakat

Menurut Fotiou, solusi dari tercapainya multi agenda global itu adalah pemanfaatan sumber daya alam seefisien mungkin. Misalnya, dengan mengubah pola konsumsi dan gaya hidup menjadi lebih ramah lingkungan.  Investasi juga diperlukan untuk mendukung infrastruktur rendah karbon

Peneliti senior Institute for Global Environment Strategies Mikiko Kainuma, mengingatkan, ada trade off dari antar agenda pengendalian perubahan iklim dan SDGs. Misalnya, penerapan pajak metana untuk aktvitas pertanian, bisa meningkatkan harga pangan yang tentu berdampak pada daya beli masyarakat. 

Oleh sebab itu Mikiko menyarankan, kebijakan yang diambil harus inklusif sehingga bisa mencapai target dari dua agenda global tersebut. 

Baca juga : Menteri Agama Bicara Budaya Arab

Sementara itu, Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) Noer Adi Wardojo menambahkan, Indonesia terus mendorong pola konsumsi dan produksi berkelanjutan. Langkah tersebut, dilakukan lewat pendekatan sistemik dan operasional.

Secara sistemik, pemerintah Indonesia telah menerbitkan sejumlah ketentuan terkait pola konsumsi berkelanjutan. Misalnya tentang peredaran kayu legal, eco office, pengembangan standar produk ramah lingkungan, dan pengadaan barang/jasa ramah lingkungan di instansi pemerintah.

Secara operasional, penerapan pola konsumsi berkelanjutan diterapkan dari praktik yang sederhana. 

“Misalnya dengan mengganti kantong belanja plastik sekali pakai dengan kantong yang bisa diguna ulang. Praktik ini sudah berhasil diterapkan di banyak tempat di Indonesia,” kata dia. [FIK]


 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.