Dark/Light Mode

Advokat RI Ini Masuk Daftar 20 Pengacara Paling Berpengaruh di Singapura

Minggu, 22 Desember 2019 16:41 WIB
Wincen Santoso (tengah). (Foto: Istimewa)
Wincen Santoso (tengah). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wincen Santoso, advokat muda asal Indonesia masuk dalam daftar 20 pengacara paling berpengaruh di bawah 40 tahun yang dirilis Singapura Business Review 2019. Wincen dianggap telah berkontribusi besar bagi status Singapura sebagai pusat penyelesaian sengketa teratas di Asia Pasifik.        

Dalam Singapura Business Review 2019 yang dirilis Jumat (20/12), 20 pengacara muncul sebagai sosok yang paling menjanjikan dalam industri ini. Para profesional yang dipilih berspesialisasi dalam berbagai masalah seperti penyelesaian sengketa, restrukturisasi dan insolvensi, merger dan akuisisi (M&A), serta industri seperti real estat, kedirgantaraan, ritel, perbankan dan keuangan, serta energi.      

“Ke-20 pengacara ini telah memberi saran kepada klien-klien terkenal tentang transaksi multimiliar secara lokal dan di seluruh Asia. Mereka juga telah berkontribusi dalam status Singapura sebagai pusat penyelesaian sengketa teratas,” tulis Singapura Business Review dalam keterangan tertulis di laman resminya.        

Baca juga : Lakukan Pelanggaran, 6 Pemain Timnas U-22 Singapura Bakal Kena Sanksi

Wincen Santoso (32 tahun) dari DLA Piper Singapore merupakan satu-satunya pengacara di kantor DLA Piper Singapura yang menangani litigasi dan kesepakatan perusahaan. Ia telah menangani beragam portofolio kasus dan transaksi sengketa internasional di seluruh Asia, terutama mengenai anti-trust, anti-korupsi, arbitrase internasional, akuisisi, dan restrukturisasi. Dia adalah advokat Indonesia dan New York yang berkualifikasi ganda dan anggota dari Chartered Institute of Arbitrators. Dia telah memfasilitasi dan berbicara di Pusat Arbitrase Internasional Singapura dan Masyarakat Hukum Singapura.      

Wincen merupakan jebolan accelerated route to Fellowship Chartered Institute of Arbitrators. Dia menilai, saat ini arbitrase menjadi primadona untuk penyelesaian sengketa bisnis di skala internasional.  

Semakin sentralnya perekonomian di Asia bagi dunia telah memberikan dampak bagi meningkatnya volume transaksi bisnis internasional di kawasan ini. Sengketa bisnis pun akhirnya menjadi hal yang tidak terelakkan. "Karenanya, dvokat dituntut untuk selalu mengasah keterampilan dan pengalaman serta penguasaan peraturan abitrase internasional sebagai alternatif penyelesaian sengketa," ujar Wincen, Minggu (22/12).        

Baca juga : 2036 Indonesia Keluar dari Jebakan Negara Berpenghasilan Menengah

Wincen bercerita, Indonesia masuk posisi 5 besar, setelah Amerika Serikat, India, Malaysia, dan China, yang paling banyak berperkara di Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Bila 2017 hanya ada 32 pihak yang melibatkan perusahaan Indonesia di SIAC, tahun lalu jumlahnya meningkat jadi 62 pihak. "Padahal, jumlah itu belum termasuk perkara-perkara yang melibatkan perusahaan Indonesia di International Chamber of Commerce (ICC), London Court of International Arbitration (LCIA), dan Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC)," lanjutnya.        

Hal ini disebabkan makin derasnya investasi asing masuk ke Indonesia dan juga sebaliknya banyak perusahaan Indonesia yang go international. Sehingga sengketa bisnis yang melibatkan perusahaan asing dan perusahaan lokal pun makin marak.        

Wincen menjelaskan, arbitrase layaknya seperti pengadilan swasta, ketika para pihak berperkara dapat menunjuk arbiter (hakimnya). Arbitrase juga menyidangkan perkara untuk tingkat pertama dan terakhir, sehingga tidak dikenal istilah banding atau kasasi.

Baca juga : Pengusaha Ciputra Meninggal Dunia di Singapura

“Di samping itu, karena perkara diadili oleh arbiter yang ditunjuk oleh pihak berperkara, sehingga arbiter/hakim benar-benar menguasai masalah. Misalnya untuk perkara konstruksi dapat dipertimbangkan untuk ditunjuk arbiter yang ahli di bidang konstruksi,” jelas Wincen.        

Wincen menambahkan, arbitrase menjadi sarana untuk penyelesaian sengketa bisnis internasional populer karena diakui oleh 159 negara. "Jadi, misalnya ada sengketa antara perusahaan Indonesia versus perusahaan Tiongkok di Singapura dan diselesaikan melalui arbitrase. Kemudian, pihak Indonesia menang dan ternyata aset perusahaan Tiongkok berada di Rusia, Australia, dan Inggris, maka putusan arbitrase pada umumnya dapat dieksekusi di sejumlah negara tersebut dengan beberapa catatan,” jelasnya.        

Hal ini berbeda apabila sengketanya diadili di pengadilan asing. Pengadilan negara lain pada umumnya tidak akan mau melaksanakan putusan pengadilan asing apabila tidak ada dasar perjanjian internasional. “Selain itu, setiap negara punya kedaulatan masing-masing jadi tidak bisa putusan pengadilan Singapura dilaksanakan di Indonesia, tanpa adanya dasar perjanjian internasional, kecuali dalam kerangka arbitrase internasional,” ungkap Wincen. [KW]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.