Dark/Light Mode

RI Semprit Vanuatu Gara-gara Selundupkan Benny Wenda Ke PBB

Rabu, 30 Januari 2019 13:12 WIB
Dubes Hasan Kleib
Dubes Hasan Kleib

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia menyemprit Vanuatu yang diam-diam memasukkan pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, dalam delegasinya saat bertemu Komisioner Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (KT HAM PBB) di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

Dalam pertemuan tersebut, Benny menyerahkan petisi referendum kemerdekaan Papua Barat yang diklaim sudah ditandatangani 1,8 juta orang. Dalam keterangan pers Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk PBB di Jenewa, penyerahan petisi itu terjadi ketika delegasi Vanuatu tengah melakukan kunjungan kehormatan ke kantor KT HAM PBB di Jenewa pada Jumat (25/1). Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan laporan penegakan HAM tahunan (Universal Periodic Review/UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.

"Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui KTHAM dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu," pernyataan Duta Besar RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib. Hasan menambahkan, kehadiran Benny Wenda tanpa sepengetahuan KT HAM PBB. Nama Benny Wenda "tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR."

Baca juga : Susi Keluhkan Buruknya Kinerja BPN Cianjur

Kantor KTHAM PBB, kata Hasan, bahkan sangat terkejut atas kehadiran Benny saat itu, mengingat pertemuan semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu.

"Tindakan Vanuatu tersebut merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB. Indonesia tidak akan pernah mundur untuk membela dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI," tutur Hasan.

Kepada wartawan di Jenewa pekan lalu, Benny mengklaim telah menyerahkan petisi yang sudah ditandatangani 1,8 juta orang tersebut kepada Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.

Baca juga : Trump Blokade Aset Minyak Venezuela

Benny menuding, di bawah Pemerintahan Indonesia, warga Papua tak memiliki kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkumpul. Dia juga menganggap satu-satunya cara untuk mendapatkan kebebasan itu adalah melalui petisinya tersebut, yang diklaim ditandatangani hampir tiga perempat orang dari total 2,5 juta rakyat Papua.

Dalam pertemuan itu, Benny juga meminta Bachelet mengirim tim pencari fakta ke Papua untuk menyelidiki dugaan penggunaan senjata kimia di wilayah Indonesia paling timur itu.

Menurut Wikipedia, sejak 2003, Benny dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris. Pada 2011, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Wenda karena melakukan sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air. Wenda mengklaim, red notice itu sudah dicabut. [MEL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.