Dark/Light Mode

Didukung 57 Persen Warga, Apa Obama Mau Jadi Cawapres Joe Biden

Sabtu, 16 Mei 2020 04:30 WIB
SOUL MATE: Para Demokrat ingin melihat Barack Obama (kiri) 
dan Joe Biden kalahkan Donald Trump. (Foto Gedung Putih)
SOUL MATE: Para Demokrat ingin melihat Barack Obama (kiri) dan Joe Biden kalahkan Donald Trump. (Foto Gedung Putih)

RM.id  Rakyat Merdeka - Nama Barack Obama terakhir muncul di surat suara Pilpres Amerika Serikat delapan tahun lalu. Kini, mantan presiden itu masih populer jelang Pilpres AS 2020. Pertanyaannya, apa mungkin Obama mau mendampingi Joe Biden dalam pilpres, November nanti.

Para politisi Demokrat bakal dengan senang hati kembali menaruh nama Obama sebagai cawapres Biden dalam pilpres. Chemistry Obama dan Biden jelas sudah teruji selama delapan tahun saat Obama duduk sebagai orang nomor satu di Negeri Paman Sam.

Mereka mendambakan pasangan Biden-Obama menggulung Trump. Apalagi Obama masih populer, terutama di kalangan pemilih kulit hitam dan kalangan anak muda. Pertarungan bakal seru dengan kehadiran Obama. Presiden Donald Trump, yang merupakan petahana akan sangat senang menyerang Obama dan pilihan kebijakan politiknya semasa dia menjabat.

“Anggota partisan dari kedua kubu ingin semuanya fokus ke Obama,” ujar mantan juru bicara Gedung Putih untuk Dewan Keamanan Nasional di Era Obama, Ned Price, dikutip AP, Kamis (14/5).

Baca juga : Cegah Penyebaran Corona, Arab Saudi Karantina Jeddah

Fokus pembahasan politik yang mengarah ke Obama akan membicarakan apa yang nanti bisa ia berikan di masa depan. Tapi, tidak dapat dipungkiri akan banyak yang mengorek kekurangan di masa lalu Obama.

Biden tampaknya berencana ingin membawa sejumlah kebijakan Obama kembali berja-mlan. Karena sejak memerintah, Trump terus berusaha mencopot dan mengganti kebijakan buatan Obama.

Namun, kini sentimen anti- Obama yang dikeluarkan Trump makin sadis dan makin banyak dibumbui teori konspirasi. Salah satunya soal masa-masa terakhir pemerintahan Obama-Biden dan hubungan keduanya dengan mantan penasihat keamanan nasional Michael Flynn.

Flynn disebut telah membohongi Wakil Presiden Mike Pence soal pertemuannya dengan Duta Besar Rusia untuk AS Sergey Kislyak. Pihak Trump menyebut nama Flynn, yang sengaja dihapus untuk keperluan privasi, secara diam-diam diungkap kubu Obama.

Baca juga : Jumlah Penumpang Turun 90 Persen, Headway MRT Jadi 10 Menit

Meski Flynn mengaku bersalah telah berbohong di hadapan Biro Investigasi Federal (FBI), Trump berupaya untuk menyelamatkan Flynn dari jeratan kasus tersebut. Meski tidak ada bukti Obama dan Biden telah melakukan kesalahan, Trump menyebut hal tersebut sebagai ‘Obamagate.’ Istilah ini didukung Senator Republik dari Iowa, Chuck Grassley.

Semangat Trump telah memicu kekhawatiran para mantan penasihat Obama dan Biden tentang seberapa jauh Trump menggunakan kesalahan dan rahasia pemerintah untuk memastikan kemenangannya dalam pilpres mendatang.

Departemen Kehakiman sedang melakukan penyelidikan atas kasus yang menjerat Flynn dan rekan Trump lainnya. Dan Kamis kemarin (14/5), Trump mencuitkan bahwa dia ingin Kongres memanggil Obama untuk bersaksi di hadapan anggota parlemen.

Niat Trump mengorek borok Obama muncul saat Republik cemas dengan meningkatnya angka kematian akibat Covid-19 dan memburuknya ekonomi. Sebab akan mengancam posisi Trump dalam pilpres nanti. Lebih dari 84 ribu orang Amerika telah meninggal karena virus itu. Lebih dari 30 juta orang menjadi pengangguran akibat kebijakan lockdown.

Baca juga : Menguat 0,45 Persen, Rupiah Mulai Bangkit

“Tidak aneh kalau Presiden sekarang sedang panik dan menyerang Obama. Ia ingin meng- alihkan perhatian rakyat dari kegagalannya,” ujar juru bicara tim kampanye Biden, TJ Ducklo.

Tekanan Trump pada Obama juga muncul ketika presiden AS ke-44 itu mulai muncul dari masa vakum di politik selama tiga tahun dan menunjukkan dukungan untuk Biden. Tim kampanye Biden sangat ingin melibatkan Obama dalam pemilihan, meskipun masih belum yakin akan meletakkan Obama di posisi apa.

Usai menjadi presiden, Obama berusaha menghindari politik terbuka. Namun kini, Obama berbicara terang-terangan di depan umum menentang Trump. Tim kampanye Biden menilai Obama sebagai aset berharga yang bukan hanya bisa kembali menyuntikkan semangat ke Demokrat. Tapi juga menarik perhatian pemilih independen dan pemilih Demokrat yang enggan melihat Trump meneruskan pemerintahan untuk periode kedua.

Dalam jajak pendapat Monmouth University, 57 persen warga AS menyetujui Obama kembali terjun ke dunia politik. Jumlah ini diisi 92 persen pemilih Demokrat dan 19 persen pemilih Republik. Rating Obama juga jauh lebih tinggi dari Biden dan Trump. Jika pilpres diadakan sekarang, Obama akan mendapat 51 persen dukungan pemilih. [DAY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.