Dark/Light Mode

Loloskan UU Keamanan Nasional

Kuku China Makin Kuat Menancap Di Hong Kong

Rabu, 1 Juli 2020 06:16 WIB
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo (Foto Chip Somodevilla/GettyImages)
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo (Foto Chip Somodevilla/GettyImages)

RM.id  Rakyat Merdeka - China meloloskan Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong yang kontroversial, kemarin. Ini berarti, kuku China akan makin nancap, siap mengobrak-abrik demokrasi di wilayah otonomi itu.

UU itu memberikan kewenangan lebih bagi China soal urusan Hong Kong. Dilansir AFP, sejumlah media lokal China seperti Now TV, RTHK, dan South China Morning Post melaporkan, badan legislasi China, Komite Tetap Nasional dengan suara bulat menyetujui undang-undang itu pada Selasa pagi. Hingga kini, belum ada laporan resmi dari pemerintah China terkait pengesahan UU tersebut.

Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam juga menolak mengomentari apakah UU itu telah disahkan atau belum. “Saya pikir pada saat ini, tidak pantas bagi saya untuk mengo- mentari pertanyaan yang berkaitan dengan hukum keamanan nasional,” ujar Lam kepada wartawan di Hong Kong, kemarin.

UU Keamanan Nasional Hong Kong memberikan kewenangan terhadap China untuk menindak secara hukum setiap upaya pemisahan diri (separatis), campur tangan asing, terorisme, dan semua kegiatan hasutan yang bertujuan menggulingkan pemerintah pusat dan segala gangguan eksternal di wilayah itu.

Tak hanya itu, di bawah UU itu, China berwenang mengambil alih penanganan hukum di Hong Kong. Dalam beleid itu, pemerintahan Presiden Xi Jinping juga bisa mendirikan kantor keamanan nasional di Hong Kong yang dinilai kian mengikis otonomi Hong Kong sebagai wilayah khusus.

Baca juga : Demokrat Sesalkan Kedatangan 156 TKA China di Kendari

Oposisi khawatir UU Keamanan Nasional semakin menghancurkan kebebasan berpolitik dan otonomi Hong Kong. Mereka menilai UU ini sengaja dibuat demi membendung perbedaan pendapat dan upaya demokratisasi Hong Kong atas China.

RUU tersebut telah memicu demonstrasi di Hong Kong dan mengundang kecaman internasional sejak diumumkan oleh Beijing, Mei lalu.

Berdasarkan sejarah, Hong Kong dikembalikan ke China dari kontrol Inggris pada tahun 1997, tetapi dengan perjanjian unik yang menjamin kebebasan tertentu. UU Keamanan dinilai sengaja diberlakukan sebelum hari Rabu (1/7), yang menandai ulang tahun penyerahan dari Inggris ke China dan biasanya ditandai dengan protes politik skala besar.

Salah satu aktivis kota yang paling terkenal, Joshua Wong, bereaksi dengan mengatakan, dia akan keluar dari kelompok prodemokrasi Demosisto yang dia pelopori sampai sekarang. Rekan aktivisnya yakni Nathan Law dan Agnes Chow juga mengatakan mereka akan keluar dari kelompok yang sama.

Sementara, puluhan aktivis Hong Kong menggelar aksi untuk berterima kasih kepada Presiden AS Donald Trump atas dukungan- nya pada eks koloni Inggris ini. China belum secara resmi meng- konfirmasi pengesahan undang- undang tersebut. Detail isi UU ini juga belum dipublikasikan, tetapi beberapa bocoran telah muncul.

Baca juga : Kepada Para Buruh China, Silakan Kuli Lagi Di Sini!!!

Di antaranya, Pemerintah Hong Kong akan diminta un- tuk melakukan sebagian besar penegakan hukum di bawah undang-undang yang baru. Tetapi Beijing dapat mengesampingkan otoritas Hong Kong dalam beberapa kasus.

Dukungan AS

Amerika Serikat memutuskan mengakhiri ekspor senjata atau alat pertahanan sensitif ke Hong Kong. Langkah tersebut semakin meningkatkan tekanan Washington DC secara berturut- turut terhadap daerah otonomi China yang juga menjadi salah satu pusat keuangan global itu.

AS mengumumkan keputusan itu beberapa jam setelah China menyatakan akan membatasi visa untuk beberapa pejabat AS yang bepergian ke Hong Kong. Kebijakan itu diambil sebagai balasan terhadap langkah AS yang juga membatasi visa para pejabat China yang bepergian di negeri Paman Sam.

AS telah memimpin protes global atas penerapan Undang- Undang Keamanan Nasional di Hong Kong yang menurut para aktivis Hong Kong akan menghancurkan kebebasan kota itu.

Baca juga : Amerika Paksa China Kaya Cacing Kepanasan

“Kami tidak bisa lagi membedakan antara ekspor barang-barang yang dikendalikan ke Hong Kong atau ke daratan China. (Karena itu) kami tidak bisa mengambil risiko barang-barang ini jatuh ke tangan tentara China, yang tujuan utamanya adalah untuk menegakkan kediktatoran Partai Komunis China dengan segala cara,” kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan yang dikutip AFP, kemarin.

Departemen Luar Negeri AS tahun lalu menyetujui penjualan alat-alat pertahanan ke Hong Kong senilai 2,4 juta dolar AS. Sebanyak 1,4 juta dolar AS telah terealisasi. Antara lain mencakup senjata api beserta amunisi untuk kepentingan penegakan hukum di Hong Kong.

Departemen Perdagangan AS secara bersamaan juga mengatakan, mereka mencabut status khusus untuk Hong Kong. Mulai sekarang, lembaga itu akan memperlakukan daerah bekas jajahan Inggris itu sama dengan China dalam hal pengadaan alat-alat pertahanan dan keamanan untuk militer dan sipil.

Selama ini, AS memang sangat membatasi penjualan alat-alat semacam itu ke Beijing. “Keputusan (penghentian ekspor senjata ke Hong Kong) ini tidak menyenangkan bagi kami. Tapi merupakan konsekuensi langsung dari keputusan Beijing yang telah melanggar komitmen- nya di bawah Deklarasi Bersama China-Inggris yang terdaftar PBB,” kata Pompeo.[DAY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.