Dark/Light Mode

Ngaku Diperintah Bunuh Etnis Rohingya

Dua Eks Tentara Myanmar Jadi Saksi Kunci ICJ dan ICC

Kamis, 10 September 2020 01:14 WIB
Aung San Suu Kyi (kiri) bersama perwakilan Myanmar  menghadiri sidang di pengadilan Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai kejahatan kemanusiaan atas Etnis Rohingya pada Desember 2019. (Foto Reuters)
Aung San Suu Kyi (kiri) bersama perwakilan Myanmar menghadiri sidang di pengadilan Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai kejahatan kemanusiaan atas Etnis Rohingya pada Desember 2019. (Foto Reuters)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dua eks tentara Myanmar, yang mengaku diperintahkan melakukan pembunuhan etnis Rohingya, dalam operasi militer pemusnahan populasi Rohingya pada 2017 berada di Den Haag, Belanda. Keduanya diharapkan bisa menjadi pihak penentu dalam penyelidikan kasus kejahatan kemanusiaan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mahkamah Internasional (ICJ).

Video kedua eks prajurit tersebut, Myo Win Tun (33) dan Zaw Naing Tun (30), merupakan pengakuan publik pertama yang dilakukan anggota pasukan militer Myanmar, disebut Tatmadaw. Kekerasan di wilayah timur Myanmar pada 2016-2017 telah menewaskan lebih dari 10 ribu warga etnis Rohingya. Dan, 700 ribu lainnya melarikan diri.

Kini diperkirakan ada lebih dari 1 juta etnis Rohingya terusir dari tempat tinggal mereka. Sejumlah negara mendesak komunitas internasional melakukan penyelidikan dan menghukum petinggi militer Myanmar atas kejahatan kemanusiaan dan pembunuhan massal.

Baca juga : Cerita Eks Tentara Turki Soal Kudeta Gagal

Berdasarkan sumber Associated Press dan The Globe Mail, keduanya tengah menjalani interogasi ICC. Sementara itu, ICJ yang sebelumnya juga mendesak militer Myanmar menghentikan tindak kekerasan kepada etnis Rohingya, juga ingin mendengarkan langsung kesaksian dua tentara tersebut.

Sebagai informasi, International Court of Justice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC) adalah dua institusi yang berfokus pada hak asasi manusia dan hukum humaniter. Keduanya terletak di Den Haag, Belanda. Dan dalam kebanyakan kasus, mereka hampir sama, namun berbeda dalam yurisdiksinya. ICC adalah pengadilan permanen untuk menuntut orang-orang karena genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi.

Sedangkan ICJ adalah organ peradilan utama PBB yang menyelesaikan perselisihan hukum yang diajukan negara. Jika warga negara yang berkasus, negaranya anggota PBB, maka kasusnya langsung ke ICJ. Namun jika negara tersebut bukan bagian dari PBB, mereka diharuskan ke ICC untuk proses lebih lanjut.

Baca juga : DPR Minta Pemerintah Serius Tangani 99 Warga Rohingya Yang Terdampar di Aceh

Pengacara khusus pendampingan hukum internasional untuk Bangladesh, Payam Akhavan, menyebut, kedua prajurit itu sebelumnya mencari perlindungan ke perbatasan Myanmar-Bangladesh. “Mereka meminta perlindungan hukum. Mereka mengakui telah melakukan pembunuhan massal warga Rohingya dan melakukan pemerkosaan dalam operasi militer pada 2017,” jelas Akhavan.

“Pengakuan mereka luar biasa akurat dan kuat. Terlebih jika disamakan dengan pengakuan pengungsi Rohingya,” sambungnya. Akhavan menambahkan, pihak Bangladesh menghubungi ICC pada Senin (7/9) untuk mengabari keberadaan dua prajurit tersebut. “Kini keduanya sudah tidak lagi berada di Bangladesh,” info Akhavan tanpa menegaskan keduanya ada di Belanda.

Sebelumnya, LSM yang fokus kepada isu HAM di Asia Tenggara, Fortify Rights, mengaku sudah mendapat video pengakuan Myo dan Zaw sejak Juli.Namun pihaknya tidak segera mempublikasikan video tersebut karena ingin memeriksa keabsahan dan kebenaran video tersebut.

Baca juga : Menang Telak Dari Nurmansjah Lubis, Riza Patria Terpilih Jadi Wagub DKI

"Pengakuan mereka berdua sangat penting bagi penyelidikan. Ditambah lagi keduanya bertugas di dua lokasi berbeda dalam operasi militer," ujar Pimpinan Eksekutif Fortify Rights Matthew Smith dikutip Reuters. Fakta bahwa Myo dan Zaw bisa melewati perbatasan Myanmar-Bangladesh secara diam-diam, dan berada di Bangladesh, menguatkan kemungkinan bahwa keduanya adalah pembelot.

Hal senada disampaikan Duta Besar Kanada untuk PBB Bob Rae. "Pengakuan keduanya sangat kuat dan penting. Mereka jelas membahayakan keselamatan diri untuk membuat pengakuan ini," ujar Rae.

"Kita harus melindungi keduanya dan memastikan barang bukti yang mereka miliki tidak disabotase," sambungnya. Rae, yang sebelumnya bertugas sebagai perwakilan Kanada untuk urusan krisis Rohingya, mengatakan bahwa kesaksian keduanya penting bagi ICC dan ICJ untuk menentukan hukuman kepada Pemerintah Myanmar.  
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.