Dark/Light Mode

Cerita Eks Tentara Turki Soal Kudeta Gagal

Rabu, 22 Juli 2020 12:28 WIB
Eks Tentara Turki, Muhammed Emin Gundogdu. (Foto: Euronews)
Eks Tentara Turki, Muhammed Emin Gundogdu. (Foto: Euronews)

RM.id  Rakyat Merdeka - Empat tahun lalu, sebuah percobaan kudeta militer terjadi di Turki. Kudeta yang gagal itu menyebabkan puluhan ribu tentara, polisi, dan pegawai negeri diberhentikan dari pekerjaan mereka. Ribuan lagi dipenjara.

Sebuah foto yang diterbitkan di sebuah surat kabar Turki menunjukkan barisan pria yang ditelanjangi sebagian, tangan terikat ke belakang, berlutut di kandang kuda setelah mereka ditahan oleh polisi. Di antara mereka adalah Letnan Muhammed Emin Gundogdu. 

Dikutip dari Euronews, Gundogdu mengaku pada malam kudeta itu sebenarnya dalam posisi mengikuti perintah latihan rutin dari komandannya, namun yang terjadi akibat peristiwa itu mengubah seluruh jalan hidupnya. 

Dikisahkannya, pada 16 Juli 2016, ribuan tentara Turki ditangkap dan dibawa ke berbagai lokasi di seluruh negeri setelah upaya kudeta yang gagal pada malam sebelumnya. Percobaan kudeta 15 Juli mengakibatkan 251 orang meninggal, dan 2.200 terluka. Pemerintah Turki kemudian menuduh gerakan Gulen berada di balik upaya tersebut.

Sejak itu, lebih dari 500.000 orang telah ditahan, merujuk sumber pemerintah, seperti dilansir Euronews dikutip Selasa(21/7), dan lebih dari 150.000 telah dipecat dari pekerjaan mereka. Ribuan orang telah meninggalkan Turki, termasuk mereka adalah petugas keamanan, hakim, jaksa, pegawai negeri, guru, akademisi, dan jurnalis. Prajurit dan kadet militer, sebagian berusia 17 tahun, ditangkap dan dipenjara.

Baca juga : Terciduk Simpan Sabu

Gundogdu menceritakan saat itu dirinya masih berusia 23 tahun. Pada malam kejadian itu, dirinya sebenarnya telah mengemasi tas untuk pulang ke rumah, namun komandannya Muhlis Kocak mengirim sebuah pesan mendadak pada grup WhatsApp yang mengumumkan adanya sesi pelatihan malam yang bersifat wajib. Atas perintah itu, Gundogdu membatalkan rencana kepulangannya.

Mereka kemudian diberangkatkan ke berbagai lokasi. Empat puluh di antaranya dikirim ke istana presiden Presiden Recep Tayyip Erdogan dan ditugaskan untuk melindunginya. "Para prajurit itu ditempatkan di pangkalan Komando Gendarmerie, di seberang istana, yang kemudian belakangan malah dituduh berusaha membunuh presiden," kata Gundogdu.

Disebutkannya, di antara 36 orang yang terbunuh malam itu adalah teman-teman Gundogdu, Abdulkadir Karaagac dan Ramazan Erdogan. "Mereka mati karena percaya mereka mempertahankan istana presiden," menurut Gundogdu.

Pemerintah juga menolak memberikan informasi tentang keberadaan jenazah Karaagac kepada keluarganya. Setelah 15 hari, mereka menemukannya di tenda sebuah kampus unit forensik. "Mereka memanggilnya pengkhianat, meskipun dia adalah salah satu orang terbaik yang saya kenal dalam hidup saya," kata Gundogdu. 

Dalam kejadian lain, lanjutnya, seorang kadet berusia 21 tahun Murat Tekin dipukuli hingga mati oleh massa sipil yang marah di Istanbul setelah warga sipil keluar untuk membela pemerintah.

Baca juga : Menteri Terawan Sementara Ngantor Di Surabaya 

Gundogdu sendiri yang malam itu ditugaskan oleh komandannya untuk mengamankan pos Komando Akademi Penjaga Gendarmerie yang menampung sejumlah besar senjata, termasuk tank dan helikopter mengatakan, dia dan teman-temannya baru mengetahui adanya upaya kudeta militer terhadap pemerintah Erdogan ketika Perdana Menteri Binali Yildirim membuat pengumuman di televisi sekitar pukul 23.00 waktu setempat.

“Kami tidak diizinkan keluar dari pangkalan. Saya pikir komandan kami anti-kudeta.," katanya.

Sekitar jam 01.00 dinihari, setelah tidak ada apa pun yang terjadi di pangkalan, para prajurit kembali ke asrama mereka. Gundogdu mengatakan dia tidur selama beberapa jam sebelum terbangun oleh suara tembakan sekitar pukul 6 pagi.

Gundogdu bersikeras mengatakan bahwa dia dan teman-temannya tidak terlibat kegiatan itu. "Namun kami tetap ditahan," katanya. “Kami berjumlah 300 orang, bersenjata lengkap, ditahan oleh 10 orang hanya dengan pistol, tetapi kami tidak melakukan apa-apa. Kami mengikuti instruksi," tambahnya.

Karena tidak ada borgol yang cukup untuk 300 tentara, Gundogdu mengatakan mereka membantu dengan mengikat tangan satu sama lain dengan tali sepatu bot mereka sendiri. "Kami diyakinkan bahwa semuanya akan dibersihkan namanya di kantor polisi dan bahwa akan segera dibebaskan,' ujarnya.

Baca juga : Menag Bolehkan Shalat Idul Adha Berjamaah

Pada 2018, Gundogdu mencoba melarikan diri dari Turki, namun gagal dan harus mendekam 13 bulan lagi di balik jeruji besi. "Mereka tidak hanya memecat saya dari jabatan saya dan memenjarakan saya, tetapi juga mendiskriminasi saya di masyarakat. Mereka mencegah saya memiliki pekerjaan lain. Kerabat saya memutuskan hubungan. Tetangga kami secara verbal melecehkan keluarga saya dan saya sendiri, menyebut kami pengkhianat," ujarnya.

Pada bulan Januari tahun ini, Gundogdu berhasil  melarikan diri ke Yunani. Dari sana, ia melakukan perjalanan ke Jerman, di mana, menurut badan pemerintah untuk migran dan pengungsi (BAMF), ia berada di antara lebih dari 39.000 warga negara Turki yang telah mencari suaka di sana sejak 2016.

Namun, akibat pelariannya, kini dia terancam hukuman seumur hidup. "Upaya kudeta itu adalah permainan yang dirancang oleh pemerintah untuk "memuluskan kepemimpinan Presiden Erdogan." kata Gundogdu. [DIT]

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.