Dark/Light Mode

Terus Tangkap Dan Bunuh Demonstran

Aparat Junta Militer Geledah Rumah Warga

Rabu, 10 Maret 2021 05:49 WIB
Aparat keamanan Myanmar merazia rumah warga mencari pedemo anti-kudeta. (Foto: AP Photo).
Aparat keamanan Myanmar merazia rumah warga mencari pedemo anti-kudeta. (Foto: AP Photo).

 Sebelumnya 
Pengunjuk rasa lain mem­posting di media sosial, bahwa mereka diperkenankan meninggalkan kawasan itu sekitar pukul lima pagi. Setelah pasukan keamanan mundur. Pembebasan dilakukan setelah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres menyerukan pembe­basan para pengujuk rasa dengan aman, tanpa kekerasan. Seruan itu juga dikeluarkan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) dan Inggris, di Myanmar.

Juru bicara Junta belum merespons terkait pembebasan para pengunjuk rasa. Tapi, teve pemerintah MRTV mengatakan, kesabaran pemerintah telah ha­bis. Dan Pemerintah Myanmar mencoba meminimalkan korban saat menghentikan kerusuhan.

“Warga menginginkan stabili­tas penuh dan menyerukan tinda­kan yang lebih efektif terhadap kerusuhan,” bunyi pernyataan di stasiun teve itu.

Baca juga : Kemenag Dan 5 Kementerian Bahas Formasi PPPK Untuk Honorer Guru Agama

Seperti dilansir AFP, kemarin, laporan kantor HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut pasukan keamanan Myanmar memblokir ruas jalan­an pada satu blok area permukiman di San Chaung, Yangon, pada Senin malam (8/3), dengan sekitar 200 demonstran masih ada di dalam area tersebut.

San Chaung yang ramai dengan kafe, bar dan restorannya, telah berubah sejak unjuk rasa meluas, dengan barikade darurat dari bambu, karung pasir, tum­pukan meja dan kawat berduri dipasang para demonstran dalam upaya memperlambat gerak pasukan keamanan.

Tekanan Meluas

Baca juga : Polri Tak Izinkan KLB Demokrat, Tapi Juga Tak Dibubarkan

Aksi protes terhadap terhadap junta telah berubah jadi gerakan pembangkangan sipil. Yang telah melumpuhkan aktivitas bisnis pemerintah, buntut dari pemogokan di bank, pabrik, dan toko yang tutup. Selain itu, saat ini Uni Eropa sedang ber­siap untuk memperluas sanksi untuk menargetkan bisnis yang dijalankan tentara.

Di tempat lain, tekanan ter­hadap Junta terus membesar. Bahkan, dari pejabat diplomatik Myanmar di luar negeri. Duta Besar (Dubes) Myanmar di Inggris mengaku, mendukung gerakan protes dan pembang­kangan sipil warga. Selain itu, sang Dubes juga menuntut pem­bebasan Aung San Suu Kyi.

Sejak kudeta dilancarkan pada awal Februari lalu, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 60 orang tewas di tangan pasukan keamanan dan menahan lebih dari 1.800 warga. Militer Myan­mar menolak bertanggung jawab atas hilangnya nyawa dalam un­juk rasa dan menegaskan perebutan kekuasaan yang dilakukan karena adanya kecurangan me­luas dalam pemilu November tahun lalu, yang dimenangkan NLD. [PYB]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.