Dark/Light Mode

Tak Terima Pemberitaan Miring Soal Xinjiang, Kedubes China Sampaikan Klarifikasi

Senin, 5 April 2021 10:27 WIB
Ilustrasi aktivitas sehari-hari masyarakat Xinjiang, China (Foto: Net)
Ilustrasi aktivitas sehari-hari masyarakat Xinjiang, China (Foto: Net)

 Sebelumnya 
Pada Februari lalu, The Greyzone, sebuah situs berita independen dari AS, menerbitkan artikel yang mengungkapkan bagaimana berbagai kebohongan tentang Xinjiang itu diciptakan.

Dalam buku berjudul The End of Uyghur Fake News (Akhir dari Berita Palsu Uighur), Maxime Vivas - penulis dan jurnalis terkemuka dari Prancis yang telah mengunjungi Xinjiang dua kali - menyatakan bahwa berita palsu tentang Xinjiang justru dibuat oleh orang-orang yang sama sekali belum pernah mengunjungi Xinjiang, dan disebarluaskan melalui plagiarisme.

Beberapa media AS dan Barat telah menenun kebohongan tentang Xinjiang, melalui pengeditan gambar dan sulih suara palsu.

Baca juga : Hukuman Bagi Yang Mudik Lebaran, Kerasin Saja Pak!

Sementara itu, Jerry Gray, seorang pensiunan polisi Inggris yang telah lima kali bersepeda keliling Xinjiang, mengatakan, "Dibandingkan dengan narasi media Barat, saya lebih memilih untuk percaya pada mata saya sendiri," katanya.

Orang-orang Uighur yang mengklaim telah "mengalami penganiayaan" dalam berbagai program televisi itu sebenarnya adalah separatis "Turkistan Timur" yang anti China, atau "aktor" yang telah terbukti dimanipulasi oleh kekuatan anti China di AS atau negara Barat lainnya.

Keempat, dalam beberapa ratus tahun terakhir, negara-negara Barat yang memiliki keunggulan ekonomi dan teknologi, telah menjarah dan menjajah banyak negara berkembang dalam waktu berkepanjangan.

Baca juga : Mulai Periksa Saksi, KPK Dalami Pembelian Lahan Perumda Sarana Jaya

Seiring kemerdekaan dan pembangunan terus-menerus di negara-negara berkembang, negara-negara Barat menjadi mulai khawatir bahwa kepentingan mereka akan terganggu.

Karena itu, mereka mengupayakan segala cara untuk menghambat kemajuan negara-negara berkembang, dengan menggunakan "kedok" seperti HAM, demokrasi, dan lain-lain.

Padahal kenyataannya, beberapa negara Barat sendiri justru menghadapi masalah HAM, seperti pandemi yang tidak terkendali, diskriminasi rasial, ketidaksetaraan sosial, dan kesenjangan antara kaya dan miskin.

Baca juga : KPK Ingatkan Yaqut, Pengadaan Barang Di Kemenag Rawan Korupsi

Terlebih lagi, mereka juga memiliki catatan sejarah yang sangat memalukan mengenai genosida dan perdagangan budak. Dengan demikian, mereka sama sekali tidak layak untuk "menggurui" negara-negara berkembang.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.