Dark/Light Mode

Menyaksikan Penobatan Raja Thailand (1)

Mahkota 7 Kg, Rama X Tidak Nyaman

Minggu, 5 Mei 2019 03:58 WIB
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn saat penobatan di Golden Palace, Bangkok, Thailand, kemarin. (Foto: Istimewa)
Raja Thailand Maha Vajiralongkorn saat penobatan di Golden Palace, Bangkok, Thailand, kemarin. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sah! Raja Maha Vajiralongkorn resmi dilantik menjadi Raja Thailand. Raja bergelar Rama X itu resmi menjadi “dewa” setelah mengenakan mahkota emas seberat 7,3 kilogram. Upacara penahbisannya, luar biasa rumit. Berbau kuno. Tapi juga spektakuler.

Sejak pukul 8 pagi, masyarakat Thailand sudah berbondong-bondong menuju Sanam Luang, lapangan yang berada tepat di seberang sisi kanan Golden Palace, tempat penobatan. Mereka menggunakan berbagai transportasi publik seperti bus, kereta api, hingga feri.

Untuk tujuan tertentu, biayanya digratiskan. Khusus untuk penobatan itu. Saya berangkat dari terminal Victory Monument bersama sekitar 60 orang. Gratis. Meski ramai warga yang hendak menyaksikan penobatan, di dalam bus tidak sampai berdesak-desakkan. Soalnya, tiap 5 menit sekali, bus datang.

Sampai di sana, jalanan di sekitar Grand Palace jadi lautan kuning. Berbagai lapisan masyarakat; tua, muda, anak-anak, berbaur di sana. Sebagian besar membawa bendera Thailand dan bendera kerajaan. Beberapa lagi mengusung foto Raja Maha Vajiralongkorn. Sebagian kecil lainnya membawa pecahan uang 100 baht dan 20 baht yang bergambar raja baru mereka.

Panasnya temperatur Bangkok yang mencapai 38 derajat celcius, tak menyurutkan niat mereka menyaksikan gelaran langka yang terakhir kali terjadi 69 tahun itu. “Sangat panas memang, tapi saya sangat bangga bisa menyaksikan ini,” ucap Chalermpan Rangsriman, perempuan berusia 62 tahun yang ada dalam barisan itu.

Rangsriman dan ratusan orang lainnya, termasuk saya, melewati metal detector dan pemeriksaan barang bawaan sebelum diizinkan masuk ke area itu. Setelah itu, ratusan orang itu duduk tertib di tepi jalan Sanam Luang. Kaki tak boleh menjulur ke jalanan. Sementara Royal Guard atau penjaga kerajaan yang berseragam putih-putih lengkap dengan topinya, berbaris rapi dalam dua shaf, menutupi bentangan dinding istana.

Baca juga : Raja Thailand Nikahi Pramugari+Jenderal

Ratusan warga berdiri dan berteriak histeris ketika Raja Rama X tiba di Istana. Sementara para Royal Guard memberi hormat. “Panjang umur, raja,” seru mereka berulang-ulang. Menggunakan mobil, Raja Rama X duduk di sisi kanan belakang dengan istri barunya, Ratu Shutida. Raja yang mengenakan seragam militer putih sempat tersenyum dan melambaikan tangan. Rakyat membalas dengan mengangkat fotonya tinggi-tinggi dan mengibarkan bendera. “Itu Raja kami,” ujar Jirapa, dokter gigi jebolan Universitas Srinakarinwirot dengan mata berkaca-kaca.

Tepat pukul 10.09, upacara dimulai. Konon, angka 10 dipilih mewakili Raja Rama X. Sementara 9 di Thailand, berarti angka kemajuan. Rakyat diberi kesempatan melihat ke aula kerajaan Thailand saat ritual kunci penobatan dimulai. Yang tidak kebagian atau tidak kuat, menyaksikannya lewat layar besar di Sanam Luang. Kira-kira layarnya sebesar layar bioskop. Sementara speaker dijejerkan tiap beberapa meter di taman yang banyak ditumbuhi pohon asem alias tamarind itu.

Semua stasiun televisi lokal negeri gajah putih juga menyiarkan prosesi ini. Sedangkan kantor-kantor pemerintah di berbagai provinsi menggelar upacara istimewa untuk menunjukkan kesetiaan kepada raja sebagai simbol negara.

Hari pertama penobatan dimulai dengan upacara Buddha dan Hindu Brahmana. Upacara itu secara simbolis menempatkan Raja Vajilarongkorn sebagai dewa. Prosesinya rumit. Pertama, dia menjalani ritual pemandian air suci. Airnya dari 117 lokasi di seluruh Thailand. Rinciannya, dari lima sungai dan empat kolam serta sumber air lainnya dari 76 provinsi. Menurut seorang warga India yang saya temui di sana, tradisi ini mirip dengan di negaranya. Hanya saja, lebih sederhana. Vajilarongkorn yang sudah berganti baju dengan jubah putih dan emas di pinggirnya duduk di kolam dalam sebuah kuil di Grand Palace dengan naungan tenda warna emas.

Ketika air mengalir dan membasahi Raja, meriam berdentum, menandainya. Meriam-meriam dari abad ke-19 ini masing-masing menembak 10 kali. Masing-masing biksu Buddha kemudian bergantian memberi air. Raja pelan-pelan menyeka dengan lembut wajah dan bahu sebelah kirinya yang sengaja dibuka. Biksu lainnya meniupkan pipa-pipa yang berbunyi seperti terompet, serta merapal doa yang dilagukan. Setelah itu, giliran para Brahmana yang berambut gondrong dan beruban putih-putih. Prosesi ini memakan waktu sekitar satu jam. Setelah proses mandi selesai, Raja berjalan menuju ruang besar Baisal Daksin. Pakaiannya sudah berganti dengan jubah agung raja. Jubah ini berwarna emas. Berkilau. Di dada kirinya ada semacam lencana besar, seperti bentuk matahari. Jubah itu melapisi pakaian hitam kerah merah yang dikenakan Raja Rama X. Celananya, senada. Sepatunya yang berbeda. Dia mengenakan sepatu semacam boot yang menutupi mata kakinya.

Dia kemudian duduk di kursi segi 8 yang warna kuning yang dilapisi kain emas. Di sini, dia menerima air suci dari delapan arah dari 8 pejabat terpilih. Di antaranya, Pimpinan Junta Militer Prayuth Chan-ocha, ketua Majelis Legislatif Nasional, dan ketua Mahkamah Agung. Satu per satu pejabat ini mengguyurkan air dari delapan arah, mewakili arah mata angin dan tatanan pada kompas.

Baca juga : Jelang Penobatan, Raja Thailand Umumkan Nama Istrinya

Raja yang membawa semacam cangkir emas, berputar. Satu per satu pejabat, setelah memberi hormat, akan berlutut mengisi cangkir itu. Sesekali, seorang pejabat membetulkan alas duduk yang lecek karena Raja bergeser. Terompet kembali berbunyi. Persis bunyi gajah. Prosesi yang dipandu para Brahmana ini juga memakan waktu cukup lama.

Setelah itu, barulah prosesi puncak dilakukan. Vajiralongkorn berjalan, menaiki Takhta Dhadrapitha. Kursi emas dengan berbagai ornamen antik. Semua membungkuk. Kursinya dinaungi oleh sembilan payung kenegaraan. Tanda koneksi dengan “langit”. Di belakangnya, dua pengawal berkipas emas berbentuk daun mengipasinya. Di ruangan itu, duduk Ratu Suthida dan saudari-saudari Raja Vajiralongkorn. Ada putri Ubolratana Rajakanya, Putri Maha Cakri Sirindhorn dan Putri Chulabhorn Walailak.

Lima Brahmana, satu di depan, dan masing-masing dua di belakang memberi sembah kepada Raja. Yang 3 di depan terus menyembah. Yang dua, pegang mangkuk emas. Brahmana ini menyelipkan daun panjang di telingan kanan Raja.

Barulah setelah itu, sejumlah barang pusaka dikeluarkan. Pertama, mulai dari tali putih yang disematkan di bahu kanan Raja. Kemudian, semacam kalung, di bahu kirinya. Barulah setelah itu, Mahkota Agung Kemenangan diberikan. Mahkota keruxur seberat 7,3 kilogram diberikan yang dihiasi dengan berlian dalam enamel emas dengan berlian dari India di atasnya, hendak dipakai sendiri oleh Raja. Namun, dia tampak kesulitan. Dua pejabat membantunya. Satu memegangi dari belakang, satu lagi mengikatnya. Mahkota itu menyimbolkan gunung Meru, gunung yang diyakini sebagai tempat Dewa Hindu, Dewa Indra, tinggal. Raja Rama X tampaknya tidak terlalu nyaman dengan mahkota itu. Dia beberapa kali tampak membetulkan letaknya. Mahkota yang berat, menyimbolkan tanggung jawab raja.

Melihat tayangannya di layar besar, masyarakat di luar Istana tampak terharu. Sebagian ada yang menangis. “Raja Rama IX pasti tersenyum sekarang,” ujar Swanya, perempuan berusia 30 tahun sambil menyeka air matanya.

Setelah itu, 3 pusaka lain turut diserahkan. Keempatnya adalah Pedang Kemenangan, Tongkat Kerajaan, serta Kipas dan Penyapu Lalat Kerajaan.

Baca juga : Penobatan Raja, Thailand Rogoh Kocek Rp 440 Miliar

Raja juga diberikan dua buah cincin emas yang langsung dipakai di telunjuk tangan kanan dan kirinya. Kemudian biksu-biksu di sejumlah kuil membunyikan lonceng. Di situlah, titah pertamanya keluar. “Saya akan terus melestarikan, dan membangun legasi kerajaan dan akan memerintah dengan kebenaran bagi keuntungan dan kebahagiaan rakyat selamanya,” ujarnya.

Perintah pertama Raja Rama X nyaris persis dengan titah ayahnya, Raja Bhumibol saat dinobatkan menjadi Raja Rama IX pada tahun 1950. “Saya akan memerintah dengan kebijaksanaan untuk kepentingan dan kebahagiaan rakyat Siam,” ujar mendiang, saat itu.

Setelah pemakaian mahkota dan penyerahan pusaka Kerajaan, Raja Rama X memanggil Ratu Suthida. Ratu yang mengenakan kain sutra pink dan selendang emas kerajaan kemudian berlutut. Lalu, bersujud di hadapan Raja. Sementara Raja menuangkan air ke kepala dan dahinya. Dia juga mengambil daun dan menaruhnya di kuping kanan Suthida. Kemudian, barang-barang persembahan untuk Ratu, di antaranya selendang kuning dan lencana diberikan untuk Suthida. Sah dia jadi ratu.

Setelah itu, Dewan Penasihat, dan Kabinet, serta para pejabat senior, semuanya berkumpul di Aula Singgasana Amarindra Vinicchaya yang mewah di Grand Palace untuk audiensi dengan Raja. Masyarakat di luar mulai lapar. Untunglah, ada air mineral dan makanan gratis yang disediakan. Isinya, nasi dan kulit ayam goreng. Sembari menunggu acara penutup, yakni ditandunya Raja menuju kuil Emeral Buddha yang berjarak 600 meter dari Istana. Pukul 4, Raja Rama X ditandu dengan tandu kerajaan berlapis emas. Tandunya terbuka. Klasik. Yang mengangkat tandunya, pasukan berseragam oranye dan mengenakan helm emas.

Sementara pasukan berseragam merah dan putih berbaris di sampingnya. Panjang rombongan raja mencapai 500 meter. Di Kuil Emeral Buddha di Bangkok, Raja Rama X mendeklarasikan diri sebagai Pelindung Buddhisme. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.