Dark/Light Mode

Catatan Perjalanan ke Kazakhstan (4)

Sahur, Ifthar, dan Kiblat

Senin, 27 Mei 2019 01:30 WIB
Sebuah keluarga Muslim Kazakhstan sedang berbuka puasa (ifthar). (Foto: muscatdaily.com)
Sebuah keluarga Muslim Kazakhstan sedang berbuka puasa (ifthar). (Foto: muscatdaily.com)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejak merdeka dari Uni Sovyet pada 16 Desember 1991, Republik Kazakhstan tentu leluasa menentukan nasib negeri mereka sendiri. Termasuk dalam hal kehidupan beragama. 

Bangsa Kazakhstan sebenarnya adalah pemeluk agama Islam. Namun selama berada di bawah Uni Sovyet, kehidupan beragama dilarang. Termasuk agama Islam. Namun sejak memerdekakan diri, kehidupan beragama kembali tumbuh.

“Silakan kalau mau makan di mana saja di Kazakhstan, jangan khawatir. Halal!” jelas Kairat Malayev, Counsellor/ Deputy Head of Mission of the Embassy of the Republic of Kazakhstan to Indonesia. Sebelum berangkat ke Kazakhstan, kami bertemu terlebih dahulu. Dia meyakinkan saya, untuk tak khawatir dengan kuliner di Kazakhstan. Bagi warga Muslim, di mana pun mau makan, dia yakinkan akan selalu halal.   

Selain kuliner, tentunya pula, warga Kazakhstan sudah sangat biasa dengan ibadah agama Islam lainnya. Salah satunya ibadah puasa Ramadan seperti sekarang. Saat menginap di hotel, saya langsung ditanya, apakah mau menjalankan puasa. Meski mereka memaklumi kalau pun saya mau tidak berpuasa. Karena sedang bertugas di luar negeri dan berstatus musafir atau safar. 

“Makan pagi tetap kami siapkan. Tapi kalau mau berpuasa, hidangan sahur akan kami antar ke kamar anda,” kata seorang petugas hotel bertampang keturunan Rusia, kepada saya.

Untuk ifthar (berbuka) puasa, lanjutnya, saya bisa ke restoran di bagian lobi hotel. Sembari menunjukkan sebuah resto di salah satu pojok di lobi. Saya merasa nyambung sekali dengan dua istilah yang berasal dari bahasa Arab itu; sahur dan ifthar. Dua kata yang ternyata memang juga digunakan warga Kazakhstan. 

Baca juga : Nur-Sultan, Peraih Anugerah ‘Kota Perdamaian’ UNESCO

Dalam pergaulan sehari-hari, selain menggunakan bahasa Rusia, sebenarnya mereka lebih banyak menggunakan bahasa Kazakh. Bahasa ini merupakan rumpun bahasa Turkik (Turkic).

Rumpun bahasa Turk ini merupakan rumpun bahasa yang terdiri dari kurang-lebih 35 bahasa, dituturkan oleh bangsa Turk yang menetap di sepanjang wilayah dari Eropa Selatan dan Laut Tengah hingga Siberia dan Cina Barat. Kadangkala diusulkan sebagai bagian dari rumpun bahasa Altai meski masih kontroversial.

Rumpun bahasa Turk dituturkan sebagai bahasa ibu oleh sekitar 170 juta orang dan total penutur bahasa Turk melebihi 165 juta. Bahasa dalam rumpun ini dengan jumlah penutur terbanyak adalah bahasa Turki. Terutama dituturkan di Anatolia dan negara-negara Balkan.  

Selain di kalangan bangsa Kazakh sendiri, rumpun bahasa ini kini bisa ditemui di dalam bahasa-bahasa Turki, Azerbaijan, Tatar, Kirgiz, Uzbek, Uighur, Yakut, Tuva, Khalaj dan bahasa Oghur, yang meliputi bahasa Chuvash, Khazar, dan Bulgar.

Tak heran, rekan saya sesama jurnalis asal Turki, mereka leluasa berkomunikasi. Sementara bahasa Inggris, tak biasa digunakan warga Kazakhstan secara umum. Kecuali hanya seperti di hotel-hotel, perkantoran dan kampus-kampus saja. Dalam pengalaman saya beberapa kali berkomunikasi dengan sopir taxi misalnya, mereka umumnya kesulitan berbahasa Inggris.

Solusinya, sang sopir langsung punya ide; audio google translate! Haha! Ini akhirnya jadi solusi komunikasi kami. Tak hanya menanya lokasi tujuan saya. Di perjalanan, sang sopir malah sering bicara dengan bahasa Kazakh sambil mendekatkan hp ke mulutnya. Lalu memperlihatkan terjemahnya ke saya. 

Baca juga : Telur Emas & Tenda Terbesar Dunia Di Jantung Eurasia

Saya kemudian bicara cukup dalam bahasa Indonesia, lalu dia langsung membaca terjemahannya dalam bahasa Kazakh, sambil manggut-manggut. Kadang kami saling tertawa karena senang. Karena masalah bahasa akhirnya terpecahkan dengan bantuan teknologi.  

Sebelum terpikir ide ini, saat tiba di kamar, saya juga sempat mengalami kesulitan bahasa dengan petugas house keeping yang kebetulan berada di dekat kamar saya. Ketika akan shalat, sebenarnya saya sudah melacak arak Kiblat dengan kompas. Ketemu. Namun menjelang shalat, entah kenapa kompas di hp saya arah jarumnya malah malah terus berputar-putar. Nggak stabil. 

Sementara di langit-langit kamar hotel, tak terlihat jarum arah Kiblat. Saya menggangap wajar-wajar saja. Karena di sini saya pikir memang bukan di Indonesia, yang di plafon hotel biasanya mudah ditemukan arah Kiblat shalat.    

Dan sebenarnya dalam Fiqih, setahu saya, kalau sudah kesulitan mencari arah Kiblat, kita bebas shalat mau menghadap ke arah mana saja yang kita mau. Cuma, saya tetap merasa penasaran. “Bukankah negeri ini mayoritas warganya Muslim? Bahkan hingga 70-an persen?  Kalau nanya ke mereka, masa iya mereka nggak tahu?” dalam hati saya. 

Ternyata, ini jadi kesulitan saya yang pertama, saat bertanya kepada mereka dalam bahasa Inggris, perempuan yang juga keturunan Rusia berambut pirang itu sampai harus menelpon rekannya. Lalu dengan bahasa Inggris yang terbata-bata, dia minta saya menunggu. 

Usai menutup telponnya, saya kembali mencoba bertanya dengan perlahan. Sambil menebak-nebak, jangan-jangan dia mengerti kata ‘Kiblat’. “Do you know, the direction of Kiblat?” tanya saya pelan-pelan. 

Baca juga : Ajukan 33 Gugatan Pemilu ke MK, Nasdem Siapkan 46 Pengacara

Di luar dugaan saya, dengan setengah melotot kaget karena sudah paham, dia spontan menjawab. “Ooooh!!! Kiblat!??? Here! Here!!,” kata dia, sambil berusaha menunjukkan ke langit-langit kamar saya.

Tapi dia mendadak bingung. Agaknya dia ingin menunjukkan kepada saya, sebenarnya sudah ada stiker arah Kiblat di langit-langit hotel mereka. Tapi ternyata malah tidak ada. Dia kembali menelpon sang rekan, yang segera datang ternyata dengan sudah membawa stiker kompas di tangan. 

Si pria yang ternyata tak lain dari orang yang ngobrol dengan saya di lobi ini tadi, langsung menempelkannya ke langit-langit kamar. Dengan bahasa Inggris yang fasih, dia kemudian minta maaf. Dan menyilakan saya menghubungi nomor ‘one touch service”, sekiranya nanti ada hal lain yang saya butuhkan. Bersambung  

 

Muhammad Rusmadi,
Wartawan Rakyat Merdeka
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :