Dark/Light Mode

Trend Islam di AS (62)

Kepribadian Ganda Migran Muslim Di AS : Pengalaman Komunitas Indonesia (1)

Selasa, 25 Juni 2019 04:25 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Suatu ketika shalat Idul Fitri di Washington DC baru saja usai, ustad yang bertindak selaku khatib merangkap imam berkemas kembali ke kediamannya di Maryland, kira-kira berjarak 25 KM dari KBRI Washington.

Di rumahnya, sang ustadz, yang sehari-hari memberikan pelayanan keagamaan bagi warga Indonesia dan umat Islam yang ada di Belt way (Washington DC, Maryland, dan Virginia), sudah ditunggu beberapa warga yang akan memberikan ucapan selamat Idul Fitri. Sebagian di antara para tamu terharu dan menangis membayangkan anggota keluarganya di tanah air. Sebagian lagi menikmati lontong-buras yang disuguhkan isteri Ustadz.

Semakin lama semakin ramai para tamu yang tujuannya ingin bersilaturrahim dengan pembimbing spiritual mereka. Ada tiga lapis generasi yang datang di rumah Pak Ustadz, yaitu generasi yang sudah berumur 60 tahunan ke atas. Mereka inilah yang pertama kali mengadu nasib di negeri Paman Sam ini, kemudian mendatangkan isteri dan anak-anaknya di AS.

Tamu lainnya separuh baya usia 40 tahunan yang dulu dibawa oleh orang tuanya ketika masih kecil. Mereka membawa bayi dan anak-anaknya yang lahir di AS. Sebagian lainnya yaitu anak-anak yang ikut bergembira merayakan hari raya Idul Fitri dengan penuh kekhidmatan.

Baca juga : AS Dan Muslim Stateless

Dalam acara open house ini, Pak Ustad yang baru setahun bertugas di AS memutarkan sejumlah lagu-lagu spiritual keislaman karya putra-putra daerah bangsa. Meskipun kualitas rekamannya belum terlalu baik tetapi sudah bisa memberikan nuansa keindonesiaan di AS di hari lebaran itu.

Dalam pertemuan informal ini, ada beberapa orang tua yang mengeluhkan prilaku anak-anak mereka kepada Pak Ustad. Di antara tema pertanyaan itu berkisar pada kegelisahan mereka terhadap anak- anaknya yang 100% masih berwajah Indonesia tetapi isi kepala mereka sudah bercorak barat. Mereka sepertinya mengalami beban ganda.

Di satu sisi mereka harus loyal terhadap negara dan pemerintah, tetapi pada sisi lain mereka juga harus respek terhadap tradisi dan nilai-nilai spiritual keagamaan negara asalnya. Lingkungan pacu kehidupannya begitu rasional dan modern, sementara tradisi dan nilai-nilai keagamaannya dirasakan terlalu normatif dan doktrinal. 

Dalam lingkungan sekolah anak-anak mereka tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, sementara mereka yakin bahwa nilai-nilai keagamaan itu harus ditanamkan sejak dini. Upaya mengatasi persoalan seperti ini mereka selalu mendapatkan perhatian khusus dari kalangan tokoh senior mereka.

Baca juga : Perjumpaan Democracy dan Shuracracy (1)

Cara umum yang biasa dilakukan ialah membentuk forum komunitas masyarakat berdasarkan ciri-ciri khas keindonesiaan. Forum inilah yang berjasa mengatasi banyak permasalahan komunitas Indonesia di AS. Jika ada anggota keluarga muslim yang meninggal maka mayatnya tentu harus dikuburkan secara Islam, sementara pemerintah setempat tidak memberikan pelayanan khusus untuk kasus-kasus seperti ini.

Forum ini juga menyelesaikan masalah pendidikan keagamaan anak-anak muslim dengan cara menghimpun dana untuk menyewa building untuk dijadikan madrasah mingguan. Di madrasah inilah anak-anak diajarkan mengaji dan pelajaran agama lainnya. Sementara orang tua yang mengantar anak-anaknya di hari libur itu juga mengikuti majlis ta’lim guna menambah wawasan keagamaan mereka.

Forum ini juga secara tidak langsung melestarikan bahasa negara asal karena pada umumnya para ustad mengajar di madrasah dengan menggunakan bahasa negara asal. Forum ini juga bertanggung jawab mendatangkan guru-guru atau ustad dari tanah air untuk mengajarkan agama dan sekaligus melestarikan tradisi keagamaan.

Kepribadian ganda sulit dihindari bagi migran muslim di AS dan Eropa. Satu sisi mereka harus mengakui dan tunduk terhadap pemerintah setempat, tetapi pada sisi lain mereka juga harus menaruh respek terhadap pimpinan spiritual yang ada di tanah air.

Baca juga : Kekuatan Dialog

Kewajibannya sebagai warga negara setempat harus taat membayar pajak tetapi zakat mal, termasuk penyelenggaraan ibadah kurban dan ‘aqikah dilaksanakan di tanah air leluhur dengan cara mentransfer biaya pembelian hewan kurban/’aqikah di negeri asalnya. Ini semua cerita bagi keluarga muslim yang konsisten mempertahankan adat istiadat dan kepercayaan keagaman (Islam) mereka. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.