Dark/Light Mode

Menggapai Haji Mabrur (3)

Hakikat Haji Mabrur

Jumat, 2 Agustus 2019 13:27 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Cita-cita semua orang yang menunaikan ibadah haji, selain ingin hajinya diterima (maqbul) juga yang lebih penting ingin hajinya mabrur,  yakni haji yang mendapatkan penilaian khusus di sisi Allah SWT.

Haji mabrur dijanjikan keutamaan khusus dari Rasullah SAW: “Tidak ada haji yang balasannya surga selain haji yang mabrur” (HR Bukhari-Muslim). Haji maqbul biasa dicapai melalui penyempurnaan niat, rukun, syarat, dan sunat haji, tetapi haji mabrur membutuhkan waktu untuk menyadarinya.

Di samping itu juga membutuhkan watak dan karakter individu yang handal dan konsisten (istiqamah).

“Barangsiapa yang menunaikan haji dengan niat semata-mata karena Allah, tidak berkata kotor dan berbuat fasik, maka ia akan menjadi sosok suci seperti bayi yang dilahirkan oleh ibunya.” (HR Bukhari).

Apa sesungguhnya haji mabrur itu, bagaimana meraihnya, dan bagaimana mempertahankannya. Dampak positif haji mabrur bukan hanya pada diri yang bersangkutan, tetapi juga di dalam masyarakat luas.

Baca juga : Makna Spiritual Haji (2)

Haji mabrur dapat menjadi kader yang handal di dalam menyelesaikan berbagai problem masayarakat dan bangsa kita. Dengan demikian, perwujudan haji mabrur patut diperjuangkan semua pihak.

Haji mabrur tidak diukur pada saat proses pelaksanaan haji tetapi terutama seusai pelaksanaan ibadah haji itu sendiri.

Kriteria haji mabrur juga menuntut syarat-syarat sosial seperti yang secara ek-splisit disebutkan dalam Al-Qur’an: Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.

Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, nisca- ya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan se- sungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Q.S. Al-Baqarah/2:197).

Berkata-kata kotor dan sembrono, berbuat keonaran (fasik), dan berbantah-bantahan, diberikan penegasan khusus oleh Allah SWT. Beranikah kita memutus dosa-dosa langganan kita selama ini, baik yang kecil-kecil apalagi yang besar-besar. Apakah masyarakat sekitar, terutama keluarga sudah merasakan vibrasi positif dari kita.

Baca juga : Makna Spiritual Haji (1)

Dengan kata lain, Apakah haji kita membawa kebaikan di dalam masyarakat khususnya di lingkungan keluarga terdekat kita. Untuk membangkitkan kesadaran spiritual sebagai upaya menggapai haji mabrur, maka pengenalan makna dan simbol-simbol haji perlu juga mendapatkan perhatian khusus, terutama pemaknaan secara esoterik sejumlah tempat yang banyak mendapatkan perhatian umat.

Institusi Thawaf misalnya sebagai warisan dari Nabi Adam, selain menirukan cara beribadah para malaikat, juga menirukan prilaku alam raya.

Ini semua membuktikan bahwa manusia sebagai partikel mikrokosmos, harus juga tunduk dan pasrah (islam) dan konsisten (istiqamah) kepada Khaliqnya.

Seorang muslim yang ideal ialah selain menyatakan kepasrahan total kepada Allah SWT juga harus memancarkan nilai-nilai pencerahan di dalam kehidupan bermasyarakat.

Tidak hanya menjunjung tinggi kesalehan individual melainkan juga kesalehan sosial. Dalam siklus kehidu- pan sehari-hari, manusia senantiasa men- jalankan fungsi-fungsi thawaf.

Baca juga : Peran Imam

Orang-orang yang berthawaf di atas rel yang benar, mereka itulah disebut orang-orang yang berjalan di atas jalan yang lurus, jalan yang penuh kenikmatan (shirath alladzina an’amtaalaihim).

Orang-orang musyrik, atau orang-orang yang melakukan loyalitas dan penghambaan ganda kepada lebih dari satu obyek yang seharusnya disembah, sesungguhnya telah menempuh rel menyimpang dalam kehidupannya.

Tuhan menggambarkannya dalam Surah al-Hajj: Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Q.S.Al-Hajj/22:31).

Orang-orang yang menyimpang dari sistem global dan nilai-nilai universal sebagaimana ditetapkan Tuhan, tidaklah tergolong haji mabrur, bahkan boleh jadi yang bersangkutan sesungguhnya orang-orang yang sesat.

Nurani (cahaya) dalam hati mereka padam digantikan dengan hati dlulmani, hati yang gelap gulita. Cermin batinnya yang buram tidak mampu lagi menangkap nur, cahaya Ilahi.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :