Dark/Light Mode

Aksi Cowboy Yang Merenggut Nyawa Letkol

Jumat, 28 Desember 2018 08:01 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Di banyak kota metropolitan yang saya kunjungi, saya mendapat jawaban sama: pemerintah kota membatasi pertumbuhan kendaraan bermotor secara rigid, ketat. Itu yang saya temukan antara lain di Singapura, Tokyo, Shanghai, Amsterdam, Seoul, Moskow.

Ketika Jokowi menjabat Gubernur DKI, ia mengkritik kebijakan pemerintah SBY yang memproduksi mobil yang disebut Low Cost Green Car (LCGC), mobil hemat bahan bakar dan murah lingkungan. Mobil ini harganya sangat terjangkau karena diberikan keringanan pajak oleh pemerintah pusat. Tujuannya agar mereka yang berpenghasilan sedang ke bawah bisa membeli. LCGC juga multi fungsi, bisa untuk mendaraan pribadi, juga untuk transport umum.

Jokowi mengkritik karena penjualan LCGC yang “meledak” hanya lebih memperparah kemacetan lalu-lintas di Ibukota. “Jakarta sudah macet kok malah dibanjiri mobil murah, sehingga tambah macet lagi!” komplain Jokowi waktu masih Gubernur DKI.

Konsep LCGC di kemudian hari ternyata juga melenceng dari idealisme semula dan mendapat kritik keras dari Menteri Keuangan. Disuruh pakai pertamax, pemilik LCGC tetap mengincar premium sebagai bahan bakar. Logikanya sangat sederhana, mana mungkin mereka yang berenghasilan menengah mau mengkonsumsi Pertamax kalau mereka hanya mampu beli mobil murah?!

Baca juga : Amien Cuek

Anehnya, setelah menjabat Presiden RI, Jokowi seperti lupa dengan gagasan bagus ketika ia menjabat Gubernur DKI, yaitu mengurangi kendaraan bermotor di jalan-jalan. Pemerintah sekarang bersikeras, “banjir kendaran mobil dan motor” di jalan pertanda Indonesia semakin makmur.

Kenapa harus dibatasi?!! Biarkan saja. Makin banyak mobil dan motor di jalan, pertanda Indonesia semakin makmur! Itulah sebabnya, perambahan mobil, terutama motor, di Jakarta “tambah gila”. Sekarang siapa saja bisa membawa pulang sepeda motor tanpa harus membayar uang muka.

Jika tidak sanggup membayar cicilan, ya, kembalikan saja kendaraannya kepada show-room. Selesai. Sepeda motor di Ibukota ibarat semut. Dan celakanya, pengendara motor. Umumnya, arogan jika di jalan. Mereka seolah tidak mengenal aturan lalu-lintas. Sepeda motor kini menjadi momok utama pengguna jalan. Dulu, bus metro-mini yang merajai jalan-alan Ibukota.

Kini sopir-sopir Metromini pun takut dengan sepeda motor, sebab “korps spirit” pengendara motor sangat tinggi. Jika ada kecelakaan yang menimpa motor, banyak pengendara sepeda motor lain yang berhenti dan siap membantunya.

Baca juga : Boikot, Cara Bowo Melawan Metro TV

“Lebih baik jangan berurusan dengan motor. Repot kita!” begitu jargon yang terkenal di kalangan pengendara mobil. Jumlah sepeda motor yang menyemut membuat tingkat kecelakaan lalu-lintas di negara kita, khususnya Jakarta, sangat tinggi, menduduki peringkat ke-2 di ASEAN.

“Korban kecelakaan di Indonesia lebih banyak dari jumlah korban terorisme, bencana tsunami, dan bencana banjir,” kata Kapolri Jenderal Tito ketika membuka Forum Dialog Lalu-lintas ASEAN di Jakarta pada 15 Nopember 2017. Menurut catatan Menteri Perhubungan, 2-3 orang tiap jam meninggal dunia akibat kecelakaan lalu-lintas.

Data di Direktorat Lalu-lintas Polda Metro Jakarta mencatat pada kurun waktu Januari hingga Mei 2018 terjadi 2.387 kasus kecelakaan lalu-lintas, 242 orang meninggal,364 korban mengalami luka berat. Sekitar 75% kecelakaan LL melibatkan sepeda motor. Yang memprihatinkan lagi, hampir 80% korban kecelakaan pada Januari-Mei 2018 menimpa mereka yang berusia 20-40 tahun.

Kaum milenial yang jadi harapan masa depan bangsa, ternyata, korban terbesar kecelakaan lalu-lintas! Kasus yang merenggut seorang Letkol TNI-AU di jalan-raya, sebetulnya bukan kasus luar biasa. Tiap hari, tiap jam pasti terjadi kasus serupa, terutama di Jakarta.

Baca juga : Menegakkan Kejujuran Akademik

Bedanya, drama lalu-lintas yang ini melibatkan senjata api, pelaku diamuk amarah yang luar biasa dan secara spontan menggunakan senjata api untuk menyelesaikan kasus ini. Ia pasti terkejut setengah mati setelah menyadari korban yang meninggal adalah seorang perwira menengah TNI.

Suatu peringatan juga bagi segenap pimpinan TNI untuk benar-benar mengawasi penggunaan senjata api para anggotanya. Senjata api digunakan untuk mempertahankan NKRI, melawan teroris atau pemberontak yang hendak melepaskan diri dari NKRI, bukan untuk menewaskan sesama anak bangsa, apalagi sipil!!!

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.