Dark/Light Mode

KPK, Jangan Dimatikan

Selasa, 10 September 2019 06:47 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Beberapa pasal dalam usulan Revisi UU KPK yang dinilai benar-benar bertujuan untuk mengkerdilkan, bahkan mencabut taring KPK antara lain: KPK adalah instansi penegak hukum bagian dari eksekutif.

Ketuanya langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Pembentukan Dewan Pengawas. KPK tidak boleh bertindak liar, tidak boleh jadi lembaga hadap Kepolisian dan Kejaksaan dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Tidak heran jika wakil-wakil rakyat di DPR ketika itu SEREMPAK mendesak pembentukan sebuah aparat penegak hukum yang independen dan kredibel untuk efektivitas pemberantasan korupsi.

Sebagai instansi bagian dari eksekutif, maka semua pegawai KPK menjadia nggota Korpri, karena Korpri wadah tunggal ASN di semua instansi pemerintah.

Dengan sendirinya, wadah pegawai KPK yang selama ini cukup bergigi “mengawal” KPK dan independensi KPK, harus bubar.

Baca juga : Manusia: Homo Saevus atau Pir Bonus

Super body (istilah yang pernah dipakai Presiden SBY), tapi harus diawasi ketat oleh Dewan Pengawas yang independen dan beranggotakan orang-orang berintegritas (secara teoritis) Kewenangan sadap.

Selama ini sadap telepon menjadi senjata pamungkas KPK. 80 persen lebih hasil OTT KPK berasal dari penyadapan telepon terduga koruptor yang dilakukan oleh petugas KPK. Petugas KPK boleh melakukan sadap berdasarkan persetujuan Ketua KPK.

Menurut revisi UU KPK, sadap harus mendapat izin dari Dewan Pengawas. Kewenangan tidak menerbitkan SP3. Selama ini jika KPK sudah menetapkan seseorang tersangka pidana korupsi, keputusan itu tidak bisa ditarik kembali/dibatalkan.

Tergantung dari kacamata mana orang meneropongnya, kewenangan tidak menerbitkan SP3 di sisi diartikan pelanggaran terhadap HAM seorang tersangka.

Ada beberapa tersangka yang sampai 2 (dua) tahun tetap berstatus tersangka tanpa diadili, bahkan ada yang sampai meninggal dunia.

Baca juga : Perseteruan Politik di Tubuh Golkar

Namun, di sisi lain jika KPK boleh mengeluarkan SP3, kepastian hukum dipertanyakan. Maka, kalau sudah tersangka, ya KPK harus konsekuensi membuktikan kejahatan si tersangka di pengadilan.

Penyidik kasus korupsi hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan. KPK tidak boleh “mencetak” penyidik. Padahal historis pembentuklan KPK pada awal era reformasi dilatarbelakangi oleh euforia ketidakpercayaan publik.

Beberapa pasal usulan Revisi UU KPK di atas, jelas gamblang, bertujuan untuk mengkerdilkan KPK, atau merontokkan gigi-gigi KPK. Maka, masyarakat memberikan reaksi keras untuk membela KPK, sekaligus menggugurkan Usulan Revisi UU KPK dari DPR.

Lima universitas sudah menyatakan menolak revisi UU KPK. Ratusan massa mendatangi gedung KPK untuk memberikan dukungan mereka. Lima pimpinan KPK pun sudah menyurati Presiden untuk meminta dukungan Presiden. Tapi, DPR bersikap keras.

UU usulan DPR itu akan dikebut kilat, dalam tempo 3 minggu harus sudah disahkan sebagai Undang-Undang. Kenapa harus dikebut? Padahal Revisi UU KPK tidak masuk dalam Prolegnas prioritas?

Baca juga : Papua Membara

Alasan sementara wakil rakyat tidak logis, bahkan mengada-ada: supaya DPR yang baru periode 2019-2024 bisa bekerja dengan menggunakan UU KPK yang baru.

Begitu juga dengan 5 Komisioner KPK yang sebentar lagi akan dipilih DPR, mereka bisa berpegang pada UU KPK yang baru dalam menjalankan tugas-tugasnya.

DPR-RI tidak bisa nyelonong memproses usulan Revisi UU KPK menjadi UU jika Presiden tidak menyurati DPR sebagai sinyal go ahead. Maka, nasib Revisi UU KPK kini sangat tergantung pada sikap Presiden.

Fahri Hamzah yakin Presiden Jokowi punya sikap yang sama dengan DPR. Hal ini terindikasi dari cuplikan pidato kenegaraan Presiden di depan DPR tanggal 16 Agustus 2019 yang samar-samar mengkritik kinerja KPK.

Dalam pidatonya itu, Jokowi menyoroti OTT-OTT KPK yang terkesan makin intensif. Menurut Jokowi, kinerja KPK juga harus diukur dari berapa besar kerugian negara yang bisa diselamatkan, seberapa efektif pengawasan KPK terhadap kejahatan korupsi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.