Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia (59)

Memberi Kemerdekaan Dalam Berkeyakinan

Jumat, 28 Juli 2023 05:45 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Nabi tidak pernah memaksakan warganya untuk menganut keyakinan dan kepercayaan tunggal. Setiap orang diberi kemerdekaan untuk menentukan pilihan keyakinan yang dikehendakinya, walaupun Nabi juga selalu aktif memperkenalkan ajaran tauhid yang di­embannya.

Ada pelajaran penting bagi kita terhadap sikap dan perlakuan Nabi terhadap Panglima Angkatan Perang­nya, Usamah ibn Zaid ibn Haritsah. Ketika peperangan baru saja usai, tiba-tiba menyelinap seorang musuh mau memasuki wilayah kekuasaan prajurit muslim.

Baca juga : Pemerataan Dunia Pendidikan

Usamah yang pernah dipertanyakan kemampuannya untuk menjadi Panglima Angkatan perang karena masih sangat yunior, kurang 20 tahun, memergoki dan mengejar musuh tersebut. Musuh itu terjebak di sebuah tebing, sehingga tidak ada lagi jalan keluar. Mundur ada tebing dan di sampingnya ada jurang.

Dalam keadaan terdesak tiba-tiba musuh itu memekikkan dua kalimat syahadat di depan Usamah. Kita tidak tahu apa maksud musuh bebuyutan ini bersyahadat. Usamah ibn Zaid memahami syahadat itu hanya untuk mengecoh pasukan muslim agar tidak membunuhnya. Usamah kemudian menghunus pedang dan membunuh orang tersebut.

Baca juga : Mengakomodasi Kearifan Lokal

Menyaksikan kejadian itu, salahseorang sahabat melaporkan kepada Nabi bahwa Usamah membunuh orang yang sudah bersyahadat.

Menanggapi laporan itu, Nabi marah sekali hingga terlihat urat di dahinya melintang. Usamah dipanggil Nabi lalu ditanya kenapa membunuh orang yang sudah bersyahadat? Usamah menjawab bahwa pemuda itu hanya sebagai taktik agar ia tidak dibunuh. Ia juga membawa senjata dan sewaktu-waktu bisa mencelakakan pasukan. Ia dibunuh karena diduga syahadatnya palsu.

Baca juga : Menyesuaikan Trend Globalisasi Umat Islam

Mendengarkan se­cara saksama alasan Usamah membunuh musuh yang sudah bersyahadat, maka Nabi mengeluarkan pendapat: Nahnu nahkum bi al-dhawahir, wa Allah yatawalla al-sarair (Kita hanya menghukum apa yang tampak, dan Allah SWT yang menghukum apa yang tersimpan di hati orang).

Sikap Nabi ini menunjukkan betapa kita tidak boleh memvonis keyakinan dan kepercayaan orang lain. Jika orang secara formal mempersaksikan syahadatnya se­cara terbuka maka kita tidak boleh lagi mengusiknya. Soal ada pelanggaran lain, nanti saja proses hukum formal yang akan menyelesaikannya. Usamah pun saat itu memohon ampun kepada Rasullullah akan peristiwa itu dan Usamah berjanji akan hati-hati jika menemui peristiwa yang sama terjadi di kemudian hari. Jika orang lain dieksekusi maka sesungguhnya yang turut korban ialah family terdekat orang itu. Bahkan keluarga yang bersangkutan bisa mengurung diri berbulan-bulan lantaran tidak tahan menanggung rasa malu.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.