Dark/Light Mode

Menggapai Kesejukan Beragama (1)

Langit Untuk Manusia

Selasa, 17 September 2019 08:13 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Kitab suci semua agama diyakini berasal dari langit (celestial world). Tuhan menurunkannya sebagai “surat cinta” Tuhan yang berisi tuntunan dan sekaligus “tiket” untuk mengundang kembali ke kampung halamannya semula, di surga.

Manusia pada mulanya makhluk surgawi di langit lalu jatuh ke bawah sebagai akibat pelanggaran dilakukan nenek moyangnya Adam dan Hawa.

Allah SWT menjanjikannya bersama anak cucunya untuk kembali ke surga jika sudah menyadari kesalahan dan membersihkan diri selama berada di bumi pengasingannya.

Kitab suci dari Tuhan untuk manusia, bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada fitrah dan jati dirinya.

Baca juga : Penyatuan Kalender Hijriyah Di Indonesia, Mungkinkah Terjadi?

Kitab suci bukan dari manusia untuk Tuhan, karena itu kitab suci, khususnya Al-Qur’an, turun secara berangsur-angsur sesuai dengan kondisi obyektif dan taraf kehidupan manusia.

Al-Qur’an turun melalui dua fase, yaitu fase Makkiyah yang berisi pemantapan aqidah dan sekaligus sebagai pangkalan pendaratan norma syari’ah yang selanjutnya turun di dalam fase Madaniyah.

Turunnya Al-Qur’an selama 23 tahun dengan dua fase adalah pelajaran penting bagi manusia, bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa pun memerlukan waktu untuk membumikan ajaran-Nya.

Tidak manusiawi kitab suci itu jika turun sekaligus. Kitab suci berusaha untuk mentransformasikan manusia dari suasana rendah, negatif ke suasana batin lebih tinggi yang lebih positif, perlu sebuah proses.

Baca juga : Hijrah dari Inabah ke Istijabah

Proses itu mempunyai 3 sifat, yaitu turun berangsur-angsur (Al-tadarruj fi al-tasyri’), sedikit demi sedikit (Al-taqlil A-taklif), dan menyingkirkan kesulitan (’adam al-kharaj).

Sebagai contoh, untuk mengubah tradisi masyarakat Arab yang gemar mabuk, diperlukan 3 ayat yang turun secara bertahap untuk sampai ke tingkat paling ideal: Jauhi minuman keras yang memabukkan karena itu permainan setan (ris min ’amal al syaithan/Q.S. Al-Maidah/5:90).

Sistem ekonomi orang-orang Arab juga terbiasa dengan budaya rentenir (ribawi), maka Allah SWT menurunkan tujuh ayat secara berangsur dan pada akhirnya ditutup dengan ayat pamungkas: Riba itu haram (Q.S. Ali ’Imran/3:130).

Nilai-nilai dan norma-norma Syari’ah tidak turun sekaligus tetapi sedikit demi sedikit. Rukun Islam yang lima itu juga tidak turun sekaligus melainkan bertahap.

Baca juga : Hijrah Ibu Kota

Kesemuanya itu memungkinkan manusia untuk merasakan ajaran Islam sebagai ajaran yang manusiawi, tidak langsung menggunting tradisi yang sudah turun temurun di dalam masyarakat bangsa Arab.

Pada akhirnya dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya bisa mengubah keseluruhan tradisi yang secara diametrikal bertentangan dengan ajaran Islam. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.