Dark/Light Mode

Menggapai Kesejukan Beragama (8)

Tidak Gampang Mengkafirkan Orang

Senin, 23 September 2019 08:08 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Suatu ketika perang usai, tiba-tiba menyelinap seorang musuh mau memasuki wilayah kekuasaan prajurit muslim.

Usamah ibn Zaid Ibn Haritsah yang dikenal Panglima Angkatan Perang Nabi yang muda usia memergoki dan mengejarnya. Musuh itu terjebak di sebuah tebing, sehingga tidak ada lagi jalan keluar.

Mundur ada tebing dan di sampingnya ada jurang. Tiba-tiba saja musuh itu memekikkan dua kalimat syahadat di depan Usamah. Kita tidak tahu apa maksud musuh bebuyutan ini bersyahadat.

Usamah ibn Zaid menafsirkan syahadat musuh ini hanya untuk mengecoh pasukan muslim agar tidak membunuhnya. Usamah kemudian menghunus pedangnya dan membunuh orang tersebut.

Salah seorang sahabat yang menyaksikan peristiwa ini melaporkan kepada Nabi bahwa Usamah, Sang Panglima Angkatan Perang, membunuh orang yang sudah bersyahadat.

Baca juga : Meninggalkan Ekslusivisme Beragama

Menanggapi laporan itu, Nabi marah sekali hingga terlihat urat di dahinya melintang. Usamah dipanggil Nabi lalu ditanya kenapa membunuh orang yang sudah bersyahadat?

Usamah menjawab hanya sebagai taktik, ia membawa senjata dan sewaktu-waktu bisa mencelakakan pasukan. Ia dibunuh karena diduga syahadatnya palsu.

Mendengarkan secara saksama alasan Usamah membunuh musuh yang sudah bersyahadat, maka Nabi mengeluarkan pendapat: Nahnu nahkum bi al-dhawahir, wa Allah yatawalla al-sarair (Kita hanya menghukum apa yang tampak, dan Allah SWT yang menghukum apa yang tersimpan di hati orang).

Jawaban Nabi ini menunjukkan betapa tidak bolehnya memvonis keyakinan dan kepercayaan orang lain. Jika orang secara formal mempersaksikan syahadatnya secara terbuka, maka kita tidak boleh lagi mengusiknya.

Soal ada pelanggaran lain, nanti saja proses hukum formal yang akan menyelesaikannya. Usamah pun saat itu memohon ampun kepada Rasullullah akan peristiwa itu dan Usamah berjanji akan hati-hati jika menemui peristiwa yang sama terjadi di kemudian hari.

Baca juga : Menanggalkan Ego Spiritual

Jika orang lain diek-sekusi maka sesungguhnya yang turut korban ialah family terdekat orang itu.

Bahkan keluarga yang bersangkutan bisa mengurung diri berbulan-bulan lantaran tidak tahan menanggung rasa malu.

Semua orang harus hati-hati agar jangan be-gitu gampang memvonis seseorang sebagai kafir, musyrik, ahlul bid’ah, karena boleh saja vonis itu memantul kepada diri si penuduh.

Rasulullah SAW pernah bersabda barangsiapa yang menuduh orang lain kafir padahal tidak sesuai dengan kenyataan di mata Allah SWT maka yang bersangkutan akan menerima akibatnya yang setimpal.

Jarang ditemukan dalam hadis apalagi dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan bolehnya melakukan penyerangan kepada suatu kelompok dengan menebarkan isu pengkafiran (takfiri).

Baca juga : Merawat Moderasi Muslim

Justru di situlah tantangan da’wah bagaimana membetulkan aqidah orang-orang yang dinilai bermasalah. Bukannya mereka diusir atau dijauhi dengan mengangkat isu takfiri.

Yang banyak ditemukan ialah ajakan untuk mengin-tensifkan dakwah terhadap orang-orang yang diang-gap mempunyai masalah dari segi akidah.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.