Dark/Light Mode

Menggapai Kesejukan Beragama (5)

Menanggalkan Ego Spiritual

Sabtu, 21 September 2019 07:02 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Ada seorang perempuan nakal, pelacur mencari ulama untuk curhat dan sekaligus meminta nasehat bagaimana meninggalkan dunia hitam yang selama ini degelutinya.

Ia juga akan menanyakan masih adakah harapan Tuhan memaafkan dan menerima tobatnya setelah malang melintang hidupnya di tengah lumpur dosa.

Akhirnya ketemulah seorang ulama tersohor dan dikenal juga sebagai ahli ibadah di negerinya. Sang pelacur meminta izin untuk menemui sang ulama guna menanyakan halnya.

Mendengarkan keinginan itu, maka sang alim menolak keinginan perempuan nakal itu dengan mengatakan, aku tidak mau menodai diriku dengan berkomunikasi dengan orang kotor seperti itu.

Baca juga : Merawat Moderasi Muslim

Mendengarkan cerita itu maka Nabi mengatakan sang ahli ibadah itu penghuni neraka dan perempuan yang karena ketulusannya ingin bertaubat adalah penghuni syurga.

Sang ulama memang sepertinya tidak sejalan dengan prinsip Q.S. Al-Ma’un, yang intinya menjelaskan kriteria kualitas keberagamaan seseorang tidak diukur dari banyaknya ibadah mahdhah yang dilakukan tetapi juga ibadah sosial, seperti memperhatikan nasib fakir miskin dan anak yatim piatu.

Bahkan dalam surah itu juga dinyatakan celakalah bagi orang shalat yang shalatnya tidak membawa dampak sosial kemasyarakatan.

Aktivitas ibadah dan spiritual yang dilakukan tanpa memperdulikan lingkungan masyarakat di mana ia berada malah dikhawatirkan terjebak dengan apa yang disebut dengan ego spiritual.

Baca juga : Mengedepankan Kejujuran

Tentu saja ego tidak bisa diukur berdasarkan ukuran-ukuran fisik semata, seperti keinginan kuat untuk memiliki jabatan kekayaan fisik lainnya, tetapi juga dalam bidang spiritual.

Seringkali seseorang terlihat low profile, tetapi secara spiritual menyimpan sesuatu yang tercela di mata Tuhan.

Ego spiritual terjadi ketika orang-orang yang terlalu mengedepankan hubungan vertikalnya dengan Tuhan tanpa mau tahu lingkungan masyarakat sekitarnya.

Bahkan ia cenderung menghindarinya karena seolah-olah dirinya sudah tidak selevel dengan mereka. Ia mengklaim dirinya sebagai orang-orang kelas atas dalam dunia spiritual.

Baca juga : Kitab Suci: Membumi untuk Melangitkan

Ia memilih-milih sahabat dan menghindari orang-orang yang justru memerlukan perhatian dan kasih sayang serta bimbingan.

Jika orang-orang ini dijauhi lantas mereka semakin jauh dengan Tuhan, sementara kita dengan asyiknya beribadah sendirian tanpa kehadiran mereka yang boleh jadi menyita waktu, tenaga, pikiran, dan materi, maka kita termasuk kategori ego spiritual.

Keberadaan ego spiritual tak ada ubahnya dengan ego duniawi yang lebih menekankan ego individualitasnya.

Orang-orang seperti inilah yang disebut di dalam AlQur’an tidak memiliki bekas-bekas sujud (Atsar Al-Sujud). ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.