Dark/Light Mode

Selimut Sakti Penusukan Sultan

Senin, 14 Oktober 2019 07:59 WIB
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
Dalang Wayang Politik

 Sebelumnya 
Kocap Kacarito. Pascawafatnya Sultan Trenggana sebagai raja Demak, muncul suara-suara calon pengganti mahkota kerajaan tanah Jawa.

Arya Penangsang dan Joko Tingkir termasuk dua kandidat kuat sebagai penerus tahta kerajaan Demak. Joko Tingkir di atas angin berpeluang untuk menjadi raja Demak.

Karena Joko Tingkir atau Mas Karebet mendapat dukungan politik penuh dari Sunan Kali Jaga.

Setelah melalui lobi-lobi politik akhirnya Joko Tingkir berhasil menjadi Raja Demak dengan gelar Sultan Hadiwijaya.

Baca juga : Sesaji Raja Suryo dan Kalaludra

Arya Penangsang murka tidak bisa menerima kekalahan tersebut. Menurutnya dialah yang paling berhak atas tahta kerajaan Demak.

Joko Tingkir hanya anak mantu dari Sultan Trenggana tidak memiliki legitimasi yang kuat untuk menjadi raja Demak.

Kedua utusan Arya Penangsang berhasil masuk ke dalam istana. Malam yang sepi dan larut akibat pengaruh aji sirep Bagananda membuat penghuni lelap dalam mimpi.

Tidak terkecuali Sultan Hadiwijaya lelap terkena aji sirep. Dalam jarak dua langkah kedua penyusup siap menusuk perut Hadiwi jaya dengan keris Setan Kober.

Baca juga : Bangkitnya Kumbokarno

Namun keajaiban berpihak ke Sultan Hadiwijaya. Selimut sakti milik Sultan Hadiwijaya terbang menampar kedua penyusup dan keduanya jatuh terkapar di lantai.

Kedua penyusup panik dan menyembah mohon ampun untuk tidak dibunuh. Sultan Hadiwijaya memaafkan kedua utusan Arya Penangsang.

Keduanya diampuni dan diberi ganjaran berupa baju keprajuritan Demak. Kedua utusan tersebut disuruhnya pulang ke Jipang dan melapor kepada Arya Penangsang.

Keris Setan Kober milik Arya Penangsang diminta sebagai bukti oleh Sultan Hadiwijaya.

Baca juga : Hanoman Obong dan Pembakaran Hutan

“Motif penusukan Sultan Hadiwijaya sangat jelas yaitu perebutan kekuasaan atas kerajaan Demak, Mo,” celetuk Petruk membuyarkan lamunan Romo Semar.

Tindak kekerasan memiliki motif yang berbeda-beda. Namun perilaku kekerasan menunjukkan sudah buntu tidak ada ruang dialog.

Di era demokrasi, setiap perbedaan politik harus disikapi dengan jiwa besar dan diselesaikan dengan koridor negara hukum.

Cukuplah perebutan kekuasaan dengan kekerasan yang terjadi di kerajaan Demak sebagai pepiling kita semua. Oye ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.