Dark/Light Mode

Ujian Pertama Prabowo: Diplomasi Di AS

Kamis, 31 Oktober 2019 07:05 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Kedua, masih dalam konteks krisis laut Tiongkok Selatan, AS tampaknya berharap RI memainkan peran yang lebih aktif untuk menenteramkan situasi. Soalnya, banyak tanda yang menunjukkan pemerintah Tiongkok semakin agresif mengklaim pulau-pulau di perairan lTS itu milik sah mereka, oleh sebab itu Beijing mengerahkan semakin banyak angkatan perangnya untuk menjaga “kedaulatannya” di sana. Tapi, Washington pasti menyadari bahwa RI tidak bisa memainkan peran terlalu besar. Sebagai anggota ASEAN, putusan apa pun yang diambil satu anggota harus disepakati oleh seluruh anggota lain.

Ketiga, dalam konteks hubungan segi empat Jakarta-Beijing-moskow-Washington, Kementerian Pertahanan AS tampaknya ingin menawarkan berbagai alutsista kepada Indonesia. Tentara Nasional Indonesia (TNI) memang sedang fokus mempercepat pembangunan kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF). Upaya tersebut penting dalam membentuk kekuatan pertahanan yang memadai, termasuk membangun dan memodernisasi seluruh alat utama sistem pertahanan (alutsista) dan teknologi yang dimiliki TNI. Panglima TNI marsekal Hadi Tjahjanto belum lama menandaskan bahwa pembangunan MEF (Tahap II) harus sejalan dengan kebijakan rencana strategis (renstra) kedua. Sejauh ini, realisasi MEF TNI pada tahap tersebut telah mencapai 62,8% dari target 72%.

Baca juga : Jokowi Membuat Terobosan Dalam Kabinet Baru

Informasi mengenai kekuatan militer Indonesia saat ini, tampaknya, masih simpang siur. Satu sumber mengatakan militer Indonesia masuk “10 besar” di dunia. Tapi bandingkanlah belanja militer kita dengan beberapa negara tetangga. Belanja alutsista Malaysia tahun lalu tercatat USD 3,6 milyar, Singapura USD 14,7 milyar, Tiongkok 173 miliar, sedang Indonesia hanya USD 0,8 miliar. Untuk meningkatkan kekuatan alutsista, kecuali menambah jumlah persenjataan, Indonesia juga harus memodernisir secara massif alutsista yang ada. Sebagian kapal perang kita sudah berusia 30 tahun lebih; pesawat tempur pun relatif tidak terlalu canggih.

Berbagai agenda penting lainnya pasti akan jadi topik pembicaraan bilateral antara menhan kita dan Menhan Amerika. Sebagai purnawirawanan perwira tinggi yang punya pendidikan dan pengalaman segudang di bidang militer dan pertahanan, kepiawaian Prabowo menangani masalah pertahanan dan keamanan, tampaknya, tidak perlu diragukan. Prabowo sosok yang smart, tegas dan cinta Tanah air. Diskusinya dengan para petinggi keamanan dan militer Amerika menjadi ujian pertama baginya untuk menunjukkan kepiawaiannya di bidang militer dan pertahanan. Prabowo dikabarkan sangat berkeinginan untuk memperkuat pertahanan negara kita, sekaligus memperkuat alutsista Indonesia. Ia pernah mengatakan Indonesia negara besar, sebesar wilayah Eropa dengan jumlah penduduk yang hampir sama pula dengan penduduk Eropa. Tapi berapa pesawat tempur yang kita miliki saat ini? Berapa pula kapal selam yang sudah dioperasionalkan oleh angkatan laut kita? Di mata Prabowo, sangat wajar jika negara kita memiliki perlengkapan militer di 3 (tiga) matra dalam jumlah besar dengan teknologi canggih. Maka, bagi Pabowo, apa yang disebut MEF mungkin masih tidak memadai.

Baca juga : Amandemen UUD 1945, Untuk Apa?

Tentu ada sejumlah kendala untuk mewujudkan mimpi kita itu. Kendala pertama di bidang keuangan. apakah ambisi yang konstruktif itu ditunjang oleh anggaran nasional? Sebab di sisi lain, Presiden Jokowi memiliki ambisi besar untuk terus menggenjot pembangunan infrastruktur, apalagi pemerintah sedang bersiap diri untuk memindahkan Ibukota yang membutuhkan anggaran tidak kecil.

Kendala kedua, Washington memiliki “senjata” yang bernama CAATSA, US Countering America’s Adversaries Through Sanctions ACt. Dengan CAATSa, Amerika dapat menghalangi, bahkan melarang, negara sahabatnya untuk membeli perlengkapan militer canggih dari negara seterunya. Keinginan TNI-aU membeli 11 unit Shukoi dari Rusia, misalnya, sampai sekarang masih belum bisa direalisir karena mendapat tekanan AS melalui CAATSA; padahal kontrak pembelian 11 unit Shukoi sudah ditandatangai setahun yang lalu.

Baca juga : Berkaca Pada Kabinet Periode I

Menjadi tantangan bagi menhan Prabowo Subianto untuk melakukan pendekatan kepada mitranya dari Amerika supaya 11 unit Shukoi yang hendak kita beli dari Rusia melalui sistem trade-off dengan beragam produk pertanian (seperti kelapa sawit) akhirnya bisa diloloskan Amerika. Menjadi tantangan juga bagi Menhan untuk menjaga hubungan pertahanan dan militer RI dan AS berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menghormati.

Dengan pengalamannya yang begitu kaya di bidang militer, Prabowo pasti mampu mencari akal dan strategi untuk memperkuat pertahanan negara kita sekaligus meningkatkan martabat bangsa di mata dunia internasional seraya memperingat kan negara mana pun untuk tidak “bermain-main” di Papua dengan tujuan yang sudah sama-sama kita ketahui. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.