Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ancaman Reshuffle Cuma Gertak Sambel

Rabu, 8 Juli 2020 09:05 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka - Fear appeals commuinication (FAC) adalah pesan persuasif seorang komunikator yang berusaha membangkitkan rasa takut di pihak komunikan dengan ancaman potensi bahaya yang akan menimpa komunikan manakala ia/mereka tidak menuruti kehendak komunikator. (Dillard et al., 1996; Maddux & rogers, 1983). Jenis komunikasi ini sering dipergunakan dalam kampanye politik dan kesehatan. Misalnya, kampanye anti merokok yang berbunyi:

- “Merokok bisa berakibat kematian”.

- “Jauhkan narkotik. Narkotik setan nyawa”.

Baca juga : Jokowi `Disentil` Komisi IX DPR RI

- “Jika tidak minta maaf atas pembakaran bendera partai kami, akan kami seret pelakunya ke pengadilan!”

Komunikasi FAC paling banyak dipraktekkan dalam komunikasi politik, khususnya waktu kampanye pemilihan presiden, atau ketika seorang pemimpin terus-menerus diserang lawan-lawan politiknya. Dalam kampanye Pilpres 2019? Pabowo Subianto pernah mengingatkan rakyat Indonesia untuk tidak memilih Jokowi lagi. “Indonesia tidak akan ada lagi–alias RAIB --pada 2030 jika Jokowi terpilih lagi”. Pesan yang menakut-nakuti rakyat ini ternyata dikutip Prabowo dari ramalan novelist fiksi Peter Warren Singer dan August Cole bertajuk ‘Ghost Fleet.

Jusuf Kalla pun pada 2012 pernah memperingatkan rakyat Indonesia bahwa Indonesia akan hancur jika Jokowi terpilih sebagai Presiden dalam Pilpres 2014. Berkata JK dengan suara lantang ketika itu: “Jangan hanya karena Jokowi terkenal, lantas tiba-tiba dicalonkan menjadi Presiden. Bisa hancur negeri ini, bisa masalah!”

Baca juga : Presiden Harus Tolak RUU HIP!

Pernyataan ini, jelas, termasuk FAC, fear-arousing communication, menakut-nakuti rakyat akan risiko fatal jika memilih Jokowi sebagai Presiden. Tapi di kemudian hari JK berusaha keras mengoreksi serangannya terhadap Jokowi, malah mengagung-agungkannya menjelang jadi cawapres Jokowi.

Presiden kita ke-4, K.H. Abdurrahman Wahid, juga memiliki kebiasaan berkomunikasi tebar ancaman untuk menggertak lawan-lawan politiknya. Dua hari setelah DPR mengeluarkan Memorandum I, Presiden Wahid di hadapan para Nahdliyin di Pasuruan (Jawa Timur) mengancam sekaligus berjanji akan menangkap 10 koruptor “kakap“ dalam tempo selambat-lambatnya 1 (satu) bulan (Republika, 10-02-2001). Memorandum I DPR ketika itu diartikan Gus Dur sebagai awal dari era main buka-bukaan. Tetapi, satu bulan berlalu, bahkan 7 (tujuh) minggu berlalu, belum ada satu pun konglomerat kakap yang ditangkap dan dijebloskan dalam penjara oleh Jaksa Agung Marzuki Darusman.

"Indonesia akan pecah, jika presiden dijatuhkan!” Ancam Presiden. Ia meperingatkan lawan-lawan politiknya bahwa massa pendukungnya akan menyerbu dan membakar gedung DPR/MPR jika impeachment terhadap dirinya tetap dilaksanakan (Kompas, 8-02-2001).

Baca juga : Ramai-ramai Gorok Parpol Cilik

Toh setelah Gus Dur turun, Indonesia aman-aman saja, stabilitas nasional juga tidak guncang; tidak ada satu provinsi yang menuntut merdeka.....
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.