Dark/Light Mode

Selamatkanlah Garuda Kita!

Senin, 20 April 2020 09:04 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka - MENTERI BUMN, Erick Thohir belum lama ini kembali melemparkan berita panas ke publik. Katanya, 3 perusahaan BUMN besar akan terkena dampak serius akibat pandemi Covid-19. Ketiga BUMN itu: Garuda, PT Pelayaran Nasional (Pelni) dan PT Kereta Api. Publik sebenarnya sudah mengetahui bahwa Garuda, perusahaan flag carier Republik Indonesia, sudah dalam kondisi “sakit berat” sebelum diterjang Corona. Penyelundupan Harley Davidson dan spare parts lain di pesawat Garuda yang baru dibeli dari Perancis bulan Desember yang lalu sontak mengungkap kebobrokan Direksi mengelola Garuda. Erick Thohir langsung mencopot Dirut Garuda, Ari Askhara, dan beberapa anggota Direksi lainnya karena skandal yang memalukan itu.

Sebelumnya, Emirsyah Satar, CEO kondang yang memimpin Garuda, diciduk KPK dan diseret ke Pengadilan Tipikor, karena dugaan kuat terlibat dalam kasus pengadaan mesin pesawat dan Tindak Pindana Pencucian Uang (TPPU).

Garuda diam-diam, tampaknya, sudah lama jadi bancakan pimpinannya sendiri untuk memperkaya diri. Perilaku Direksi yang tidak malu itu kini menghasilkan “buah” fantastis: Per akhir 2018 total liabilitas perusahaan plat merah ini US$ 3,43 miliyar, sementara total aset perseroan “hanya” US$ 4,16 milyar.

Kondisi perseroan yang sekarat dihantam lagi oleh pandemi Covid-19. Virus Corona memang membuat 85% pengusaha kita sakit jantung dan darah tinggi. Sektor pariwisata dan airline termasuk yang jadi korban paling parah. Penumpang Garuda sebulan terakhir anjlok 70%. Penerbangan Amsterdam-Cengkareng pernah hanya membawa 20 penumpang; Sorong-Cengkareng tidak sampai 10 penumpang yang diangkut. Di negara-nagara lain, termasuk di Amerika Serikat, sami mawon. Beberapa hari yang lalu ada sebuah pesawat terbang dari New York ke Atlanta dengan penumpang SATU ORANG saja! Ya, satu penumpang; toh pesawat tetap menerbangkannya. Sang penumpang yang cuma SATU ORANG itu dipersilakan pindah ke kelas bisnis.

Jumlah penumpang yang melorot begitu tajam membuat Garuda -- dan perseroan airline lainnya megap-megap. Saat ini Direksi sedang pusing tujuh keliling. Saldo pinjaman dari BNI US$ 100,68 juta. Ini merupakan fasilitas kredit modal kerja dengan suku bunga 8,1% - 8,25% per tahun. Utang ini jatuh tempo pada 19 April 2020. Utang kedua kepada PT Bank Permata Tbk sebesar US$ 51,6 juta. Utang ini sudah jatuh tempo pada 1 April 2020. Secara keseluruhan pada tahun 2020 GA memiliki tanggungan utang jangka pendek ke perbankan sebesar US$ 984,85 juta. Direksi sedang berupaya keras untuk mencari pinjaman (baca: utang) sebesar US$ 900 juta atau setara Rp 12,6 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS) untuk membayar utang.

Baca juga : Rame-rame Realokasi Anggaran

Kenapa tidak minta tolong pada pemerintah sebagai pemegang saham terbesar Garuda? Rupanya, kementerian BUMN tidak tertarik. Erick Thohir selama 3 bulan terakhir lebih fokus pada guncangan dahsyat yang menimpa PT Persero Jiwasraya dan Asabri. Janjinya kepada nasabah Jiwasraya untuk memulai membayar utang Jiwasraya kepada para nasabah pada Maret 2020, tampaknya, juga meleset.

Sebentar lagi, Erick Thohir mungkin membuka gambaran suram tentang Pelni dan PT KA. Ketiga perseroan memiliki akar permasalahan yang sama: pendapatan perseroan anjlok drastis karena jumlah penumpang yang turun sangat tajam. Virus ganas yang bernama Covid-19 membuat 80% bisnis Indonesia anjlok. Sekitar 3 juta pekerja terancam kena PHK sebagai akibat langsungnya.

Direksi Garuda sementara ini berjanji tidak akan mem-PHK pegawainya. Langkah awal yang diambil adalah dengan memotong gaji pegawai: 50% untuk level Direksi, 30% untuk Vice President dan pilot, 10-25% untuk staff lainnya. Mengenai THR, perseroan tetap akan membayarkan kepada seluruh pegawai. Itu pun dengan catatan – menurut janji Dirut Garuda, Irfan Setiaputra -- ketekoran akibat pemotongan gaji akan DIKEMBALIKAN manakala perusahaan berjalan normal kembali setelah Covid-19 meninggalkan Indonesia selamanya.

Di banyak negara, pemerintah cepat turun tangan untuk menyelamatkan perusahaan penerbangan yang sekarat akibat dihanam Covid-19. Di Amerika, misalnya, kongres dengan cepat menyetujui permintaan pemerintah Trump untuk mengucurkan dana senilai US% 25 milyar dalam upaya menolong 10 perseroan penerbangan besar supaya tidak bangkruk. Ke-10 airlines besar itu antara lain American Airlines, United, Delta dan Southwest. Dana itu dalam bentuk pinjaman dengan bunga rendah dan hibah. Hebat! Bantuan untuk perusahaan-perusahaan airline itu merupakan bagian dari bantuan darurat sebesar US$ 2 triliun dari pemerintah untuk mengurangi dampak Corona terhadap perekonomian nasional.

Menurut Menteri Keuangan Amerika, Steven Mnuchin, paket bantuan untuk sejumlah perusahaan penerbangan ini juga bertujuan untuk menolong para pekerja perusahaan yang terancam PHK, disamping menjaga kelanjutan industri penerbangan yang memiliki nilai sangat strategis bagi perekonomian nasional. Beberapa persyaratan dikenakan kepada Direksi sebagai persyaratan dari penerimaan paket bantuan dana ini, antara lain perusahaan penerbangan dilarang keras melakukan PHK atau pemotongan gaji. Sekitar 30% dari dana bantuan untuk pembayaran gaji pegawai kelak harus dikembalikan perseroan kepada pemerintah. Dengan beberapa persyaratan ini, maskapai dicambuk untuk bekerja lebih keras mengembalikan “kesehatan” perusahaan penerbangan.

Baca juga : Virus Korupsi Sama Jahatnya Dengan Covid-19

Di Singapura, Singapore Airlines, flag carier negeri itu yang sangat kondang di seantero dunia, sudah mendapatkan komitmen penuh dari Temasek, perusahaan investasi terbesar negeri itu untuk mengucurkan dana dalam upaya menyelamatkan SQ. Kapasitas penerbangan SQ sudah dipangkas sebanyak 96%.Tidak kurang 185 pesawat dari total jumlah 196 armada SQ sudah grounded. “Pada akhirnya, kita akan bekerja keras untuk mempertahankan status SQ sebagai perusahaan penerbangan yang dipuji dunia internasional,” kata Menteri keuangan Singapura.

Bagaimana dengan pemerintah kita?

Membiarkan Garuda kelepak-kelepak sampai TEWAS? Menteri Keuangan memang dalam posisi dilematis. Dalam hati, Erick Thohir dan Sri Mulyani pasti berkeinginan untuk mencegah Garuda dari kebangkrutan total. Tapi, kenyataannya, kas Negara nyaris JEBOL. Rp 405 triliun baru saja dikucurkan Kementerian Keuangan untuk membantu sekian banyak sektor dari ancaman kebangkrutan akibat pandemi Covid-19, termasuk mengurangi dampak serius di sektor ekonomi. Untuk itu, pemerintah sudah terbitkan global bond sebesar US% 4,3 miliar atau sekitar Rp 68 triliun. Gubernur BI boleh saja sesumbar “Pertahanan BI” masih kuat; cadangan devisa masih lebih dari US$ 130 milyar. Kecuali itu, Bi sudah mempersiapkan “per tahanan 3 lapis” yang kesemuanya ujung-ujungnya, sebenarnya, adalah UTANG. Dan IMF sudah menawarkan pinjaman syarat ringan kepada 20 negara anggotanya; salah satunya boleh jadi RI.

Kami hanya mengingatkan semua pemangku kepentingan, khususnya pemerintah, untuk sebisa mungkin MENYELAMATKAN GARUDA. Jangan lupa, perseroan ini memiliki nilai historis yang kuat. Pertama, Garuda Indonesia Airways (nama perseroan awalnya) terbentuk sehari setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada Perundingan Meja Bundar yang ditekan di Den Haag, Desember 1949. Kedua, hanya sehari setelah dibentuk, 20 Desember 1949, Garuda Indonesia Airways melakukan penerbangan perdana dengan mengangkut Presiden Soekarno, istrinya, Fatmawati yang sedang hamil, serta sepasang anaknya ketika itu, Guntur dan Megawati.

Ketiga, banyak orang tidak tahu, bahwa nama “Garuda” diusulkan oleh Presiden Soekarno karena Garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu. Memang awalnya, maskapai merupakan perusahaan patungan Indonesia-Belanda. Ketika itu, Indonesia sebagai negara yang baru 4 tahun merdeka masih mengalami keterbatasan di bidang keuangan dan personel maskapai penerbangan komersil.

Baca juga : Indonesia Menuju Darurat Sipil?

Kecuali nama “Garuda” diberikan oleh Soekarno, Garuda kemudian juga menjadi lambang resmi Pancasila, ideolog sakral bangsa kita. Banyak orang bisa saja berpendapat membiarkan maskapai Garuda mati akibat dihantam oleh Covid-19 bisa berakibat kualat terhadap Soekarno, salah satu Proklamator dan pemimpin legendaris Indonesia, serta mungkin juga salah satu sinyal bakal ambruknya ideologi Pancasila di era Jokowi?!

Memang Garuda ke depan harus dipimpin oleh Direksi yang benar-benar cakap, bermoral tinggi dan berdedikasi keras untuk memajukannya. Pimpinan yang korup dan bermoral bejat tidak boleh lagi duduk di kursi Direksi dan Komisaris Garuda. Selamanya! ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.