Dark/Light Mode

Risiko Di Balik Tarik Ulur PSBB

Jumat, 15 Mei 2020 07:22 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka - IstIlah “loosen the lockdown” beberapa hari terakhir sangat populer di media massa luar negeri, termasuk layar televisi. “loosen” berarti mengendurkan/melonggarkan [karantina, lockdown]. Hal itu berarti semakin banyak negara, khususnya di Barat, yang mulai melonggarkan kebijakan lockdown, atau kurang-lebih sama PSBB Indonesia. “Loosen” berarti mengendurkan [karantina, lockdown].

Ya, setelah dikarantina selama sekitar 2 (dua) bulan, kejengkelan dan kemarahan penduduk di banyak negara mulai sulit dibendung. Di satu kota Amerika, beberapa orang bersenjata lengkap menjaga lalu-lintas, membolehkan mobil-mobil lewat bebas untuk mendukung penuh dibukanya kebijakan lockdown. Presiden Trump sejak awal tidak mendukung kebijakan karantina. Inggris dan Perancis menjalankan kebijakan sama, mulai melonggarkan pembatasan akibat serangan Covid-19. Wuhan, kota pertama menyebarnya virus Corona, sudah sejak seminggu yang lalu membuka pintu. sekolah-sekolah dibuka, transportasi umum, khususnya kereta api lokal maupun antar-kota dioperasikan. Penduduk pun boleh melakukan kegiatan secara bebas, namun belum boleh ke luar kota. Begitu juga sebaliknya, masih ada restriksi bagi penduduk luar untuk masuk ke Wuhan.

Baca juga : Kontroversi Kasus Kivlan Zein

Sekitar 10 hari yang lalu Pemerintah RRC dengan bangga mengumumkan bahwa negerinya sudah bebas Corona. tanggal 11 Mei yang baru lalu Disneyland di Shanghai dibuka kembali untuk publik. Pengunjung yang datang membludak dengan wajah-wajah penuh kegembiraan. Karcis masuk hari itu terjual habis. Luar biasa! Ini bertanda rakyat China sudah gerah dan benci karena selama 1,5 bulan hidup di alam lockdown yang ketat.

Di sejumlah negara Eropa Barat, situasi serupa kita saksikan melalui layar televisi. Pada siaran televisi BBC dua hari yang lalu, 13 Mei 2020 ditayangkan penumpang yang padat turun dari bus bertingkat dengan wajah-wajah berseri, mereka hendak pergi ke kantor atau jalan-jalan menghirup udara cerah. Gubernur California, negara bagian terbesar di Amerika, baru saja mengumumkan penghapusan kebijakan lockdown. Di Perancis, Spanyol dan sejumlah negara lainnya, “lockdown” dilempar ke tong sampah.

Baca juga : Perilaku Stafsus Mencoreng Integritas Presiden

Bagaimana di negara kita?

Fenomena “mau bebas” dari virus Corona juga semakin nyata. tekanan-tekanan terhadap pemerintah Jokowi untuk memperlonggar PSBB semakin kuat karena berbagai pertimbangan yang sudah sama-sama kita ketahui, antara lain PHK yang semakin meningkat, pengangguran yang terus bertambah, distribusi bantuan sosial yang dilanda keributan dan kekacauan di mana-mana, lalu-lintas yang masih cukup padat dengan peman dangan petugas-petugas kepolisian dan Dishub yang menindak para pengendara mobil dan motor yang melanggar ketentuan PSBB; fenomena mudik yang secara diam-diam masih terus berlangsung; ibu-ibu yang berteriak-teriak karena lapak-lapaknya di pasar digusur atau disemprot disenfectant. “Lapar-lapar! Kami lapar!” teriak penduduk yang lapaknya diobrak-abrik.

Baca juga : Selamatkanlah Garuda Kita!

Intinya, sebagian [besar?] rakyat kita juga sama sikapnya: nyaris marah karena situasi jelek yang dialami akibat pelaksanaan kebijakan PSBB yang nyaris sama dengan lockdown. Di sisi lain, Menteri Keuangan pun dibuat pusing karena harus terus menerus menggelontorkan dana puluhan triliun akibat dampak Covid-19. Kemarin Sri Mulyani baru mengumumkan pemerintah siap menggelontorkan dana talangan Rp 32,6 triliun kepada sejumlah BUMN. Khusus untuk Garuda yang dililit “utang monster”, pemerintah sudah menyatakan siap mencairkan Rp 8 triliun untuk menyelamatkan Garuda. Dari sejumlah anggota DPR-RI datang desakan keras supaya pemerintah segera mencetak uang baru sebesar Rp 500 atau Rp 600 triliun untuk menyelamatkan perekonomian nasional, termasuk membantu rakyat supaya tidak kelaparan. Bahkan ada Eks Menteri Keuangan yang “mengompori” pemerintah segera cetak uang sebesar Rp 4.000 triliun.

Pemerintah Jokowi tentu mendengar, memperhatikan, bahkan mengakomodir desakan-desakan memperlonggar PSBB. transportasi umum seperti pesawat, dan kereta api sudah beroperasi dalam batas tertentu dengan protokol yang baru. Fakta memang menunjukkan sekian ratus ribu penduduk sekitar Jakarta, khususnya Bogor, Bekasi, Depok dan Karawang, tiap hari masih harus melakukan kegiatan pada masa PSBB. Tiga hari yang lalu keluar wacana bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan mereka yang berusia 45 tahun ke bawah diperbolehkan kembali ke kantor masing-masing. Alasannya, tingkat kematian penduduk berusia 45 tahun ke bawah hanya sekitar 15,5%, kecil. Artinya, ketahanan mereka terhadap serangan Corona cukup bagus, dibandingkan usia di atas 45 tahun, apalagi penduduk 60 ke atas yang mencapai sekitar 65% tingkat kematiannya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.