Dark/Light Mode

Rekonsiliasi, Apa Bisa?

Jumat, 26 April 2019 07:55 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Djoko Santoso, menegaskan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno sudah memenangkan Pilpres.

Mestinya menang 80 persen, tapi karena banyak kecurangan, sisanya jadi 62 persen. Artinya, kubu 02 sudah memenangkan pertarungan Pilpres dengan skor 62 persen. Jadi, buat apa lagi rekonsiliasi?

Amien Rais lebih ekstrim lagi pandangannya. Menurut Amien, Joko Widodo tinggal menjalankan sisa masa jabatannya selama 5 bulan, karena kemenangan Prabowo-Sandi sudah satu keniscayaan.

Selama sisa masa jabatannya itu, Jokowi tidak lebih “presiden....” (maaf tidak dikutip di sini, karena terlalu sarkastis kata-kata yang dilontarkan Amien!)

Baca juga : Masalah Inti Konflik Keras Kedua Kubu

Jokowi, masih kata Amien Rais, tidak boleh mengeluarkan macam-macam kebijakan lagi, tidak boleh bikin utang baru dan sebagainya. Perhatikan sekali lagi definisi “rekonsiliasi” menurut kamus Cambridge: “The process of making two opposite beliefs, ideas, or situations agree”.

Rekonsiliasi hakikatnya juga mengandung makna proses mencocokkan atau menyamakan perbedaan wacana/gagasan, kepercayaan, dan situasi (antara dua orang/dua pihak).

Saat ini ada perbedaan sangat tajam antara Kubu 01 dan 02 dalam wacana Pemilihan Umum 2019. Yang satu amat-amat yakin bahwa pemilu telah dikotori “permainan” atau kecurangan yang massif dan terstruktur.

Hal itu juga ditandaskan oleh Djoko Santoso, Ketua BPN. Ada juga wacana bahwa Kubu 01 sejak awal memang sudah berencana mati-matian untuk menjegal Kubu 02, antara lain, melalui konspirasi dengan berbagai pihak yang terkait Pemilu 2019, antara lain media massa, lembaga survei dan lembaga penyelenggara pemilu, terutama KPU.

Baca juga : Selamat Nyoblos, Bung!

Kubu 01 membantah keras tudingan itu. “Tuduhan tersebut sangat tendensius, ngawur, tidak benar dan tidak berdasar!” kata Wiranto, Menteri Koordinator Polhukam.

Pihak KPU juga membantah terjadinya kecurangan yang massif dan terstruktur. Toh KPU mengakui di berbagai TPS terjadi sejumlah penyimpangan, seperti salah hitung, salah coding, yang tidak berhak mencoblos tapi mencoblos juga, dan sebagainya.

Untuk itu dilakukan pemilihan ulang yang memang dijamin oleh Undang-Undang Pemilu. KPU mempersilakan Pihak yang menuding memberikan bukti konkret.

Menurut Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang tempo hari nyaris jadi Cawapres Jokowi, “tidak mungkin ada rekayasa terstruktur. Kalau terstruktur, mestinya berpersen-persen.

Baca juga : Membangkitkan Rasa Takut Dan Mengancam, Efektifkah?

Enggak mungkin ada kesengajaan.” Inilah perbedaan bak langit dan bumi “beliefs, ideas, and situations” antara Kubu 01 dan Kubu 02. Kubu 01 meminta Kubu 02 menghormati jalur hukum, serahkan segala tudingan kecurangan kepada instansi yang berwenang, seperti Bawaslu, DKPP dan terakhir Mahkamah Konstitusi.

Barangsiapa sembarang menuding curang tanpa bukti kuat bisa dikenakan tindakan hukum dengan tudingan menyebar-luaskan hoaks, kata pemerintah. Sebaliknya, di mata Kubu 02, pasangan Prabowo-Sandi sudah pasti menang, kemenangannya bahkan sudah dideklarasikan kepada para pendukungnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.