Dark/Light Mode

Reshuffle Untuk Citra Pemerintahan Jokowi

Rabu, 8 Mei 2019 05:13 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Aroma korupsi di kabinet sudah merebak. Beberapa proyek infrastruktur yang dibangun pada era Jokowi sudah berurusan dengan KPK, yang terakhir adalah proyek pembangunan PLTU Riau 1 yang menelan korban salah satu menteri Jokowi dan seorang petinggi Senayan.

Direktur Utama PLN pun sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Paling tidak ada 3 (tiga) menteri kabinet Jokowi yang kini disebut-sebut “terserempet” dalam kubangan korupsi.

Mereka adalah Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Menpora ditengarai terlibat dalam kasus dana hibah milaran rupiah Kementeriannya kepada KONI Pusat. Pernyataannya bahwa ia tidak tahu apa saja yang dikerjakan oleh Deputi Menteri terasa aneh.

Baca juga : Ibukota Mau Dipindah? Entar Dulu

Menteri Agama “terserempet” kasus jual-beli jabatan yang membawa Ketua Umum PPP Romahurmuzy pada status tersangka. Ada sejumlah uang di laci ruang kerja Menag ketika ruangan itu “diseruduk” petugas KPK, meski dalam jumlah “kecil”.

Ruang kerja Menpora, Menag dan Mendag, bahkan, sudah digeladah oleh para petugas KPK. Hal itu indikasi seriusnya KPK mendalami kemungkinan keterlibatan ketiga menteri tersebut dalam kasus korupsi/suap.

Sebetulnya, masih ada satu menteri lagi yang bisa dikategorikan melakukan tindakan tidak etis, bukan tindakan korupsi. Hal ini terkait dengan kasus suap Meikarta.

Ketika diadili di Pengadilan Tipikor Bandung, Bupati Bekasi, Neneng, mengaku pernah mendapat telepon dari seorang menteri yang memintanya “membantu perizinan mega proyek Meikarta.”

Baca juga : Rekonsiliasi, Apa Bisa?

Aneh kan? Apa hubungan sang Menteri dengan proyek swasta? Kenapa bukan Gubernur atau Wakil Gubernur Jawa Barat yang dimintakan informasi? Bukankah Wagub Jawa Barat ketika itu ulang-ulang mengatakan kepada media bahwa Meikarta belum dapat izin tapi pembangunannya sudah dilakukan?

Ternyata, kasus Meikarta sudah menyambar korban terpidana juga. Tentu, semua pihak harus menghormati azas Praduga Tak Bersalah.

Namun, ketika seorang menteri jadi incaran serius KPK, bahkan kantor dan rumah tinggalnya digeladah petugas KPK, ketika itu juga integritas menteri yang bersangkutan melorot.

Ketika itu juga Presiden sebagai atasan langsung Menteri harus bertanyatanya bagaimana sesungguhnya integritas menteri-menteri yang bersangkutan?

Baca juga : Masalah Inti Konflik Keras Kedua Kubu

Indonesia memang tidak bisa disamakan dengan Jepang atau Korea Selatan, bahkan Amerika. Di negara-negara itu, seorang menteri biasanya cepat meletakkan jabatannya tatkala mendapat sorotan tajam dari publik karena ada dugaan melakukan tindak korupsi.

Budaya malu amat kental bagi bangsa Jepang dan Korea. Bagi orang Jepang dan Korea, lebih terhormat mengundurkan diri daripada terus mendapat sorotan tajam dari publik.

Di negara kita, beberapa petinggi pemerintah balik bertanya “Kenapa saya harus mundur? Wong, yang mengangkat saya tidak menyuruh saya mundur?!” atau berkilah “Mundur berarti saya mengaku salah, padahal hukum belum membuktikan saya salah...”

Dengan dalih serupa, pembantu Presiden Jokowi juga berkilah Jokowi menunggu proses hukum yang sedang berlangsung. Ia mengganti Idrus Marham sebagai Menteri Sosial ketika Mensos mengundurkan diri.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.