Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Sedot Biaya Besar JKN, Diabetes Perlu Ditangani Sejak Dini

Jumat, 13 November 2020 15:32 WIB
Ketua Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia Budi Hidayat (Foto: Istimewa)
Ketua Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia Budi Hidayat (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penyakit kencing manis atau yang lebih dikenal dengan Diabetes Melitus (DM), dikenal sebagai bom waktu pembunuh bagi yang mengidapnya. Jika tidak ditangani dengan serius, pengidap bisa mendapati kerusakan pada organ tubuh yang sangat vital, seperti jantung, hati, pankreas, dan ginjal. 

Di tengah gaya hidup siber yang sudah mendunia, potensi risiko terkena DM sangat besar. Sekarang orang bisa melakukan berbagai pekerjaan dari tempat tidur, mulai dari menyelesaikan pekerjaan, bertransaksi keuangan, membeli makanan, sampai memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga bisa dilakukan sambil santai-santai di tempat tidur. 

Keringat, sebagai salah satu jalur detoksifikasi alami, jarang mengucur deras. Akibatnya, organ tubuh harus bekerja ekstra keras untuk menetralisir beragam racun yang menghujam tubuh setiap harinya. Tak heran, DM, yang dahulu hanya diidap lansia, kini mulai menjangkiti generasi muda. Di Indonesia, masyarakat mengenal istilah diabetes kering dan basah, namun sejatinya istilah ini tidak didapati dalam dunia medis. .

Baca juga : KPK Dicuekin Polri Dan Kejagung

Dunia medis mengenalnya dengan Diabetes Melitus tipe 1 (DM1) dan Diabetes Melitus tipe 2 (DM2). DM2 sering tidak menunjukkan gejala berarti. Bahkan, mayoritas penderita tidak menyadari dirinya terkena DM2 selama bertahun-tahun. 

Ketua Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Budi Hidayat, mengatakan, dampak DM 2 cukup parah. Saat sudah kronis, dampaknya bisa menggerus keuangan dari BPJS Kesehatan, jika peserta tidak ditangani dengan sangat serius. “Diperlukan studi khusus dan mendalam, regulasinya juga harus dipikirkan pemerintah,” kata Budi, dalam webinar Media Briefing “The Economic Burden of Diabetes and The Innovative Policy”, yang diselenggarakan CHEPS, Jumat (13/11). 

Pembicara lain yang hadir dalam acara ini adalah Deputi Direksi BPJS Kesehatan Ari Dwi Aryani, Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Ketut Suastika, dan Staf Ahli Menkes Mariya Mubarika yang bertindak sebagai moderator. 

Baca juga : 25 Ribu Warga Tolak Diedukasi

Menurut Budi, penanganan diabetes di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membutuhkan biaya tinggi dengan mayoritas pembiayaan digunakan untuk menangani komplikasi. Sebanyak 57 persen pasien DM2 memiliki satu atau lebih komplikasi, lalu 74 persen pembiayaan diabetes digunakan untuk mengobati komplikasi terkait diabetes. Biaya untuk mengobati komplikasi 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan non komplikasi. “Jika tidak dilakukan intervensi yang tepat sejak dini, penanganan diabetes di pelayanan kesehatan diestimasikan mencapai Rp 199 triliun dan pembiayaan untuk komplikasi sendiri mencapai Rp 142  triliun dari  Rp 199 triliun,” jelas Budi. 

Budi melanjutkan, ada langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menurunkan komplikasi dan menekan pembiayaan komplikasi pada diabetes. Yaitu mencegah terjadinya komplikasi pada orang yang sudah terdiagnosa diabetes dengan terapi optimal dan mencegah terjadinya diabetes pada orang yang belum memiliki risiko diabetes. 

Ari Dwi Aryani mengungkapkan, manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perseorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. “Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai indikasi medis dan kompetensi fasilitas kesehatan dimulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yaitu puskesmas dan klinik,” kata Ari. 

Baca juga : Minta Salinan Berkas Djoko Tjandra, KPK Dicuekin Polisi Dan Kejaksaan

Berdasarkan data BPJS pada 2016, dari 18,9 juta peserta JKN yang mengakses perawatan lanjutan di rumah sakit, 812.204 (4 persen) teridentifikasi menderita DM2. Sekitar 57 persen mengalami komplikasi, dengan penyakit kardiovaskular yang paling umum (24 persen). Total biaya pengobatan DM2 dan komplikasinya mencapai 576 juta dolar AS (Rp 8,6 triliun) pada 2016, dengan 74 persen biaya digunakan untuk manajemen penderita komplikasi terkait diabetes. 

Pemantauan dan pengobatan DM2 sedari dini mutlak dilakukan di semua tingkat perawatan. Mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas dan klinik yang ditunjuk BPJS kesehatan dapat mengoptimalkan cara yang efektif untuk mendorong diagnosis dini dan mempertahankan kontrol glikemik pada pasien DM untuk meningkatkan hasil terapi dan kontrol serta mengurangi penggunaan layanan yang lebih mahal pada layanan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). 

Sementara, Ketut Suastika mengungkapkan bahwa diabetes merupakan bom waktu bagi penderitanya, mengingat menggerogoti hampir semua organ tubuh. “Apalagi di tengah pandemi ini, diabetes mampu menurunkan imunitas yang mengakibatkan kita mudah terserang penyakit termasuk Covid-19,” kata Ketut. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.