Dark/Light Mode

Utang Kewajiban Pengembang & Pengusaha Ditagih Aja

Dana Rp 400 Triliun Bisa Buat Perang Lawan Corona

Kamis, 16 April 2020 06:20 WIB
Gubernur Jakarta Anies Baswedan bersama Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla menghadiri acara penanganan Covid-19 di Jakarta, Rabu (15/4)
Gubernur Jakarta Anies Baswedan bersama Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla menghadiri acara penanganan Covid-19 di Jakarta, Rabu (15/4)

RM.id  Rakyat Merdeka -  Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disarankan menagih kewajiban pengusaha dan pengembang yang belum dipenuhi. Kemudian, menggunakan dana yang didapat untuk membiayai penanganan wabah corona. Kalau kewajiban itu dapat ditagih, nominalnya diperkirakan bisa mencapai Rp 100 hingga Rp 400 triliun.
    
Pengamat perkotaan, Sugiyanto mengungkapkan, sejak 1971, Pemprov DKI telah menerbitkan ribuan Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT). SIPPT terbit, jika pengembang atau perorangan memiliki lahan lebih dari 5.000 meter persegi dan hendak membangun di atasnya. 

Baca juga : Alat Penghemat Yang Beredar Di Pasaran, Tak Bisa Kurangi Tagihan Listrik

Hal itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 540 Tahun 1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Surat Persetujuan Pembebasan Lahan untuk Pembangunan Fisik Kota. Kemudian, Pemprov juga menagihkan denda ke pengembang. Sebagaimana diatur Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Pengusaha yang melanggar koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), koefisien dasar hijau (KDH) dan ketinggian bangunan (KB) dapat dikenai sanksi/denda sebagaimana diatur dalam Perda tersebut.
    
Menurut pria yang akrab disapa SGY ini, masih banyak pengusaha yang belum menyerahkan fasos/fasum, dan yang belum membayar denda atas pelanggaran KLB, KDB, KDH dan KB atas bangunan yang didirikannya. 
      
"Di era Gubernur Ahok, dari dana KLB saja, dananya dapat dibangun Simpang Susun Semanggi dengan biaya Rp 345 miliar lebih. Saya percaya, itu belum semuanya tertagih kalau dilihat dari masifnya pembangunan di Ibu Kota," tegasnya.
    
Untuk kewajiban menyerahkan fasos/fasum, menurut SGY, Pemprov dapat mengkonversinya dengan uang cash. Agar dapat digunakan untuk menangani biaya percepatan penanganan Covid-19. “Dari data era Pak Ahok, saya percaya kewajiban yang bisa ditagih bisa mencapai Rp 100 triliun sampai Rp 400 triliun.” Jelas SGY. 
    
Sementara Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Inggard Joshua mengatakan, untuk mengoptimalkan penagihan fasos-fasum dari pengembang, diperlukan ketegasan untuk menerapkan payung hukum daerah secara efektif di lapangan. "Kita punya Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Prasarana, Sarana, dan Utilitas yang mengatur kewajiban pengembang menyerahkan fasos-fasum kepada Pemprov DKI," ujarnya.
    
Untuk memperkuat Perda tersebut, lanjutnya, sudah diterbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Mekanisme Penyerahan Kewajiban dari Pemegang Izin dan Non-Izin. Yang merupakan penyempurnaan atas Keputusan Gubernur Nomor 41 Tahun 2001 tentang Tata Cara Penerimaan Kewajiban Dari Para Pemegang SIPPT Kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
    
"Pergub Nomor 12 Tahun 2020 juga menjadi penyempurnaan atas Pergub Nomor 228 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Nomor 41 Tahun 2001," terang Inggard. 
    
Dia berharap, Biro Hukum Pemprov DKI bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, bisa lebih tegas menerapkan aturan-aturan hukum yang sudah dibuat bersama DPRD DKI. "Fasos-Fasum itu akan menjadi catatan aset milik Pemprov DKI. Jangan sampai ada pengembang belum menyerahkan kewajibannya tapi dibiarkan," ungkap Inggard.
    
Untuk diketahui, tunggakan fasos dan fasum masih membebani laporan keuangan pemerintah DKI Jakarta. Penagihan fasos-fasum dari pengembang ini selalu menjadi catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan DKI. Kepala Inspektorat DKI Jakarta Michael Rolandi mengatakan, yang menjadi persoalan bukan aturan maupun pemanfaatan fasos fasum itu. Namun, dalam penagihan fasos dan fasum itu, kata dia, Pemerintah DKI kerap menemukan kendala. 

Baca juga : KAI Kembalikan Uang Tiket Penumpang Selama Darurat Bencana Corona

Michael menuturkan, salah satu kendala yang kerap dihadapi ialah pengembang yang memiliki kewajiban menyerahkan fasos dan fasum itu telah bubar. "Kami kejar ke alamatnya (kantornya). Ternyata sudah enggak ada," ujarnya.    

Baca juga : Belanja Rapat dan Perjalanan Dinas Buat Perangi Corona

Dalam hal ini, pihaknya, lanjut Michael telah menugaskan penagihan kewajiban fasos-fasum kepada wali kota setempat agar lebih cepat. Setelah itu, dibuatkan berita acara serah-terima dengan pengembang. Aset fasos-fasum itu akan diserahkan ke BPAD. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.