Dark/Light Mode

Rapat Monev Tata Kelola Pemerintahan DKI Jakarta

KPK Rekomendasikan 6 Hal Strategis Pada Gubernur Anies

Kamis, 13 Agustus 2020 11:59 WIB
Rapat Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Pemprov DKI Jakarta di Kantor Gubernur Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (12/8). (Foto: Dok. KPK)
Rapat Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Pemprov DKI Jakarta di Kantor Gubernur Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (12/8). (Foto: Dok. KPK)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rapat paparan hasil monitoring dan evaluasi (monev) Program Koordinasi Pencegahan Korupsi semester pertama tahun 2020 dengan Pemprov DKI Jakarta di Kantor Gubernur Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (12/8).

Dalam rapat yang dihadiri Gubernur DKI Anies Baswedan, Sekda Saefullah, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Edi Sumantri itu, KPK merekomendasikan 6 hal strategis.

Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah III KPK, Aida Ratna Zulaiha merinci, yang pertama adalah integrasi data. Seluruh data milik Pemerintah DKI Jakarta, seperti Barang Milik Daerah (BMD), pajak daerah, Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) dan izin-izin lainnya, data yang terkumpul di instansi pusat terkait (BPN, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Sosial), juga data sosial, kependudukan, kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan lainnya, disatukan dalam sebuah Peta Digital Jakarta Satu Terintegrasi.

Baca juga : Respons Cepat Laporan Hama Wereng Coklat, Kementan Dorong Gerakan Pengendalian Di Tanjab Timur

Kedua, perluasan tax clearance system. Implementasi tax clearance system pada semua mata pajak, yaitu pajak pribadi perorangan dan pajak badan usaha, melalui sistem elektronik berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Objek Pajak (NOP), atau lainnya, untuk diterapkan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Ketiga, evaluasi regulasi. Gubernur DKI Jakarta, kata Aida, perlu mengevaluasi peraturan daerah yang berkaitan dengan keringanan pajak dan penghapusan piutang pajak, atau peraturan lainnya, yang bertentangan dengan azas keadilan atau tak sesuai dengan regulasi di atasnya, termasuk tumpang tindih beberapa produk hukum.

Di antaranya peraturan daerah, peraturan gubernur, surat edaran, dan lain-lain, yang mengatur hal yang sama. "Hal ini perlu untuk menghindari kemungkinan fraud atau conflict of interest yang menyertai penerbitan aturan tersebut," jelas Aida.

Baca juga : PLN Kalbar Mau Persoalan Aset Tanah Cepat Kelar

Terkait rencana pemberian keringanan pajak kepada sejumlah wajib pajak, dengan alasan bencana virus Covid-19, Aida mengingatkan dua hal pokok kepada Gubernur DKI Jakarta. Yakni tepat sasaran dan tidak memihak kepentingan tertentu, serta berdasarkan hasil telaah dan disertai bukti-bukti memadai.

Bila kenyataannya penuh risiko, Pemprov DKI Jakarta disarankan komisi antirasuah menghindari pemberian keringanan pajak.

Kemudian rekomendasi keempat, realokasi anggaran penanganan Covid-19 terkait pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan belanja anggaran. Pemprov DKI Jakarta diimbau agar tidak merencanakan dan melaksanakan PBJ yang tak terkait penanganan Covid-19. Kecuali, PBJ yang sesuai Surat Edaran Sekda Provinsi DKI Nomor 46/SE/2020 hingga pandemi Covid-19 dinyatakan selesai.

Baca juga : Ketua KPK: Saya Nggak Bangga Tangkap Gubernur dan Bupati

Kelima, penertiban dan pemulihan aset. Pemerintah DKI Jakarta, sebut Aida, perlu mempercepat upaya sertifikasi aset, mengadakan rapat koordinasi barang milik daerah, penertiban prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU), serta penertiban aset yang masih sengketa dan aset yang tumpang tindih.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.