Dark/Light Mode

Pelayanan Air Masih Dipegang Swasta

Kebon Sirih Dorong PAM Jaya Ambil Alih

Selasa, 27 April 2021 06:25 WIB
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. (Foto: Twitter/@PrasetyoEdi_)
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. (Foto: Twitter/@PrasetyoEdi_)

 Sebelumnya 
Pembahasan Tertutup

Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka Memorandum of Understanding (MoU) pengelolaan air di ibu kota itu ke publik.

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang juga kuasa hukum KMMSAJ, Nelson Simamora mengaku, pihaknya telah mengajukan permintaan informasi publik atas Kepgub tersebut. Namun, permintaan itu ditolak dengan alasan yang berubah-ubah.

Baca juga : Kirim Mentahnya Saja Ke Kampung Halaman

“Dengan begitu, patut diduga Gubernur DKI Jakarta telah memperpanjang perjanjian kerja sama dengan swasta yang menyangkut akses air bersih 10 juta warga Jakarta yang telah terbukti merugikan keuangan negara sebesar triliunan rupiah selama 25 tahun sejak 1997,” katanya dalam jumpa pers daring, Minggu (11/4).

Nelson menuturkan, pada 15 Desember 2020, pihaknya mengajukan permohonan informasi publik tentang isi adendum tersebut. Namun, permohonan ditolak dengan alasan adendum masih dalam proses kajian oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas permintaan KPK.

Lalu KMMSAJ kembali mengajukan permintaan informasi publik. Kali ini, permintaan itu ditolak oleh Sekretaris Daerah DKI, dengan alasan adendum kerja sama itu tidak dikuasai oleh Pemprov DKI karena adendum tersebut merupakan dokumen dengan mekanisme business to business antara PAM Jaya dengan PT Aetra.

Baca juga : Dilayani Bima Arya Di Restoran, 3.130 Perawat Kota Bogor Jadi Raja Sehari

KMMSAJ menduga Kepgub tersebut sudah diteken oleh Anies itu. Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta sudah membentuk Tim Evaluasi Tata Kelola Air. Dalam laporan tersebut pada Oktober 2018 untuk mengambil alih layanan air bersih dari pihak swasta, yakni Aetra dan Palyja.

Nelson memaparkan, berdasarkan penelusuran BPKP per Desember 2016, akumulasi kerugian PAM Jaya berjumlah Rp 1.266.118.952.312 dan ekuitas negatif sebesar Rp 945.832.099.159. Selain itu PAM Jaya juga memiliki kewajiban (shortfall) kepada PT Palyja sebesar Rp 266.505.431.300 dan PT Aetra sebesar Rp 173.803.105.371 atau seluruhnya berjumlah Rp 440.308.536.671 yang merupakan defisit akibat penerimaan kas atas air yang terjual yang lebih kecil dari jumlah imbalan (water charge) yang dibayar.

“Artinya kerugian negara sudah triliunan rupiah dalam swastanisasi air Jakarta,” pungkasnya. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.