Dark/Light Mode

Berantas Pungli dan Suap, Momentum Pembenahan Logistik Nasional

Jumat, 18 Juni 2021 13:28 WIB
Pelabuhan Tanjung Priok. (Foto: Ist)
Pelabuhan Tanjung Priok. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekonom INDEF Abra Talattov meminta semua pihak untuk mendukung upaya pemberantasan praktik pungutan liar (pungli) maupun suap dalam kegiatan logistik di Tanah Air.

"Kekesalan Presiden Jokowi terhadap fenomena pungli dan suap yang meresahkan pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Priok sehingga memerintahkan Kapolri untuk memberangus praktik pungli suap tersebut memang sudah sepatutnya didukung oleh semua pihak," ujar Abra dalam keterangan tertulis, Jumat (18/6).

Alasannya, biaya logistik di Indonesia selama ini dikenal sangat tidak efisien. Kisarannya antara 23-25 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto).

Baca juga : Dilantik Yasonna, Dirjen PP dan BPHN Kemenkumham Tukeran Posisi

Akibatnya, kata Abra, biaya logistik yang harus ditanggung dunia usaha pun makin membengkak. Otomatis, hal ini berdampak terhadap daya saing produk domestik baik di pasar dalam negeri dan apalagi pasar global.

"Ujungnya, biaya logistik yang memberatkan dunia usaha itu tentu juga berpengaruh terhadap minat investasi di Indonesia, sehingga ambisi pemerintah untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya juga akan pupus akibat praktik-praktik pungli dan suap tersebut," tuturnya.

Selain itu, biaya terminal handling charges (THC) di pelabuhan, juga memakan porsi cukup besar terhadap total biaya logistik, hingga mencapai 30 persen, baik biaya di pelabuhan asal maupun di pelabuhan tujuan.

Baca juga : Pemberantasan Pungli Momentum Pembenahan Logistik Nasional

Diingatkannya, optimisme pemerintah untuk memulihkan perekonomian nasional juga sangat dipengaruhi oleh perbaikan daya saing di sektor logistik dengan upaya menurunkan high cost economy.

"Karena itu aparat keamanan harus mampu membongkar praktik pungli dan suap tersebut secara adil dan sistematis sehingga diharapkan tidak terjadi lagi sisa-sisa tradisi primitif yang merugikan masyarakat Indonesia," pinta Abra.

Dia juga berpesan agar penegak hukum jernih dalam melihat kondisi sebenarnya di lapangan. Bisa jadi apa yang disebut pungli itu sebetulnya adalah suap. 

Baca juga : Perkuat Lini Tengah, Persib Gaet Pemain Palestina

Sebab menurut Abra, jika ditelusuri pengakuan dari para pelaku usaha, terutama penyedia jasa transportasi truk, biaya tambahan terbesar yang membebani ongkos logistik justru adalah pungli yang terjadi di luar pelabuhan, seperti pemalakan dan pencurian di tengah jalan sebelum memasuki wilayah pelabuhan.

Tapi di pelabuhan, belum tentu itu pungli. Aksi suap, kata Abra, bisa saja dilakukan agar supir truk bisa mendapatkan prioritas pelayanan. Kalau itu terjadi, tentu bakal merugikan sesama konsumen di pelabuhan.

"Jadi harus diungkap apakah fenomena yang terjadi adalah praktik pungli atau sebaliknya adalah aksi penyuapan terhadap oknum operator di pelabuhan," saran Abra.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.