Dark/Light Mode

Kasus Covid Meroket, Mantan Direktur WHO Minta Pemerintah Ganti Kebijakan

Kamis, 3 Februari 2022 09:33 WIB
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Istimewa)
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama menilai, pemerintah perlu segera melakukan penyesuaian langkah-langkah terkait kesehatan masyarakat dan sosial (public health and social measures), menyusul meroketnya jumlah kasus Covid-19 belakangan ini.

Seperti kita ketahui, jumlah kasus harian pada Rabu (2/2) sudah mencapai lebih dari 17 ribu. Padahal, pada 2 Januari, jumlahnya baru 214 orang, dan pada 13 Desember 2021 hanya 106 orang.

"Tindakan saat ini, jelas harus berbeda dengan tindakan yang sudah dijalankan pada 2 Januari 2022 dan 13 Desember 2021. Tidak bisa sama saja. Sekarang, perlu ada kebijakan yang baru dan berbeda dari waktu yang lalu, karena jumlah kasus sudah naik tajam," kata Prof. Tjandra dalam keterangannya, Kamis (3/2).

Baca juga : Pemerintah Santuy

Prof. Tjandra menjelaskan, bentuk penyesuaian itu dapat berupa levelisasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), pengetatan aturan pada situasi tertentu, modifikasi penerapan aturan, serta pengetatan mulai dari daerah merah di battlefield (medan tempur) peningkatan kasus, lalu dilebarkan bertahap, dan sebagainya.

"Yang jelas, aturannya perlu diterapkan berbeda dan lebih kuat dibanding waktu yang lalu," tegasnya.

Soal klasifikasi PPKM yang memang sudah ada kriterianya, Prof. Tjandra menyampaikan tiga hal penting, terkait hal tersebut.

Baca juga : Mantan Direktur WHO Minta Pemerintah Umumkan Persentase Kasus Omicron

"Mungkin baik, kalau implementasi kriteria tersebut dievaluasi. Misalnya tingkat keterisian tempat tidur/bed occupancy ratio (BOR). Karena, angka BOR itu kan tergantung dari jumlah tempat tidur yang disediakan. Kalau alokasinya ditambah, maka BOR akan turun dan seterusnya. Jadi, BOR harus dibaca dengan hati-hati," jelasnya.

Selain itu, Prof. Tjandra juga mengingatkan perlunya menilai ketajaman kenaikan tren yang ada, di samping angka mutlak kasus dan kematian.

"Pertimbangan epidemiologik kenaikan dan penurunan di berbagai negara, dapat menjadi pegangan tentang berapa lama levelisasi PPKM akan dilakukan," imbuh Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini.

Baca juga : Kasus Covid-19 Melonjak, Pemerintah Perpanjang PPKM Di Luar Jawa Dan Bali

Terkait pembelajaran tatap muka (PTM), sejak 25 Januari 2022, Prof. Tjandra telah menyampaikan lima alasan agar PTM dievaluasi. 

"PTM penting dievaluasi, sesuai surat 5 organisasi profesi dokter spesialis, kenaikan kasus secara umum, kejadian Covid pada anak di berbagai negara, serta kemungkinan MIS-C dan Long Covid. Setidaknya, harus ada pentahapan pembatasan PTM di daerah yang paling berisiko untuk anak," pungkas Prof. Tjandra. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.