Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Catatan Ahli Hukum Tata Negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra

Hanya Ada Tiga Jalan Untuk Menunda Pemilu

Minggu, 27 Februari 2022 09:08 WIB
Ahli Hukum Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahendra (Foto: Instagram)
Ahli Hukum Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahendra (Foto: Instagram)

 Sebelumnya 
Jika Presidennya sendiri sudah ilegal dan tidak sah, Panglima TNI dan Kapolri bisa pula membangkang kepada perintah Presiden yang ilegal itu.

Beruntung bangsa ini, kalau Panglima TNI dan Kapolri kompak sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, pada saat yang sulit dan kritis.

Tetapi, kalau tidak kompak, bagaimana dan apa yang akan terjadi? Bisa saja terjadi, dengan dalih untuk menyelamatkan bangsa dan negara, TNI mengambil alih kekuasaan walau untuk sementara.

Di daerah, gubernur, bupati dan walikota masih sah menjalankan roda pemerintahan, kalau masa jabatannya belum habis. Tetapi, tanpa kontrol DPRD lagi.

Bagaimana mau mengontrol, DPRD-nya saja sudah ilegal. Tanpa pertanggungjawaban lagi kepada Presiden, sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Bagaimana mau bertanggung jawab, kalau Presidennya sudah ilegal?

Baca juga : PDIP Maunya Ahok, Ada Yang Menolak?

Keadaan bangsa dan negara akan benar-benar carut marut akibat penundaan Pemilu. Dalam suasana carut marut, timbullah anarki.

Dalam anarki, setiap orang, setiap kelompok merasa merdeka berbuat apa saja.

Situasi anarki akan mendorong munculnya seorang diktator, untuk menyelamatkan negara dengan tangan besi. Diktator akan mendorong konflik makin meluas. Daerah-daerah potensial bergolak.

Campur-tangan kepentingan-kepentingan asing untuk adu domba dan pecah belah tak terhindarkan lagi. NKRI “harga mati” berada dalam pertaruhan besar.

Saya membayangkan keadaan buruk yang mungkin akan terjadi, sebagaimana saya uraikan di atas, apabila Pemilu ditunda.

Baca juga : Corona Delta Ngamuk, Kinerja Industri Pengolahan Triwulan III Menurun

Mungkin, saya pesimis terlalu berlebihan. Tetapi, membayangkan keadaan paling buruk itu, perlu bagi kita untuk mengantisipasi jangan sampai hal itu terjadi.

Ambillah contoh, ketika kita menghadapi krisis ekonomi yang membawa dampak luas pada stabilitas politik di tahun 1997-1998.

Krisis politik dan keamanan itu berakhir hanya dalam waktu beberapa menit saja. Presiden Soeharto membacakan Pidato Pernyataan Pengunduran Diri sebagai Presiden RI, dan kemudian disusul oleh pengucapan sumpah Wakil Presiden BJ Habibie sebagai Presiden RI di hadapan Pimpinan Mahkamah Agung.

Panglima ABRI Jenderal Wiranto membacakan statement menyatakan peralihan kekuasaan itu sah, ABRI menyatakan tunduk kepada Presiden yang baru, BJ Habibie.

Krisis politik berakhir damai, dalam waktu kurang dari 1 jam.

Baca juga : Masih Jauh, Perjalanan Indonesia Menuju Endemi

Presiden Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun kehilangan konstitusionalitas dan legalitas jabatan, kedudukan dan kekuasaannya.

Walaupun ada yang suka dan tidak suka kepada BJ Habibie, tetapi itu persoalan politik. Yang paling fundamental, dia memegang jabatan Presiden secara sah, legal dan legitimate.

Hanya ada beberapa guru besar hukum seperti Prof. Dr Dimyati Hartono dari Universitas Diponegoro, Prof. A. Muis dari Universitas Hassanudin,  dan Prof. Dr. I Gde Atmadja dari Universitas Udayana yang menolak.

Tetapi, pendapatnya saya sanggah melalui polemik. Sanggahan terhadap mereka juga datang dari Prof. Dr. Ismail Suny, Prof. Dr. Harun Alrasyid dari Universitas Indonesia, dan Prof. Dr. Laica Marzuki dari Universitas Hassanudin.

Para politisi yang menganggap berhentinya Presiden Suharto tidak sah antara lain Prof. Dr. Subroto dan Prof. Emil Salim, dua mantan menteri Soeharto, dan mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.