Dark/Light Mode

Obat Tuberkulosis 4 Bulan Dan Mengenang Arifin Panigoro

Selasa, 1 Maret 2022 07:04 WIB
Prof Tjandra Yoga Aditama
Prof Tjandra Yoga Aditama

RM.id  Rakyat Merdeka - Kita semua amat berduka dengan wafatnya Bapak Arifin Panigoro, kemarin. Di antara berbagai aktivitas beliau, maka salah satunya adalah sebagai pimpinan “Stop Tuberculosis Partnership Indonesia”, yang saya ikut dalam beberapa acara awal pendiriannya pada saat saya masih menjadi Dirjen P2PL Kemenkes 2009-2014. 

Tulisan saya yang membahas tentang tuberkulosis (TB) dan G20 yang dimuat di koran Rakyat Merdeka, 9 November tahun 2021, saya forward ke Pak Arifin Panigoro, dan beliau langsung jawab dengan WA “Ok kita dorong untuk jadi agenda prioritas di G20”. Beberapa menit kemudian, beliau juga langsung telepon saya, dan membicarakan pentingnya masalah tuberkulosis ini di negara kita, dan juga hubungannya dengan G20. 

Saya pernah pula bersama-sama Pak Arifin Panigoro menjadi pembicara “TB Summit 2021” di Bali, pada akhir 2021, dan almarhum menyampaikan keynote speach dengan amat bersemangat tentang bagaimana kita perlu mengendalikan tuberkulosis di Indonesia. Saya ingat bahwa setelah acara pembukaan, kami sempat mampir di stand Stop TB Partership di acara yang dihadiri penggiat TB dari seluruh Indonesia itu. 

Beberapa jam seusai beliau wafat, saya dihubungi oleh teman yang menangani tuberkulosis di “WHO Sout East Asia Regional Office (SEARO”) dari kantornya di New Delhi, yang menyatakan rasa turut berduka cita yang mendalam. Kita semua amat kehilangan dengan wafatnya Pak Arifin Panigoro, semoga arwahnya mendapat tempat mulia di sisi Allah SWT. Semoga perjuangan beliau dalam mengendalikan tuberkulosis di Indonesia dapat terus berjalan menuju eliminasi tuberkulosis di negara kita. 

Baca juga : Obat Tuberkulosis 4 Bulan Dan Arifin Panigoro Di Mata Prof. Tjandra

4 Bulan Saja 

Salah satu tantangan dalam pengobatan tuberkulosis adalah lamanya minum obat, setidaknya 6 bulan. Hal ini membuat sebagian pasien tidak menyelesaikan pengobatannya sampai selesai. Apalagi bukan tidak mungkin sebagian pasien sudah tidak ada keluhan sesudah pengobatan 2 atau 3 bulan. Kalau pasien tidak makan obat sampai selesai, maka bukan saja penyakitnya tidak sembuh, tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya resistensi. Jaminan agar pasien dapat minum obat sampai selesai merupakan hal yang amat penting, bahkan ada pula Pendamping Minum Obat (PMO) untuk selalu menjaga dan mengingatkan pasien untuk konsumsi obat secara teratur sesuai aturannya. 

Sudah sejak lama, para ahli mencoba mendapatkan obat anti tuberkulosis (OAT) yang diberikan tidak sampai 6 bulan. Dalam hal ini, pada 25 Februari 2022 beberapa hari yang lalu “Center for Disease Control and Prevention (CDC)” Amerika Serikat menerbitkan pedoman tentang obat tuberkulosis yang hanya 4 bulan saja. Pedoman ini tercantum dalam “Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR)” dalam artikel berjudul “Interim Guidance: 4-Month Rifapentine-Moxifloxacin Regimen for the Treatment of Drug-Susceptible Pulmonary Tuberculosis — United States, 2022”. 

Dalam artikel ini disebutkan bahwa pada 2 Mei 2021, ada publikasi bersama oleh “CDC’s Tuberculosis Trials Consortium” dan “the National Institutes of Health (NIH)” yang menyajikan hasil uji klinik randomisasi terkontrol yang menunjukkan bahwa regimen pengobatan tuberkulosis selama 4 bulan dengan obat rifapentine (RPT), moxifloxacin (MOX), isoniazid (INH), dan pyrazinamide (PZA) yang ternyata sama efektifnya dengan pengobatan standar 6 bulan yang selama ini dipakai. 

Baca juga : HR Path Luncurkan NUBO Bantu Pengembangan UKM

Sesudah melakukan kajian, akhirnya pada 25 Februari 2022 ini, diterbitkanlah pedoman ini yang menyatakan bahwa CDC Amerika Serikat merekomendasikan regimen pengobatan 4 bulan ini sebagai salah satu pilhan untuk pasien yang berumur 12 tahun ke atas yang terinfeksi kuman tuberkulosis paru yang masih rentan dengan obat TB (drug-susceptible pulmonary TB). 

Dalam pelaksanaannya, maka obat selama 4 bulan ini dibagi menjadi 8 minggu pertama pengobatan setiap hari dengan 4 obat, rifapentine (RPT), isoniazid (INH), pyrazinamide dan moxifloxacin (MOX), lalu dilanjutkan 9 minggu dengan 3 obat saja, rifapentine (RPT), isoniazid (INH), pyrazinamide dan moxifloxacin (MOX). 

Bagaimana Dengan Indonesia? Tentu masih akan perlu kajian mendalam sebelum regimen 4 bulan ini akan diterapkan di Indonesia, walaupun tersedia, maka jelas akan dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan. Salah satu kendalanya adalah harga Rifapentine yang cukup mahal. Pada bulan Juni 2021 WHO juga sudah mengeluarkan publikasi berjudul “Treatment of drug-susceptible tuberculosis: rapid communication”. Didalamnya juga disebutkan bahwa bukti ilmiah memang sudah menunjukkan bahwa penggunaan obat TB 4 bulan dapat dipakai sebagai alternatif dari pengobatan 6 bulan. Disebutkan bahwa pengobatan 4 bulan dengan sepenuhnya oral ini tentu menguntungkan bagi pasien dan bagi petugas kesehatan. hanya saja ketersediaan dan harga obat rifapentine haruslah dapat terjangkau. 

Dalam publikasi WHO 15 Juli 2021, jelas-jelas disebutkan bahwa WHO mendorong perusahaan/industri farmasi untuk menghasilkan obat rifapentine yang disebut “game-changing drug” yang berkualitas dan terjangkau. Selain Rifapentine, juga diperlukan program pengendalian anti bakteri (“antibacterial stewardship”) yang lebih kuat karena regimen ini menggunakan antibiotika moxifloxacin. 

Baca juga : Garuda Dan Banteng Masih Akur

Sehubungan dengan komunikasi saya dengan Almarhum Bapak Arifin Panigoro tentang TB dan G20 dimana Indonesia menjadi Presidensinya di tahun ini, patut diketahui bahwa sekitar separuh kasus tuberkulosis di dunia terjadi di negara anggota G20, antara lain di India, China, Indonesia, Rusia, Brazil dan Afrika Selatan. Karena itu, mengangkat topik tuberkulosis pada G20 tahun ini menjadi hal yang amat relevan dilakukan, dan dapat merupakan salah satu sumbangsih bangsa kita bagi pengendalian tuberkulosis di dunia. 

Selain G20, dapat disampaikan bahwa Indonesia juga akan menjalani Keketuaan ASEAN pada 2023 tahun depan, dan baik kalau disiapkan juga agenda tentang tuberkulosis di kawasan ini. Sedikitnya ada lima negara anggota ASEAN (Indonesia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam) yang masuk daftar “Global High Burden Countries for Tuberculosis”. 

Dengan doa dan berduka kita antar kepergian Bapak Arifin Panigoro menghadap Allah SWT, disertai upaya keras kita semua untuk melanjutkan kerja keras Almarhum dalam pengendalian tuberkulosis di negara kita, di negara G 20, di ASEAN dan di dunia. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.