Dark/Light Mode

Obat Tuberkulosis 4 Bulan Dan Arifin Panigoro Di Mata Prof. Tjandra

Senin, 28 Februari 2022 15:29 WIB
Arifin Panigoro (Foto: Istimewa)
Arifin Panigoro (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama turut berbelasungkawa atas wafatnya Arifin Panigoro dalam usia 76 tahun pada hari ini, Senin (28/2).

Semasa hidup, pendiri Medco Group yang juga dikenal sebagai Raja Minyak Indonesia, memiliki banyak kiprah dalam membangun bangsa. Salah satunya, sebagai pimpinan Stop Tuberculosis Partnership Indonesia

"Kita semua amat berduka dengan wafatnya Bapak Arifin Panigoro. Di antara berbagai aktivitas beliau,salah satunya adalah sebagai pimpinan Stop Tuberculosis Partnership Indonesia. Saya yang waktu itu masih menjadi Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (2009-2014), ikut dalam beberapa acara awal pendiriannya," ungkap Prof. Tjandra dalam keterangannya, Senin (28/2).

Prof. Tjandra menambahkan, Arifin Panigoro sangat antusias mendorong pemberantasan tuberkulosis (TB), untuk menjadi agends prioritas G20.

"Tulisan saya yang membahas tentang tuberkulosis (TB) dan G20 yang dimuat di koran Rakyat Merdeka 9 November tahun 2021, saya forward ke Pak Arifin Panigoro, dan beliau langsung jawab dengan pesan WhatsApp: ok kita dorong untuk jadi agenda proritas di G20," tutur Prof. Tjandra.

Baca juga : Innalillahi, Arifin Panigoro Meninggal Dunia Di Amerika

Beberapa menit kemudian, Arifin Panigoro langsung telpon Prof. Tjandra. Membicarakan pentingnya masalah tuberkulosis ini di negara kita. Serta hubungannya dengan G20.

Bersama Arifin Panigoro, Prof. Tjandra pernah menjadi pembicara TB Summit 2021 di Bali pada akhir 2021. Kala itu, almarhum menyampaikan keynote speech dengan amat bersemangat. Tentang bagaimana kita perlu mengendalikan tuberkulosis di Indonesia.

Setelah acara pembukaan, keduanya sempat mampir di stand Stop TB Partership di acara yang dihadiri penggiat TB dari seluruh Indonesia.

"Beberapa jam setelah Arifin Panigoro wafat, saya dihubungi oleh teman yang menangani tuberkulosis di WHO South East Asia Regional Office (SEARO) dari kantornya di New Delhi. Dia menyatakan rasa turut berduka cita yang mendalam," tutur Prof. Tjandra.

"Semua kita amat kehilangan dengan wafatnya Pak Arifin Panigoro. Semoga, arwahnya mendapat tempat mulia di sisi Allah SWT. Semoga, perjuangan beliau dalam mengendalikan tuberkulosis di Indonesia, dapat terus berjalan menuju eliminasi tuberkulosis di negara kita," imbuh Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu.

Baca juga : 9 Warga Malaysia Yang Dievakuasi Dari Ukraina, Tiba Di Perbatasan Polandia

Empat Bulan Saja

Salah satu tantangan dalam pengobatan tuberkulosis adalah lamanya makan obat, setidaknya enam bulan.

Hal ini membuat sebagian pasien tidak menyelesaikan pengobatannya sampai selesai. Apalagi, bukan tidak mungkin, sebagian pasien sudah tidak ada keluhan sesudah pengobatan 2 atau 3 bulan.

"Kalau pasien tidak makan obat sampai selesai, maka itu tidak hanya membuat penyakitnya menjadi tidak sembuh. Tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi," jelas Prof. Tjandra.

Menurutnya, jaminan agar pasien dapat makan obat sampai selesai merupakan hal yang amat penting. Bahkan, ada pula Pendamping Minum Obat (PMO) untuk selalu menjaga dan mengingatkan pasien, untuk konsumsi obat secara teratur sesuai aturannya.

Baca juga : Menaker Wanita Pemberani

Sudah sejak lama para ahli mencoba mendapatkan obat anti tuberkulosis (OAT) yang diberikan tidak sampai 6 bulan.

Dalam hal ini, pada 25 Februari 2022, Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menerbitkan pedoman tentang obat tuberkulosis yang hanya 4 bulan saja.

Pedoman ini tercantum dalam Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) dalam artikel berjudul Interim Guidance: 4-Month Rifapentine-Moxifloxacin Regimen for the Treatment of Drug-Susceptible Pulmonary Tuberculosis — United States, 2022.

Dalam artikel ini disebutkan, bahwa pada 2 Mei 2021 ada publikasi bersama oleh CDC’s Tuberculosis Trials Consortium dan the National Institutes of Health (NIH), yang menyajikan hasil uji klinik randomisasi terkontrol yang menunjukkan bahwa regimen pengobatan tuberkulosis selama 4 bulan dengan obat rifapentine (RPT), moxifloxacin (MOX), isoniazid (INH), dan pyrazinamide (PZA) yang ternyata sama efektifnya, dengan pengobatan standar 6 bulan yang selama ini dipakai.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.