Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Lagi, Nyatakan Korupsi Di Bawah 50 Juta Tak Perlu Dipidana

Jaksa Agung Sepi Dukungan

Rabu, 9 Maret 2022 09:00 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (Foto: Istimewa).
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (Foto: Istimewa).

 Sebelumnya 
Cara tersebut bukan cuma sebagai terobosan di bidang hukum, juga untuk mengantisipasi beban keuangan negara yang tak setimpal dengan kasus yang ditangani. Meski alasannya seperti masuk akal, wacana Burhanuddin ini tetap tak laku. Pengajar hukum pidana dari Universitas Brawijaya, Al Araf menyatakan, konsep nonpidana penjara itu bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi dalam UU Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Terutama menyangkut implementasi dari Pasal 4. Al Araf mengatakan, pasal tersebut masih mengharuskan aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan, untuk tetap memproses hukum pelaku korupsi meskipun kerugian negara dikembalikan.

Baca juga : Kementan Beberkan Solusi Dari Dampak Perubahan Iklim Di Kampung Sayuran

Pemberian sanksi administratif, bahkan sampai pada pemecatan, adalah sanksi lain dari aspek pemidanaan dalam penuntasan perkara korupsi tersebut. “Kesimpulan saya, konsep restorative justice dalam penanganan kasus korupsi ini tidak relevan dilakukan selama Undang-Undang Tipikor saat ini, masih tetap eksis dan berlaku untuk digunakan,” ujar Al Araf, di acara yang sama.

Pakar Hukum dari Universitas Andalas, Feri Amsari, ikut mengkritik usulan Burhanuddin. Menurut dia, usulan itu justru bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. “Perlawanan terhadap korupsi itu bukan soal jumlah uang yang dicuri saja, tapi juga soal akibat yang ditimbulkan,” kata Feri, kemarin. Feri khawatir, wacana ini dapat berpengaruh pada masa depan bangsa. Sebab, budaya koruptif seolah menjadi dilanggengkan.

Baca juga : Percepat Penanganan Korupsi Di Babel, KPK Koordinasi Dengan BPKP

Warganet ikut mengomentari wacana ini. Akun @juragan_iwan geleng-geleng kepala membaca berita ini. Kata dia, kalau restorative justice seperti itu, artinya maling motor yang nilainya di bawah 50 juta juga tak perlu dipenjara. “Soalnya nggak sebanding sama biaya perkara yg di keluarkan,” ujarnya. “Wah, mending korupsi di bawah 50 juta daripada maling ayam,” sindir @rizkikuswardana. Kata dia, maling ayam hukumannya bisa lebih berat. Selain dipenjara, kalau apes bisa digebukin warga.

Akun @sumadiwiria heran kenapa penegakan hukum pakai teori ekonomi. “Kenapa hukum jadi itung-itungan biaya perkara? Gara-gara wacana ini para calon koruptor lagi itung-itungan biar bisa lolos hukuman,” ucapnya. Akun @hoyajavanica menilai, wacana ini berbahaya. “Bukan nominal uangnya, Pak. Tapi perilakunya itu lho. Nantinya semua pegawai akan korupsi asalkan tak melebihi Rp 50 juta. Aneh,” serunya.  [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.