Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS

RM.id Rakyat Merdeka - Pakar Hukum Tata Negara dari Program Pascasarjana Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Umbu Rauta mengatakan, kewenangan pengisian penjabat gubernur maupun penjabat bupati/wali kota merupakan ranah pemerintah.
Tidak ada kewajiban menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sepanjang Pemerintah dapat menjamin pengisian jabatan tersebut dilakukan dengan mekanisme dan prosedur yang demokratis, transparan dan akuntabel.
Pendapat tersebut dikemukakan Umbu Rauta di tengah munculnya desakan sebagian kalangan bahwa pemerintah seharusnya menerbitkan terlebih dahulu peraturan pelaksana pengisian penjabat kepala daerah. Hal itu dikaitkan dengan pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 15 tahun 2022 maupun pertimbangan putusan MK No 67 tahun 2021.
Berita Terkait : Tempat Usaha Dan Wisata Boleh Terima Pengunjung 100 Persen Kapasitas
"Tidak ada kewajiban khusus (bagi Pemerintah) dalam undang-undang untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah. Bisa jadi Pemerintah lewat Kemendagri punya beleid internal untuk mendukung dan mempertanggungjawabkan tindakannya. Kata kuncinya, ranah kewenangan pengisian penjabat kepala daerah ada pada Pemerintah sesuai perintah Undang-Undang No 201 tahun 2016 ," tegas dia.
Dia mengatakan, amar putusan Putusan MK No 15 tahun 2022 maupun no 67 tahun 2021 dengan tegas telah menolak gugatan terhadap UU No 10 tahun 2016 pasal 201 tentang penunjukan pj kepala daerah.
Putusan MK menyatakan bahwa pasal 201 UU No 10 tahun 2016 ayat 11 "sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, pilkada yang demokratis, persamaan kedudukan dan kepastian hukum, yang adil sebagaimana dijamin oleh UUD 1945. Dengan demikian permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya......"
Berita Terkait : Pemerintah Disarankan Tambah Benefit Investasi
Sedangkan adanya pertimbangan dalam putusan MK agar pemerintah menerbitkan PP, kata Umbu Rauta, seyogyanya dipandang sebagai permintaan MK untuk dipertimbangkan dan diperhatikan, bukan merupakan kewajiban.
Hal itu dapat dilihat pada poin 3.14.3 pertimbangan MK yang menyatakan "....Oleh karenanya perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut pasal 201 UU No 10 tahun 2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi....."
Oleh karena itu, Umbu Rauta mengatakan, sepanjang dapat menjamin bahwa pengisian jabatan tersebut dijalankan dengan mekanisme dan persyaratan yang terukur dan tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi, pemerintah memiliki diskresi dalam melakukan pengisian jabtan pj kepala daerah.
Berita Terkait : Puan: Optimalkan Penyerapan Anggaran PEN Demi Kesejahteraan Rakyat
Lebih jauh, Umbu Rauta mengatakan, peraturan pelaksana yang disebutkan dalam pertimbangan putusan MK tidak secara khusus merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP). Hal itu menyebabkan pertimbangan MK tersebut masih dapat diperdebatkan karena tidak spesifik menyebutkan peraturan tertentu. "Bisa PP atau Permendagri atau beleid, dan lain-lain," kata dia.
Selanjutnya
Tags :
Berita Lainnya